Setelah menikmati sensasi mandi di Etihad first class dari Abu Dhabi (AUH), saya melanjutkan perjalanan ke New York/Newark (EWR) dengan British Airways first class.
Ini adalah penerbangan ke-10 dari seri 26 penerbangan saya dalam rangka double round the world saya di bulan Maret dan April 2024.


Ini merupakan segmen yang paling bermasalah (dan termahal) dalam perjalanan kali ini, di mana saya memesan tiket ini melalui WhatsApp Cathay Pacific 1 hari sebelum penerbangan dengan membayar 100.000 Asia Miles + biaya dan pajak HK$5.193 (~Rp10.500.000).
Penerbangan ini sendiri senilai Rp222.300.000 (harga sekali jalan saat dipesan kapanpun) kalau dipesan dengan uang tunai, jadi saya mendapatkan valuasi penukaran Rp2.118/mile, 14x lipat valuasi Asia Miles menurut PinterPoin.
Sebelum Berangkat
Saya melakukan check-in di Muscat (MCT) di hari sebelumnya, di mana tas saya di-tag terus sampai ke New York/Newark (EWR).

Berikut pas naik (boarding pass) untuk penerbangan kali ini, yang dicetak ulang saat di London (LHR).

Setelah sebelumnya terbang dengan Etihad first class “The Apartment” dan melakukan pemeriksaan keamanan transit, saya tiba di area transit bandara London (LHR) terminal 5.

Anda mungkin mengira lounge first class British Airways merupakan lounge yang ditandai, well, lounge first class, tapi bukan – di British Airways lounge “first class” (baca: Galleries First) ditujukan untuk penumpang anggota elit Oneworld Emerald yang tidak terbang di first class maupun penumpang first class maskapai rekanan, mirip seperti SilverKris First Class Lounge di Singapura (SIN).

Penumpang British Airways first class dari London (LHR) terminal 5 sendiri bisa masuk ke Concorde Room, lounge eksklusif British Airways yang wajib memiliki ulasannya sendiri. Lounge ini bisa diakses di ujung kanan area pemeriksaan keamanan, atau dari dalam melewati Galleries First apabila Anda memulai perjalanan dari London (LHR).

45 menit sebelum jadwal penerbangan saya turun dari Concorde Room ke gerbang A10. Gerbang ini merupakan salah satu gerbang bus di bandara London (LHR), jadi alih-alih naik pesawat dari garbarata gerbang B atau C (lebih umum untuk penerbangan jarak jauh) saya tidak perlu berjalan terlalu jauh dari lounge.

Gerbang busnya sendiri digunakan untuk 3 penerbangan sekaligus, termasuk juga penerbangan ke Chicago (ORD) yang sama-sama menggunakan pesawat berukuran cukup besar.

Area untuk proses pemeriksaan boarding pass sendiri cukup sempit dan tidak terlalu rapi, jadi saya saat itu belum bisa memanfaatkan prioritas naik pesawat.

Teorinya bus yang digunakan merupakan bus “premium”, namun terasa tidak ada bedanya dengan bus normal karena diisi sampai penuh (karena apa itu penumpang premium – sangat jauh dibandingkan dengan pelayanan Garuda Indonesia atau Lufthansa first class saat di darat).

Bus mengantarkan kami ke tempat parkir 541, yang merupakan tempat parkir paling ujung di sebelah terminal 5 pier B. Pesawat yang membawa kami ke New York/Newark (EWR) hari itu adalah pesawat Boeing 777-200ER yang saat itu sudah berumur 25 tahun.

Proses naik pesawat dilakukan melalui tangga, dan (pelitnya) semua penumpang naik melalui 1 tangga di pintu kedua.

Setelah menaiki tangga saya pun disambut oleh awak kabin sebelum kemudian diantar ke kursi.

Di Dalam Penerbangan
Perkenalan Kursi
Kabin British Airways first class di pesawat ini terdiri dari 8 kursi dengan susunan 1-2-1.

Saya tiba di kursi 1F, kursi first class suite terbuka lorong non-jendela dalam konfigurasi reverse herringbone. Saya tahu ini sebagian salah saya karena memesan tiket H-1 (dan percayalah, saya tidak mau juga terbang sependek ini kalau bukan karena jadwal saya yang “terkunci”), tapi ini yang tersisa, jadi saya sebisa mungkin membuat ulasannya.

