Setelah mencoba Japan Airlines first class di pagi hari, malamnya saya melakukan reposition ke Australia dengan Virgin Australia dari Tokyo (HND) ke Cairns (CNS) menggunakan Boeing 737 MAX 8 (737-8) di kelas ekonomi. Penerbangan ini merupakan penerbangan terjauh Virgin Australia setelah melepas semua pesawat berbadan lebar, dan juga salah satu penerbangan terjauh di dunia yang dioperasikan dengan Boeing 737 MAX.
Ini adalah penerbangan ke-13 dari seri 26 penerbangan saya dalam rangka double round the world saya di bulan Maret dan April 2024.
Anda yang sering membaca ulasan saya mungkin familiar dengan penerbangan reposition yang bisa cukup jauh, dan inilah salah satunya. Penerbangan ini bisa dibilang merupakan salah satu “penghubung” antara penerbangan Japan Airlines first class dari Chicago (ORD) ke Tokyo (HND) dengan penerbangan QantasLink kelas ekonomi dari Darwin (DRW) ke Dili (DIL).
Saya memesan penerbangan ini di situs Virgin Australia 3 minggu sebelum jadwal penerbangan dengan membayar 27.800 poin Velocity (bisa ditukarkan dari 43.090 KrisFlyer miles) + biaya dan pajak A$101,76 (~Rp1.050.000).
Alternatifnya, tiket ini bisa dipesan dengan harga mulai dari Rp6.800.000, sehingga penukaran ini memberikan valuasi sebesar Rp133/mile; 30% dibawah valuasi KrisFlyer mile menurut PinterPoin. Penukaran ini sendiri memang cukup mahal, namun ada 2 pertimbangan khusus kenapa saya mengambil award ini:
- Ini satu-satunya opsi award yang memberikan saya jeda waktu cukup dari perkiraan saya tiba di Tokyo sampai penerbangan dari Darwin (DRW) menuju Dili (DIL) 2 hari kemudian, dan
- Periode tersebut merupakan musim libur sekitar Paskah, dimana Singapore Airlines menawarkan award ekonomi “Advantage” dengan hampir 2x lipat miles (80.000 miles) di waktu yang sama.
Sebelum Berangkat
Untuk berjaga-jaga tidak ada makanan gratis di pesawat sampai pagi (lebih lanjut di ulasan), saya makan hamburg dan daging sapi Jepang di Kiwamiya cabang Shibuya (restoran hamburg terbaik di dunia versi Edwin) saat transit di Tokyo.
Setelah itu saya kembali ke bandara menggunakan KRL.
Berbeda dengan bandara Tokyo (NRT), periode sibuk bandara Tokyo (HND) terminal internasional justru berada di jam malam, sehingga saat itu bandaranya cukup ramai dengan penumpang yang terbang dengan maskapai-maskapai lain.
Saya tiba di konter check-in 1 jam 30 menit sebelum jadwal keberangkatan, dan saat itu sudah menjadi penumpang terakhir yang check-in untuk penerbangan malam itu. Proses check-in sendiri berlangsung cukup cepat, dan tas saya di-tag sampai ke Cairns (CNS).
Berikut pas naik (boarding pass) saya untuk penerbangan malam itu.
Salah satu manfaat setelah sebelumnya tiba di Tokyo (HND) dengan Japan Airlines first class adalah akses shower gratis di lantai kedatangan, jadi saya memakai jatahnya sebelum penerbangan ini. Bicara tentang akses shower gratis saat kedatangan, manfaat ini berlaku setelah terbang dengan Japan Airlines atau ANA, baik di kelas bisnis atau first class internasional, jadi tentunya tidak boleh dilewatkan.
Setelah mandi saya bergegas melewati proses pemeriksaan keamanan dan imigrasi, dan mengingat saya sudah kenyang saya langsung menuju gerbang keberangkatan alih-alih lounge.
Penerbangan kali ini berangkat dari gerbang 143, gerbang yang sama seperti saat saya terbang dengan Japan Airlines first class ke Bangkok (BKK) tahun sebelumnya.
Ruang tunggu di bandara Tokyo (HND) sendiri lebih dari cukup untuk jumlah penumpang di penerbangan kali ini.
Penerbangan malam itu dioperasikan oleh pesawat Boeing 737 MAX 8 yang saat itu baru berumur kurang dari 1/2 tahun (dan bahkan saat itu baru 1 minggu dioperasikan Virgin Australia). Karena lebih efisien bahan bakar, pesawat Boeing 737 MAX milik Virgin Australia umumnya ditemukan di rute-rute jarak menengah seperti Tokyo (HND) atau Bali (DPS).
