Jika Anda rajin mengikuti perkembangan berita, maka mungkin Anda sudah membaca tentang Garuda Indonesia yang saat ini sedang dalam tahap ‘bersih-bersih’.
Tentu saja kabar tersebut saya sambut dengan baik karena saya sangat ingin Garuda Indonesia bisa kembali ke jalur yang benar dan kembali bisa membanggakan.
Memang jika Anda perhatikan dengan seksama, banyak sekali hal atau keputusan aneh dari Garuda pada masa kepemimpinan Ari Askhara, sebagai contoh:
- Kenaikan harga tiket pesawat ekstrim, rumor duopoli dengan maskapai lain
- Manipulasi data keuangan perusahaan
- Garuda ESCort & Premium Class yang tidak jelas statusnya
- Ketidakjelasan rute London dan Amsterdam, hingga dialihkan melalui Medan
- Batalnya pengadaan Free WiFi di armada Garuda Indonesia & Citilink
- Status super elite Garuda Tourbillon, apa kabarnya?
- Devaluasi program GarudaMiles sebesar 20% tanpa pemberitahuan sebelumnya
- Benefit status elite dihilangkan, upaya cost cutting dengan menghilangkan kartu keanggotaan fisik Platinum
- Apa kabar Garuda Indonesia Travel Fair 2019? Beberapa ‘pihak’ bahkan mengimbau saya untuk menghapus artikel ini. Tidak ada informasi sedikitpun tentang GATF 2019!
- Dihilangkannya fasilitas stopover hotel untuk awak kabin di rute Australia, terpaksa bekerja di penerbangan pulang pergi non stop.
- Janji memberikan koper Tumi senilai Rp 10 juta+ kepada 3.500 awak kabin Garuda Indonesia
- Wacana penjualan pesawat Bombardier CRJ-1000 setelah 7 tahun mulai dioperasikan karena alasan tidak sesuai dengan spesifikasi runway di Asia, apakah tidak ada due diligence sebelum pembelian pesawat?
- Degradasi pelayanan di rute internasional: kehabisan wine, menu kertas
- Sempat melarang foto/video di pesawat, kemudian dibatalkan setelah pressure dari masyarakat
- Kasus Rius, manakah tiket First Class atau akses ke fasilitas Garuda yang dijanjikan?
- Garuda diklaim telah mendapat kontrak leasing yang harganya 30% lebih mahal dibanding pasaran.
- Rumor-rumor karyawan tidak patuh yang akan dipindahkan ke Papua atau dicopot jabatannya
- Kasus penyelundupan Harley Davidson & sepeda Brompton lewat delivery flight A330-900neo berujung dipecatnya Ari Askhara
Jika Anda perhatikan lebih seksama lagi, kabar-kabar negatif seputar Garuda Indonesia seolah-olah selalu menghilang dari peredaran, namun akhirnya tidak terjadi lagi pada kasus Harley ini ๐
Melihat kondisi saat ini, berikut hal-hal yang menurut saya harus ditempuh oleh Garuda Indonesia untuk kembali menjadi maskapai kelas dunia:
Perbaiki Struktur Direksi
Kabar baiknya, langkah nyata awal ini sedang dalam proses karena Menteri BUMN, Erick Thohir, telah resmi memecat 5 Direktur Garuda Indonesia:
- Direktur Utama: Ari Askhara
- Direktur Teknik & Layanan: Iwan Joeniarto
- Direktur Kargo & Pengembangan Usaha: Mohammad Iqbal
- Direktur Human Capital: Heri Akhyar
- Direktur Operasi: Bambang Adisurya Angkasa
Pemilihan Direksi selanjutnya wajib diperhatikan dengan baik sesuai dengan prioritas perusahaan. Tantangan Garuda adalah kembali ke jalur profit sembari meningkatkan pelayanan premium, terutama di rute internasional.
Saya cukup yakin jika Fuad Rizal akan bisa menjadi pelaksana tugas yang baik hingga RUPSLB.
Perbaiki Keuangan, Wajib 100% Transparan Bagi Masyarakat
Ingatkah Anda tentang berita pemalsuan laporan keuangan yang dilakukan oleh Garuda Indonesia? Hal tersebut TIDAK BOLEH terjadi lagi, apalagi mengingat Garuda merupakan sebuah perusahaan BUMN entitas publik.