Suite ini memiliki 1 kursi yang berukuran besar untuk standar kelas bisnis, namun cukup sempit untuk ukuran kursi first class internasional. Berbeda dari Qantas atau Cathay Pacific first class yang menggunakan konfigurasi reverse herringbone 1-1-1, British Airways dan sohib kentalnya American Airlines first class menggunakan konfigurasi reverse herringbone 1-2-1 yang jauh lebih sempit, walaupun sudutnya memang tidak semiring di kelas bisnis sehingga masih lebih luas.

Ruang kaki di kursi ini cukup luas, tapi lebarnya relatif lebih sempit karena konfigurasi reverse herringbone. Sesuai standar di first class, ottoman di kursi ini bisa dijadikan kursi pendamping untuk makan bersama.

Uniknya ottoman kursi ini adalah fitur untuk menurunkan ottoman menjadi sandaran kaki.

Kantong bacaan dapat ditemukan di sebelah ekstensi ottoman.

Stopkontak AC tersedia di bawah kantong bacaan, tepatnya di balik ekstensi ottoman, sehingga cukup jauh untuk dijangkau dari tempat duduk utama.

Sama seperti di kelas bisnis Cathay Pacific, layar perlu dibuka dulu sebelum dapat ditonton dengan sudut yang nyaman. mekamisme ini diperlukan karena adanya kursi sekaligus ottoman di satu sisi, namun di sisi lain area ujung kursi sendiri sudah cukup sempit mengingat konfigurasi kursinya. Di sebelah layar sendiri terdapat lampu yang bisa diatur tingkat pencahayaannya.

Di antara 2 kursi di sisi tengah kabin terdapat partisi yang berbentuk seperti gorden.

Alternatifnya, apabila saya duduk di kursi jendela, jendelanya dapat dibuka tutup secara elektrik.

Di sebelah sandaran tangan terdapat kendali kursi yang sangat sederhana untuk ukuran first class – percayalah, pengaturan rebah yang hanya bisa diatur secara keseluruhan (dengan memutar kontrol lingkaran di tengah) terasa seperti di kelas bisnis Singapore Airlines Boeing 737 MAX 8.

Tepat di sebelah kursi terdapat permukaan datar yang cukup luas dan bisa berfungsi sebagai meja sementara

Remote dan stopkontak USB maupun headphone bisa ditemukan di panel yang tepat di balik dinding ottoman kursi di belakang. Apabila Anda perhatikan, umur remote dan stopkontaknya sudah tidak bisa dibilang muda lagi.
Kedua sisi kursi sendiri dilengkapi dengan sayap untuk privasi.
Seperti di berbagai produk first class lain, terdapat lemari untuk menaruh baju – memang tidak sebesar di Singapore Airlines Suites atau Cathay Pacific first class yang bisa sampai muat koper, tapi sudah cukup untuk menaruh jas atau tas laptop.
Kursi ini memiliki meja lipat yang berukuran cukup besar dan, karena kursinya bisa diduduki oleh 2 orang, relatif memanjang.

Bacaan di pesawat ini hanya terdiri dari kartu petunjuk kesemanatan dan kantong mabuk udara polos.

Tradisi mewajibkan saya untuk selfie di kursinya. Apabila melihat dari foto ini, Anda mungkin akan mengira kursi ini di antara kelas bisnis dan first class pada umumnya, dan memang terasa seperti itu.
Penerbangan
Di kursi sudah tersedia 2 jenis bantal.

Begitu tiba, Demi sebagai satu dari 2 awak kabin di penerbangan kali ini menawarkan minuman selamat datang (welcome drink). Sesuai tradisi, saya memilih sampanye Lanson Noble Brut Vintage 2005, yang dipasangkan dengan kacang.
Anda yang sudah mengamati British Airways first class sejak lama mungkin familiar dengan sampanye Laurent Perrier Grand Siecle (sampanye sama di Lufthansa dan Thai Airways first class), namun saat saya terbang sampanyenya sudah diganti.

Handuk panas diberikan beberapa menit kemudian.

Selain selimut ringan dan headphone noise-cancelling, saya juga disediakan alas kaki dan baju tidur dari Temperley. Tekstur baju tidurnya memang sedikit kasar, tapi entah kenapa kadang masih saya gunakan juga 😮

Headphone di kabin first class disediakan oleh Meridian, yang kualitasnya cukup baik namun tidak spesial dan fitur noise cancelling-nya meninggalkan suara yang bisa didengar.

