Flight Review: American Airlines "Flagship" First Class Boeing 777-300ER Dallas - London

Flight Review: American Airlines “Flagship” First Class Boeing 777-300ER Dallas – London

Setelah puas makan siang di American Airlines Flagship First Dining Dallas, selanjutnya saya akan terbang dari Dallas menuju ke London Heathrow dengan produk (seharusnya) terbaik dari American Airlines yaitu Flagship First International di pesawat Boeing 777-300ER.

Penerbangan ini merupakan bagian dari perjalanan “Round the World” pulang ke Indonesia.

Perlu diketahui bahwa American Airlines akan mengeliminasi produk “first class premium” di akhir tahun 2024 ini. Kebetulan, first class American Airlines merupakan servis first class internasional terakhir dari maskapai Amerika Serikat.

Kemungkinan besar, penerbangan ini adalah yang terakhir bagi saya untuk menaiki produk first class internasional dari maskapai Amerika Serikat.

Sayangnya, pengalaman terbang kali ini benar-benar memberikan kesan kepada saya bahwa American Airlines sudah tidak peduli dengan produk first class-nya. Bahkan, dari pengalaman ini, saya 100% setuju dengan rencana American Airlines untuk fokus berinvestasi di produk business class yang baik ketimbang memiliki produk first class yang sangat jauh dibawah standar.

Anda ingin tahu berapa harga tiket penerbangan ini jika dibayar dengan uang? Sudah siap?

teks, cuplikan layar, Font, software

Saya berani berargumen bahwa produk first class American Airlines jauh lebih buruk ketimbang produk business class maskapai Asia Tenggara pada umumnya. Jika saya membayar dengan uang untuk penerbangan ini, penyesalan seumur hidup pastinya menanti.

Total, saya menukarkan 155.000 miles American Airlines + US$94.30 untuk penerbangan berikut:

  • American Airlines First Class Boeing 777-300ER di rute Dallas – London
  • Etihad Airways First Class “Apartment” A380-800 di rute London – Abu Dhabi
  • Etihad Airways Business Class A320 di rute Abu Dhabi – Doha
  • Qatar Airways Business Class “Qsuite” Boeing 777-300ER di rute Doha – Jakarta

Boarding

Penerbangan ini menggunakan gate D23 yang kebetulan bersebelahan dengan The Flagship Lounge.

Proses boarding sendiri cukup efisien mengingat Dallas merupakan hub utama dari American Airlines. Penumpang dengan kebutuhan khusus dipersilahkan untuk memasuki pesawat paling pertama diikuti dengan anggota ConciergeKey dan kemudian penumpang first class.

American Airlines Flagship First Dallas – London
  • Nomor Penerbangan: AA20
  • Jenis Pesawat: Boeing 777-300ER
  • Registrasi Pesawat: N729AN
  • Rute: Dallas (DFW) – London (LHR)
  • Tanggal: Senin, 15 Januari 2024
  • Waktu: 03.44pm (Dallas) – 06.08am (London)
  • Durasi Penerbangan: 8 jam 24 menit
  • Kursi: 2J

Kursi

Usai menunjukkan boarding pass, saya langsung diarahkan ke kiri untuk menuju ke kabin first class.

Sebelum penerbangan ini, saya sudah pernah terbang di kursi first class Boeing 777-300ER American Airlines di rute domestik New York JFK – Miami beberapa bulan sebelumnya. Bisa dibilang, saya sudah cukup familiar dengan kursi yang unik dari American Airlines ini.

Terdapat 8 kursi first class di pesawat Boeing 777-300ER, yang mana merupakan pesawat flagship American Airlines. Hal pertama yang selalu dikeluhkan oleh orang adalah minimnya privasi. Ironisnya, kursi business class di belakang kabin first class menawarkan privasi lebih.

Saya memilih kursi 2J yang terletak di kanan belakang kabin, yang mana menawarkan privasi lebih karena lalu lintas pejalan kaki yang lebih sedikit.

Flight Review: American Airlines "Flagship" First Class Boeing 777-300ER Dallas - London

Sandaran tangan (armrest) kursi ini bisa dinaik-turunkan sesuai posisi kursi.

Kekurangan lain dari kursi ini adalah minimnya area penyimpanan sehingga dalam kasus saya, barang harus berserakan di meja dan ottoman.

Usai lepas landas, tirai pemisah antar kabin dibentangkan dan saya cukup heran ketika menoleh kebelakang.