Sudah menjadi hak masyarakat untuk mengetahui kondisi keuangan Garuda dan bersama-sama sebagai satu negara mendukung Garuda untuk kembali ke jalur profit.
Fokus utama Garuda saat ini adalah mengurangi kerugian dan kembali menjadi perusahaan yang menguntungkan. Oleh karena itu jangan sampai fokus pecah pada hal-hal yang kurang penting, contoh: acara peresmian boarding pass baru yang saya anggap sangat unnecessary.
Garuda seharusnya fokus dalam mengurangi pengeluaran tidak penting & pada saat yang sama juga memastikan agar kualitas pelayanan kepada penumpang tidak terpengaruh.
Optimalisasi Rute Penerbangan, Stop Terbang ke Eropa!
Entah sudah berapa kali saya menyampaikan ketidaksetujuan atas rute penerbangan Garuda ke Eropa, terutama London. Saya sendiri sudah tidak bisa menghitung berapa kali Garuda melakukan perubahan di rute London ๐
- 23 Agustus 2018: Garuda Indonesia Mengakhiri Penerbangan Langsung ke London Mulai 28 Oktober 2018
- 10 November 2018: Garuda Indonesia Membuka Kembali Rute Jakarta – London
- 13 November 2018: Garuda Indonesia Membuat Perubahan Lagi di Rute Jakarta – London
- 8 Januari 2019: Garuda Indonesia Melayani Penerbangan Langsung London – Bali Mulai 22 Januari 2019
- 1 Februari 2019: First Class Garuda Indonesia ke London Dibuka Kembali! (Untuk Periode Singkat)
- 10 September 2019: Garuda Indonesia Akan Operasikan Pesawat Terbaru A330-900neo di Rute Denpasar – Medan – London
Indonesia lebih dianggap sebagai destinasi wisata ketimbang destinasi bisnis, terutama bagi orang Eropa. Penerbangan super panjang antara Inggris – Indonesia tidak akan optimal mengingat biaya operasional yang tinggi dan minat yang rendah. Terlebih, Garuda harus bersaing harga dengan banyak maskapai lain seperti Singapore Airlines yang sudah nyaman melayani rute London.
Hampir setiap penerbangan Garuda ke/dari London akan sangat kosong, bayangkan berapa besar uang yang dibuang di setiap penerbangan tersebut. Rute London dipertahankan demi alasan prestigius dan politik, itulah pandangan saya terhadap kebijakan Garuda Indonesia saat ini.
Jika memang Garuda ngotot ingin tetap terbang ke Eropa, maka bagi saya, Amsterdam merupakan satu-satunya rute Eropa yang masuk akal. Kenapa?
- Amsterdam merupakan hub KLM, maskapai SkyTeam rekanan Garuda Indonesia
- Adanya demand dari warga keturunan yang menetap di Belanda
- Garuda Indonesia bisa meningkatkan kerja sama codeshare dengan KLM sehingga penumpang Garuda bisa terhubung ke seluruh jaringan kota KLM di Eropa. Sebagai timbal balik, penumpang KLM juga mendapat akses yang sama ke semua rute domestik Garuda Indonesia.
Meski demikian, Garuda juga wajib mengganti pesawat yang lebih efisien & sedikit kursi untuk rute sekelas Amsterdam. A330-900neo saya rasa merupakan opsi paling optimal untuk digunakan pada rute langsung Jakarta – Amsterdam.
Namun, suka atau tidak, saya menganggap jika Garuda belum bisa bersaing secara optimal di rute Eropa, apalagi Amerika Serikat.
Efisiensi Armada Pesawat Pra Leasing
Tentu saja pesawat bukanlah sesuatu yang murah untuk dibeli. Oleh karena itu, leasing pesawat adalah hal yang lazim dilakukan oleh setiap maskapai di dunia, tidak terkecuali Garuda. Nyatanya, sebanyak 128 dari 142 pesawat Garuda adalah sewaan alias leasing.
Terkini, Garuda juga diberitakan akan melepas seluruh unit armada pesawat Bombardier CRJ-1000 dengan usia rata-rata 6 tahun~ yang diklaim tidak sesuai dengan spesifikasi runway di Asia Tenggara.