Tak lupa tentunya menu makanan untuk penerbangan kali ini.
Video petunjuk keselamatan seperti biasa ditampilkan. Apabila Anda perhatikan, kualitas gambarnya bisa dibilang cukup buruk di layar ini.

Kurang lebih 5 menit setelah lepas landas lampu diubah menjadi relatif terang untuk persiapan makan sore.

Sambil menunggu makan sore mulai disajikan, saya melihat sekilas layar hiburannya, yang bisa dikendalikan dengan remote.

Salah satu efek dari kursi yang sudah berumur adalah peta penerbangan yang entahlah sudah berumur berapa tahun. British Airways sendiri memiliki kursi first class baru dan bahkan kelas bisnis di pesawat ini pun lebih modern, walaupun kali ini sialnya saya belum mendapatkan kursi baru tersebut.

Makan sore dimulai dengan canape, yang ditemani dengan sparkling water dari Harrogate Spring Water.

Di penerbangan ini saya memilih souffle sebagai pembuka. Sup sendiri ditawarkan sebagai salah satu opsi pembuka, dan sialnya saya tidak meminta itu sebagai course terpisah sebelum hidangan utama.

Opsi yang sangat klasik ketika terbang di kelas premium adalah steak, yang kali ini muncul dalam bentuk kumpulan iga domba (lamb rack). Iga domba tersebut saya pasangkan dengan kentang dan sedikit sayur, yang disajukan terpisah dari hidangan utama.

Entah kenapa saya memutuskan untuk memilih penutup buah potong, lalu kemudian langsung tidur.

Kantuk memaksa saya untuk mendadak mengakhiri hidangan makan sore kali ini (lebih tepatnya, langsung tertidur setelah penutup), yang berakhir 2 jam 30 menit setelah lepas landas.
Berikut hidangan makan sore penerbangan kali ini:
- Canape: Piring variasi kudapan (dipilih):
- Rillette ikan trout dari Hampshire dengan sawi merah,
- Prosciutto dengan asparagus dan krim truffle,
- Zukini isi keju feta kocok dengan kacang tusam,
- Pembuka: Pilih dari:
- Lobster marinasi dengan alpukat tumbuk dan saus Marie Rose taragon,
- Bebek asap dan akar seledri panggang dengan buah tin, keju pecorino, dan creme fraiche berbumbu,
- Souffle servil dan keju ricotta dengan saus lemon dan zukini (dipilih), atau
- Sup zukini dan basil dengan zukini panggang,
- Hidangan utama: Pilih satu dari:
- Kumpulan iga domba dari Wales dibalut rempah-rempah dengan variasi sayuran dan jus domba (dipilih),
- Wellington daging ayam dengan jamur cincang yang mengandung truffle, labu panggang, dan saus krim lada,
- Ikan gerit panggang dari Inggris barat daya dengan zaitun hitam, kentang krim, kaper, dan saus mentega putih dengan mustard dan lemon, atau
- Pasta mezzaluna dengan keju burrata dan terong asap,
- Pendamping hidangan utama: Pilih dari:
- Kentang gratin, brokoli batang panggang, dan variasi wortel panggang (dipilih), atau
- Salad campuran daun dengan saus dressing,
- Roti: Variasi roti, disajikan dengan mentega dan minyak zaitun,
- Penutup: Pilih satu dari:
- Fondan coklat dingin dengan karamel asin,
- Kue rhubarb panggang dan almond dengan es krim krim asam dan kustar jahe,
- Es krim vanilla, disajikan dengan topping, pilh dari:
- Raspberry,
- Saus coklat,
- Bola-bola kecil putih renyah, atau
- Serutan coklat,
- Variasi buah potong (dipilih),
- Piring keju: Variasi keju berikut, disajikan dengan biskuit, catni plum, anggur, dan aprikot:
- Keju cheddar Inggris “Rock Star“,
- Keju merah Inggris “Orsom Leicester Vintage“,
- Keju kambing Perancis “Melusine Goat“, dan
- Keju stilton Inggris “Long Clawson“,
- Minuman: Bervariasi, alkohol maupun non-alkohol.
Secara keseluruhan layanan makan sore kali ini sedikit di bawah ekspektasi awal saya. Walaupun makanannya sendiri secara keseluruhan tidak buruk, pilihan makanan di penerbangan kali ini terasa lebih seperti comfort food standar kelas bisnis alih-alih first class. Selain itu, presentasi hidangannya sendiri juga terasa sangat ala kadarnya dan lebih seperti makanan yang langsung dioven lalu disajikan seperti di kelas bisnis jarak pendek (lihat saja kentang dan sayur di hidangan utama).
Pelayanan makan sore sendiri juga bisa dibilang tidak lebih baik. Saat memesan makanan awak kabin memanggil saya dengan, “Hi Eric” (ya, tanpa pak); saya memang belum setua itu dan tidak masalah dipanggil dengan nama saja, tapi tentu sedikit lebih wajar mengingat kabinnya 😀 Selain itu, begitu canape saya habis piringnya langsung diambil tanpa ditawarkan, yang kembali lagi membuat makan sorenya terasa sedikit diburu-buru dan ala kadarnya.
Saya tidur selama kurang lebih 4 jam dalam keadaan kursinya hanya rebah (dan bukan karena kursinya enak, tapi karena terlalu lelah setelah sebelumnya terbang berturut-turut dari Bengaluru (BLR) via Mumbai (BOM), Muscat (MCT), Abu Dhabi (AUH), dan London (LHR), dan kemudian saya dibangunkan oleh pemberitahuan bahwa pesawat akan sesaat lagi mulai turun ke New York/Newark (EWR).
Saya bergegas menuju ke kamar kecil untuk ulasan wajib, yang nampak seperti di kelas ekonomi (sangat jauh dibandingkan dengan di Singapore Airlines first class, padahal sama-sama Boeing 777). Apabila Anda perhatikan dengan teliti, desain keran di wastafel sudah cukup menggambarkan umur pesawat ini.