American Airlines menggunakan tirai yang tembus pandang sehingga menghilangkan kesan ekslusif dari kabin first class. Jika kebetulan ada penumpang yang duduk di kursi business class 3G, maka penumpang tersebut akan bisa mengobservasi kegiatan saya selama penerbangan 😉

Menunggu di kursi, terdapat amenity kit dari Shinola berisikan produk D.S. & Durga, headphone Bang & Olufsen, bedding dan menu untuk penerbangan. Sandal juga sudah tersedia, diletakkan di bagian bawah.

Kursi ini mempunyai fitur unik dan juga satu-satunya di dunia, yaitu bisa diputar 90 derajat menghadap ke jendela untuk dijadikan meja kerja atau “office in the sky.”

Dikarenakan lupa untuk memfoto, saya menggunakan foto sebelumnya di rute domestik New York JFK – Miami, dimana saya mencoba untuk bermain dengan fitur kursi swivel tersebut:

Servis

Setelah duduk, Shawn, datang membawakan handuk panas dan kemudian kembali dengan menawarkan pilihan pre-departure beverage berupa champagne, air putih dan jus jeruk. Saya memilih segelas air untuk hidrasi sebelum penerbangan.

Sebelum lepas landas, Shawn kembali untuk mengambil pesanan makan siang sehingga bisa disajikan sesaat setelah take off.

Dari observasi saya, servis dari para kru di penerbangan ini cenderung dingin seperti penerbangan maskapai Amerika Serikat pada umumnya. Contohnya:

  • Setiap kru tidak menyapa penumpang dengan nama seperti produk first class in general

  • Setiap kali menyajikan makanan atau membawakan minuman, tidak ada sapaan atau senyuman

  • Melihat saya mencopot jaket, kru tidak menawarkan untuk mengambil & menyimpankan jaket, akhirnya saya menyimpan jaket di overhead compartment sendiri

Untuk standar first class dan dengan banderol harga yang setinggi langit, tentunya hal tersebut tidak bisa diterima.

WiFi tersedia pada penerbangan ini dengan harga yang reasonable, yakni US$29.00 untuk 2 jam atau $35.00 untuk sepanjang penerbangan. Saya memilih untuk disconnected (sesekali) agar bisa beristirahat.

Sesuai ekspektasi saya, makanan di pesawat sangat jauh dibawah standar sehingga ide saya untuk makan kenyang di Flagship First Dining Dallas terasa sangat cemerlang. Berikut menu pada penerbangan ini (klik untuk memperbesar):

Secara mengejutkan, American Airlines sudah tidak menyediakan menu untuk wine. Ketika saya menanyakan merk wine/champagne kepada Shawn, beliau hanya menyebut “I have red, white and champagne”.

Ketika saya mengonfirmasi ulang, beliau segera ke galley untuk mengambil botol champagne, yang menurut ekspektasi saya adalah Laurent-Perrier Grand Siècle, tapi ternyata sudah di-downgrade jauh menjadi Ernest Rapeneau!?

Sekilas informasi, champagne ini sempat digunakan oleh Singapore Airlines untuk kabin premium economy!

Ketika melihat botol tersebut, barulah tersentak di benak saya kenapa American Airlines berhenti menyediakan menu wine untuk first class. Anyway, ekspektasi saya sudah rendah sehingga saya moved on dengan cepat dan bersiap untuk kecewa dengan makanan yang akan datang.

Berikut makanan yang saya pesan selama penerbangan ini:

  • Small Plates: Grilled Cajun Shrimp with Pesto & Seasonal Greens
  • Salad: Seasonal Greens
  • Soup: Sweet Potato & Cauliflower
  • Main Plates: Grilled Salmon & Crab Cake
  • Desserts: Traditional Ice Cream Sundae

Salad dan udang datang dalam kondisi fresh, namun rasanya sendiri cukup hambar.

Hidangan sup yang lumayan enjoyable dengan potongan kembang kol yang garing.

Tekstur salmon sedikit rubbery dan presentasi makanan utama tidak terasa first class sama sekali.

Setelah makan, saya meminta sebotol air kemasan untuk berjaga-jaga saat tidur agar tidak kehausan.

Untuk breakfast nantinya, saya memilih Traditional American Breakfast yang terasa seperti breakfast hotel Amerika pada umumnya.

Karena naik pesawat dengan ekspektasi rendah, jujur saya tidak merasa kecewa sama sekali.