Baca juga: AvGeek: Mengenal Armada Pesawat Garuda Indonesia
Kedepannya setelah leasing pesawat saat ini usai, Garuda wajib memilih armada pesawat yang akan digunakan secara teliti. Selain itu, Garuda juga wajib untuk lebih fokus di rute-rute ‘gemuk’ Asia dan Australia dengan menggunakan pesawat efisien.
Kedatangan A330-900neo merupakan pertanda baik dalam proses revitalisasi armada. Sebagai tambahan, berikut contoh pesawat yang saya anggap ideal bagi kondisi Garuda kedepannya:
Airbus A321neo LR
A321neo LR memiliki keunggulan seperti:
- Pesawat single aisle Airbus terlebar
- Konfigurasi pintu baru sehingga maskapai bisa membawa hingga 240 penumpang sekaligus
- Fitur kabin Airspace yang membuat pengalaman terbang lebih nyaman
- Peningkatan Maximum Take Off Weight (MTOW) sebesar 97 ton
- Penambahan Centre Fuel Tank (ACT) ketiga yang menambah jarak tempuh pesawat menjadi 7.400 km atau 4.000nm
Versi modifikasi ekstrim dari keluarga A320 ini bisa menempuh seluruh rute Asia dan Australia dengan konfigurasi penumpang yang ideal.
Garuda juga bisa mengikuti jejak maskapai lain dalam memasang kursi lie-flat di Business Class narrow body A321.
787-9 Dreamliner
Terdapat wacana pembelian unit pesawat Boeing 787-9 Dreamliner oleh Garuda Indonesia. Namun sepertinya rencana tersebut harus tertunda saat ini, terutama setelah pembatalan pembelian Boeing 737 MAX 8 oleh Garuda Indonesia.
Pesawat tersebut dipandang sebagai armada masa depan oleh banyak maskapai ternama di dunia. Oleh karena itu, 787 Dreamliner sangat layak untuk dipertimbangkan karena akan bisa membuka rute-rute penerbangan baru bagi Garuda.
Utamakan Kesejahteraan Karyawan
Karyawan, terutama awak kabin adalah frontliner atau muka perusahaan dari Garuda Indonesia. Kebahagiaan karyawan akan terrefleksikan pada pelayanan di lapangan.
Menariknya, Ari Askhara sendiri pernah berkata demikian:
“Fokus kami trasformasi human capital, karena yang paling penting dari service jasa adalah bagaimana kita membuat para pegawai happy, sehingga nantinya membuat pelayanan meningkat kepada penumpang,”
– Ari Askhara, via Kompas
Setelah dipecatnya Direktur Utama Garuda, Ari Askhara, kini mulai bermunculan keluhan dari awak kabin Garuda Indonesia yang memprotes manajemen Garuda.
Ketimbang hanya berbicara manis di depan media, direksi Garuda baru WAJIB memperhatikan kembali kesejahteraan karyawan yang tidak kenal lelah dalam melayani penumpang.
Standarisasi Pelayanan
Standarisasi pelayanan baik dari sisi soft product maupun hard product wajib dilakukan oleh setiap maskapai kelas dunia. Sudah saatnya Garuda melakukan standarisasi produk yang tentunya krusial demi pelayanan yang optimal.
Mengambil contoh hard product kursi Business Class Garuda Indonesia yang berbeda-beda di tiap pesawat berbadan lebar:
- A330-200: B/E MiniPod
- A330-300: B/E Super Diamond
- A330-900neo: Stelia Opal
- B777-300ER: Stelia Solstys
Mempunyai hard product yang berbeda-beda bisa membingungkan bagi penumpang. Misalnya: Penumpang yang mengharapkan kursi Super Diamond tentunya akan kecewa ketika mendapat MiniPod 2-2-2.
Saya sendiri selalu merasa seperti bermain lotere ketika akan terbang di Business Class Garuda Indonesia. Beberapa kali saya mengalami last minute aircraft swap yang sangat-sangat menjengkelkan.
Garuda juga wajib memperhatikan hard product yang terdapat di pesawat Boeing 737-nya. Perlu diketahui jika 52% dari armada Garuda dihiasi oleh Boeing 737 yang merupakan workhorse.
First Class
Produk First Class Garuda memang spektakuler dan seringkali mendapat review yang sangat baik dari blogger internasional.