Sesuai standar di British Airways first class, amenity di kamar kecil menggunakan amenity dari Elemis.

Saya tentu memiliki tanggungjawab untuk mencoba layanan hidangan sebelum mendarat, jadi begitu bangun saya memesan sandwich dan air mineral, yang disajikan dengan tomat isi keju.

Berikut menu kudapan untuk penerbangan ini:
- Pembuka: Pilih dari:
- Salad udang galah dengan selada dan saus krim jamur Tabasco,
- Sashimi semangka dimarinasi kecap dengan salad wakame marinasi dan rumput laut, edamame, acar lobak, dan wortel dengan bubuk cabe Jepang, atau
- Salad dedaunan dengan saus dressing,
- Hidangan utama: Pilih dari:
- Sandwich steak has dalam dari Skotlandia dengan keju cheddar, bawang bombay dikaramelisasi, dan tomat panggang isi salad kubis (dipilih), atau
- Pasta cappellacci isi ricotta dan truffle dengan steak jamur portobello, bayam layu, dan saus krim truffle,
- Penutup: Panna cotta markisa
- Minuman: Bervariasi, alkohol maupun non-alkohol
Saya mengerti juga ini lebih karena keterbatasan waktu (dan sialnya, karena ini penerbangan sore ke malam tidak ada layanan afternoon tea tradisional), namun kembali lagi, kudapan kali ini juga nampak seperti opsi yang “asal ada sebelum antre imigrasi”. Ingat, kalau penerbangan dengan jarak serupa bisa memberikan hidangan yang lebih menarik (mau versi Asia atau Eropa), kenapa tidak penerbangan ini?
Kembali lagi ke penerbangannya. Saya mungkin tidak fair karena hanya menunjukkan kursinya dalam keadaan tanpa bedding, tapi berikut kursinya sebagai gambaran ukurannya.

Untuk keperluan review, ruang kaki saat kursinya direbahkan penuh cukup lega mengingat ada ekstensi ottoman di samping, walaupun kembali lagi, tidak selebar kursi first class yang sepenuhnya menghadap ke depan.

Saya juga menyempatkan diri untuk melihat hiburannya, yang sayangnya relatif terbatas.



Layar yang sudah berumur tidak mempermudah saya untuk mengatur musik (paling tidak belum separah di Air India, tapi itu standar yang mungkin terlalu rendah).

Kabin dipersiapkan untuk mendarat kira-kira 15 menit sebelum tiba di New York/Newark (EWR), dan selain diperiksa standar, tidak ada interaksi apapun lagi.