Seperti dugaan saya dari awal, makanan di first class American Airlines sangat medioker jika dibandingkan dengan makanan di produk business class maskapai Asia sekalipun.

Bed Mode

Setelah selesai makan, saya segera meminta turndown service untuk mengubah kursi saya menjadi kasur. Sekembalinya dari lavatory, berikut penampakan kursi saya setelah turndown service:

Anehnya, kursi saya tidak langsung dibentangkan, melainkan hanya dipasangkan duvet.

Perhatian saya juga langsung tertuju ke label yang tertempel di kursi, yang awalnya saya kira merupakan label/merk duvet. Ternyata kursi atau mungkin duvet tidak dibersihkan dengan benar dari penerbangan sebelumnya sehingga masih ada sampah label minuman kemasan yang menempel!

Saya cukup heran bagaimana kru kabin yang menyiapkan kursi saya bisa melewatkan label ini. Anyway, saya langsung mengubah posisi kursi menjadi flat bed menggunakan panel pengatur kursi.

Anehnya, kursi ini tidak 100% rata ketika dijadikan full bed mode. Pada saat terlentang, saya merasakan ada bagian kursi yang timbul di area pinggang & pinggul sehingga kursi ini tidak nyaman sama sekali bagi saya senang dengan posisi tidur menyamping.

Akibat jadwal penerbangan yang aneh dan kursi yang kurang nyaman, baru kali ini saya tidak tidur sama sekali di penerbangan first class berdurasi 7 jam keatas.

Penumpang lain juga tidak bisa tidur, contohnya tetangga saya yang memilih untuk menonton hingga tiba di London. Alasan utamanya adalah jadwal penerbangan yang tidak ramah bagi penumpang dari Dallas.

Kira-kira 1-2 jam sebelum mendarat, saya bangun dan memesan segelas cappuccino yang rasanya seperti dibuat dari minuman bubuk kemasan dan kemudian dilanjutkan dengan breakfast. Pada momen ini, saya sudah membayangkan hari saya di London akan terasa sangat melelahkan.

Lavatory

Penumpang first class mempunyai 2 lavatory khusus yang terletak di bagian depan kabin. Tidak ada fitur yang spesial untuk lavatory first class. American menggunakan produk dari D.S. & Durga, sama seperti di amenity kit yang disediakan.

Ketibaan

Seperti yang sudah saya utarakan sebelumnya, selama penerbangan, saya tidak bisa tidur sama sekali. Menariknya, hampir semua penumpang juga tidak tidur selama penerbangan ini.

Penerbangan ini dijadwalkan untuk berangkat pada pukul 15.20 sore waktu Dallas dan tiba pada pukul 06.20 pagi waktu London.

Jika mengacu pada waktu Dallas, maka penumpang akan tiba di London pada tengah malam. Bagi penumpang yang harus segera beraktivitas di London di pagi hari setelah penerbangan, pastinya akan diserang kantuk yang berat. Selama menghabiskan waktu setengah hari di kota London, saya harus mengonsumsi kafein diatas rata-rata.

Sebelum mendarat, kru kabin memberi pengumuman melalui speaker bahwa headset tidak boleh dibawa pulang.

Tidak lama berselang, Shawn datang dan menghampiri satu-persatu penumpang first class untuk mengingatkan bahwa headset tidak boleh dibawa pulang. Lebih buruknya, saya harus mendengarkan hal yang sama selama 4x dikarenakan suaranya yang keras ketika sedang berbicara dengan penumpang di 1G, 1J dan 2G.

Karena lalu lintas yang padat di Heathrow, pesawat harus berputar-putar selama beberapa kali sebelum akhirnya bisa mendarat pada pukul 06.08 pagi waktu London.

Penutup

Menurut pandangan saya, American Airlines Flagship First adalah produk yang tidak dilayak dikategorikan sebagai first class. Kebetulan, penerbangan ini adalah opsi paling praktis bagi saya dan pada saat yang sama juga menghilangkan fuel surcharge untuk penerbangan saya selanjutnya dengan Etihad dan Qatar.

Ekspektasi saya sudah sangat rendah sebelum penerbangan, dan ternyata benar pengalaman yang saya dapatkan memang jauh dibawah standar. Untungnya, saya teralihkan oleh antusiasme yang tinggi karena sehabis ini saya akan terbang di First Class Apartment Etihad di rute London – Abu Dhabi. Stay tuned untuk ulasannya!

Apa pendapat Anda tentang produk Flagship First dari American Airlines?
Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.