Mengesampingkan pelayanan yang baik, bagaimana dengan konsistensi dan realibilitasnya? Beberapa tahun lalu, Sam Chui sempat akan terbang di First Class Garuda dari London ke Jakarta, namun akhirnya batal karena pergantian unit pesawat yang tidak memiliki kabin First Class.
Kini, bahkan hanya rute Jakarta – Tokyo (Haneda) dan Denpasar – Tokyo (Narita) yang masih dilayani oleh kabin First Class. Awalnya, 8 dari 10 unit pesawat Boeing 777-300ER Garuda dilengkapi dengan kabin First Class. Saat ini, hanya tersisa 2 pesawat (PK-GIF & PK-GIG) yang dilengkapi dengan First Class.
Saya merasa bahwa First Class Garuda Indonesia masih dipertahankan hingga saat ini hanya sekedar demi ‘memiliki First Class’. Meskipun saya akan kecewa jika First Class dihilangkan, namun secara logis saya tidak melihat adanya alasan kuat bagi Garuda untuk tetap mempertahankan produk tersebut.
Akan lebih baik bagi Garuda untuk fokus dalam meningkatkan pelayanan di Business Class. Nyatanya, semakin banyak maskapai yang menghilangkan First Class dan fokus pada produk Business Class untuk mengoptimalkan pengeluaran.
Rombak Program GarudaMiles
Loyalty program tentunya sangat krusial bagi tiap maskapai dalam mempertahankan loyalitas. Frequent flyer program yang baik dan menarik tentunya secara otomatis akan menarik minat masyarakat untuk mengumpulkan miles yang berujung pada revenue perusahaan.
GarudaMiles memang bukan sebuah program yang sempurna, terutama di mata points enthusiast:
- Sering bembuat perubahan tanpa adanya himbauan terlebih dahulu (contoh: devaluasi 20% dadakan)
- Perlunya mendatangi kantor Garuda untuk mengurus hal-hal kecil (contoh: upgrade status menggunakan GarudaMiles)
- Tidak bisa mengakses inventory award maskapai SkyTeam secara online (wajib mengisi formulir di kantor pusat Garuda Indonesia)
- Tingginya surcharge untuk award flight internasional
- Buruknya benefit untuk member elite GarudaMiles
Banyak sekali area yang wajib dibenahi oleh GarudaMiles. Namun setidaknya jika masalah yang saya sebutkan diatas bisa diatasi, GarudaMiles akan menjadi lebih compelling dan atraktif.
Lalu, seringnya Garuda dalam mengadakan promo seperti diskon 50% penukaran miles saya rasa bukanlah pertanda baik bagi perusahaan (meskipun sangat disambut baik oleh penumpang). Hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa terdapat banyak GarudaMiles yang ‘tertimbun’ di masyarakat.
Penutup
Artikel ini saya tulis untuk menyampaikan pendapat saya terhadap situasi Garuda Indonesia saat ini. Sering terlintas di pikiran saya, “Apa hal yang bisa saya banggakan dari Garuda saat ini?”. Mungkin untuk saat ini jawabannya adalah tidak ada. Namun, semoga perombakan direksi ini bisa menjadi sebuah awal yang positif bagi Garuda.
Saya yang bangga menjadi orang Indonesia tentu saja menginginkan yang terbaik untuk Garuda. Semoga segala hal yang menimpa Garuda beberapa tahun ini bisa menjadi pembelajaran berharga kedepannya.
.
Nice article Pinterpoin! kapan lagi ada media yang disamping mengkritik tapi juga memberi solusi dan saran, semoga mangement garuda bisa membaca artikel ini yang cukup mewakili suara segenap pelanggan loyal garuda.
Vandy,
Terima kasih ๐
Super sekali.. saya sangat sependapat dengan artikel di atas.. bagi saya Garuda Indonesia merupakan maskapai kebanggaan Indonesia maka perlu sekali diadakan perombakan besarโan agar bisa menjadi maskapai yang namanya minimal Masuk 3 besar di Asia terlebih dahulu..
Saya sendiri sudah mulai kecewa dengan maskapai ini dengan cara saya sdh tidak mulai lg mengumpulkan garuda miles dari tahun ini.. karena surcharges yang mahal dibandingkan maskapai lain dan lainโ..itu pun sudah saya ungkapkan pada sosial media saya(Instagram)..