Setelah tiba di New York/Newark (EWR) terminal B kami menunggu sebentar sebelum akhirnya turun melalui garbarata.

Kedatangan
Begitu tiba di bandara New York/Newark (EWR), saya diarahkan menuju koridor yang mengarah ke area pemeriksaan imigrasi.

Saya sialnya mendapatkan pemeriksaan tambahan selama beberapa menit (nampaknya ke Amerika Serikat 1 malam hanya untuk “mencoba first class“, apalagi setelah sebelumnya sempat menumpang tidur di Los Angeles demi Qantas first class, bukan alasan yang masuk akal, walaupun itu yang saya lakukan), walaupun setidaknya setelah itu saya masih bisa masuk. Sesuai “standar” di Amerika Serikat (dalam arti, itu pengalaman saya saat beberapa kali ke sini), antreannya pun juga memakan waktu 1 jam.

Seperti saat saya terbang di Qantas maupun Lufthansa first class masuk ke AS, status saya sebagai pengunjung “kelas terakhir” (baca: pemeriksaan paling lama; tanpa Global Entry maupun status penduduk tetap) membuat saya tidak bisa merasakan bagasi prioritas.

Koper check-in saya dari Baller sudah menunggu dengan tag prioritas dan transfer dari Etihad.
Tak ingin berlama-lama lagi, saya melanjutkan perjalanan keluar dari area kedatangan internasional.

Area kedatangan internasional sendiri keluar menuju area kedatangan domestik, dan dari situ saya tinggal pergi keluar untuk bertemu sejenak dengan Vincent (sialnya dalam keadaan mengantuk setelah 10x terbang dalam 6 hari).

Penutup
Kalau Anda sampai sekarang masih percaya bahwa British Airways first class menjual kemewahan, Anda salah besar.
Produk British Airways sendiri bisa dibilang ada tepat di tengah-tengah kelas bisnis premium dan first class yang benar-benar berkualitas tinggi, jadi walaupun lebih baik dari Air India first class, tentu tidak fair untuk membandingkan dengan, misal, Japan Airlines first class, Etihad first class “Apartment”, atau Singapore Airlines Suites.
Kalau begitu, apa yang dijual oleh British Airways first class?
- Penerbangan yang cukup nyaman (tekankan di kata cukup; dalam arti, tidak seburuk itu sampai Anda pindah ke Lufthansa, Swiss, atau Air France, tapi bukan sesuatu yang akan Anda kejar sampai ujung dunia kecuali Anda segila saya),
- Nuansa Inggris yang sangat kental, tapi yang lebih penting
- Slot penerbangan nonstop (+ ketersediaan award berlimpah) dari/ke salah satu bandara terpadat di dunia.
Apabila kita melihat dari 3 sudut tersebut, betul, British Airways sudah memenuhinya. British Airways first class bisa dibilang merupakan salah satu produk first class yang paling banyak tersedia untuk ditebus dengan miles, dan sebagai salah satu maskapai yang paling banyak menawarkan produk first class di dunia tentu sudah sangat berpengalaman dalam hal menyediakan layanan first class.
Masalahnya, dengan miles, pajak keluar Inggris, dan fuel surcharge yang mahal, penerbangan ini terasa kurang worth it, apalagi dengan harga “normal”-nya yang selangit. Produk British Airways first class sendiri, baik kursi, amenity, maupun pelayanan, bisa dibilang ala kadarnya dan lebih seperti first class sederhana alih-alih masuk dalam salah satu first class terbaik di dunia. Selain itu, adanya kupon upgrade gratis bagi anggota elit British Airways membuat British Airways first class sedikit banyak terasa seperti produk yang ditujukan bagi penumpang upgrade alih-alih yang membayar penuh (ini mengingatkan saya akan domestic non-premium first class United yang saya coba beberapa waktu lalu).
Saya hanya menyarankan British Airways first class dalam 3 kasus:
- Anda memang perlu terbang di kelas premium nonstop dari London (daripada tanggung di kelas bisnis, dengan fuel surcharge yang sama lebih baik terbang di first class; tapi kembali lagi selalu ada United Polaris Business atau Singapore Airlines first class yang bebas fuel surcharge),
- Anda bisa berangkat dari Inverness (INV) atau kota lain di luar Inggris untuk menghindari pajak keluar Inggris, atau
- Sebagai opsi backup sambil menunggu ketersediaan Lufthansa first class yang baru buka H-3.