Saya sangat berharap dengan pimpinan baru yang terpilih nanti dapat memberikan harapan utk Garuda dapat terbang tinggi di Asia bahkan dunia..
Bener bro.. Surcharge untuk international flight terlampau tinggi.. Beda jauh sama SQ.. Mudahan jajaran direksi bisa lihat keluhan kita dan segera dirombak..
Tamuji,
Semoga saja Garuda bisa menjadi lebih baik ๐
Saya pernah nonton tentang marjin operational income di airline itu terbesar dari first class dan business class (dengan menggunakan contoh airlines amerika).
Saya rasa tidak sulit untuk Garuda mencapai hal tersebut apabila mempunyai GCG (Good Corporate Governance) dan etika bisnis yang baik.
Penduduk Indonesia lebih banyak, orang berduitnya juga tidak kalah sama negara tetangga kok.
Saya malah curiga, arogansi GIA terhadap youtuber Rius Vernandes itu juga merupakan keputusan dari Dirut AA itu sendiri.
Such a shame sih, apalagi sudah banyak berita dan wawancara mengenai sang Dirut dengan “mistress”nya.
Menurut saya kasus Rius itu membuka bobroknya GA. Kenapa bisa menu nya nga ada? Mungkin kah menu yang disajikan nga sesuai dengan apa yang tertulis di menu?
Kalau nga salah ingat di ending video itu, bule nya komen kalo mereka kehabisan wine. Kok bisa kehabisan wine? Berapa botol yang dibuka? Berapa yang di budget kan?
Lagi ngikutin di Twitter kalau AA punya simpenan ani2 pramugari based di Makassar, sampe bayarin oplas, dll. *LOL.
Garuda and all its drama never cease to amaze me
Pertama2 article ini sunguh berbobot Dan in depth. Banyak detail yg saya belajar Dan baru mengerti. Semoga ada news website yg meminta izin sama Bro Vincent untuk di republish.
Semoga article2 Dr PP di tahun kedepan semua jg kualitas seperti ini Dan Jangan hanya mengejar kuantitas. (Tentunya Kecuali article2 yg meng-inform promo Terbaru yg Memang hanya sifat nya informasi. Contoh: promo 50% off penukaran Garuda miles)
Soal Garuda, ini tidak lari dari pemikiran pemimpin2/direksi2 yg merasa perusahaan BUMN tidak perlu ada ACCOUNTABILITY. Itu lah yg terjadi bahkan di bank negara seperti BNI/mandiri di mana Mereka tidak bekerja maksimal. Mereka yg seharusnya di backing oleh pemerintah Justru kalah bersaing dalam soft/hard products dengan bank2 swasta lain.
Di Karena kan ada kecendrungan penutupan2 seperti kasus Pak Ari yg begitu banyak scandal tapi tidak langsung di copot posisi nya dari awal. Posisi Mereka pun tidak didapatkan Karena kompetensi Mereka, namun Karena koneksi Dan favoritism. Alhasil di pimpin oleh seseorang yg tidak kompeten. Intinya tidak ada CHECK & BALANCE.
Menurut saya, yang harus pertama dilakukan itu Garuda mencari jati diri nya. Nga semua maskapai harus Business oriented (seperti SQ). Semua balik lagi ke jari diri maskapai tersebut. BA menerbangakan widebody antara LHR-MAD, walaupun penumpang sepi, tapi lambung penuh. DPS juga bukan rute business tapi SQ terbang 4x sehari.
Rute London di buka pada jaman Emir Satar, karena mau ngambil segment Kangaroo route. Tapi pada pelaksanaanya banyak kendala. Runway di CGK nga bisa dipakai daily untuk full load B777 yang bikin SYD-CGK-LHR tidak bisa tercapai.
Untuk kesejahteraan karyawan, menurut saya krew GA cukup manja. Saya pernah naik pesawat ke JOG jam 12 dari CGK. Begitu sampai, saya lihat krew dijemput mobil Novotel. Asumpsi saya, mereka bakal bermalam. Padahal CGK-JOG hanya penerbangan 55 min. Kenapa mereka tidak kembali ke base (CGK)? Penghematan seperti ini yang harus dilakukan Garuda.
Halo Bro Vincent,
Boleh minta tips cara ngecek jadwal dan rute pesawat garuda yang tipe business classnya super diamond seat? Thank you.