Berikut peta kursinya. Walaupun penerbangan ini penuh di kelas bisnis, kabin kelas ekonominya sendiri cukup sepi sampai saya bisa mendapatkan kursi tengah kosong.
Setelah mengisi baterai HP, saya memilih untuk naik pesawat terakhir, sehingga saat itu sudah relatif tidak ada antrean.
Ini artinya, sudah saatnya untuk memulai perjalanan 7 jam menuju Australia.
Di Dalam Penerbangan
Perkenalan Kursi
Setelah melewati kabin kelas bisnis, saya melewati kabin kelas ekonomi. Virgin Australia memiliki 2 jenis kursi ekonomi, Economy X dengan ruang kaki lebih luas (baris 3-5 dan baris pintu keluar darurat) dan ekonomi standar.
Saya duduk di kursi 6A, kursi ekonomi jendela standar yang tepat di belakang kursi Economy X.
Ruang kaki di kursi ini relatif standar. Walaupun begitu, kursi baris ini sendiri kurang disarankan karena kursi Economy X bisa direbahkan cukup dalam, sehingga ruang yang tersisa cukup sempit.
Kursi ini memiliki stopkontak USB-A (tapi tidak ada stopkontak AC), meja, kantong bacaan, dan (karena tidak ada layar hiburan) penahan tablet. Sialnya, saya hanya membawa kabel USB-C ke USB-C, jadi saya tidak bisa terlalu banyak memakai HP sebelum baterainya habis.
Kursi ini menawarkan kantong kursi tipis untuk menyimpan barang bawaan pribadi. Kantong tersebut saya gunakan untuk menyimpan router Wi-Fi portabel dari Passpod, yang Wi-Fi portabelnya cukup ringkas dan bisa menjangkau bahkan sampai daerah-daerah terpencil di Australia.
Seperti di kursi kelas ekonomi pada umumnya, terdapat meja lipat di kursi ini.
Bacaan di penerbangan ini terdiri dari kartu petunjuk keselamatan, menu, dan kantong mabuk udara kosong.
Sesuai tradisi di ulasan penerbangan saya, berikut foto saya di kursi tersebut dengan sandaran kepala dinaikkan.
Penerbangan
Beberapa menit setelah saya naik pesawat, kami mulai meninggalkan gerbang. Pesawat ini tidak memiliki layar hiburan di atas kabin, jadi petunjuk keselamatan diperagakan secara manual (oh, dan juga tidak ada pembatas antara kabin kelas bisnis dan ekonomi)
Lampu kabin pesawat disetel warna ungu redup untuk persiapan lepas landas, dan di sebagian waktu di ketinggian jelajah sebelum jam tidur.
Proses keberangkatan sendiri cukup cepat mengingat kabinnya yang tidak terlalu ramai, sehingga kami sudah lepas landas kurang dari 5 menit setelah jadwal awal.
Karena ini penerbangan overnight, pemandangan Tokyo dari jauh ini merupakan pemandangan terakhir sampai nanti saat mendekati Cairns (CNS).
Layanan minuman gratis dan penjualan lainnya dilakukan kira-kira 30 menit setelah lepas landas.
Berikut menu makanan dan minuman berbayar di penerbangan ini. Virgin Australia merupakan maskapai hybrid (di tengah-tengah antara maskapai low-cost seperti Jetstar dan full service seperti Qantas), jadi minuman non-alkohol sederhana disediakan gratis dan semua makanan atau minuman lainnya berbayar.
Sesuai kebiasaan di PinterPoin saat mengulas, saya memilih opsi yang tersedia gratis yaitu air mineral.
Berikut layanan minuman yang disediakan gratis di sepanjang penerbangan ini:
- Minuman: Air, teh, atau kopi
Anda mungkin mengira layanan hanya minuman gratis ini berlaku untuk rute jarak pendek, tapi tidak – di penerbangan jarak menengah pun hanya minuman tertentu yang disediakan di kelas ekonomi. Ini bahkan lebih pelit dari penerbangan United transkontinental yang masih menyediakan kudapan seperti biskuit (siapkan A$5-8 untuk kudapan tersebut di penerbangan ini), jadi kalau Anda mudah lapar jangan lupa makan dulu sebelum berangkat.
Setelah layanan troli tersebut, air sendiri dibagikan secara berkeliling, walaupun prosesnya sendiri terkesan sederhana (ambil gelas dari awak kabin, pegang gelasnya, lalu awak kabin akan menuangkan air).
Setelah minum kartu kedatangan Australia pun dibagikan, yang kemudian saya isi sebelum tidur.
Semua pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Virgin Australia dilengkapi dengan Wi-Fi.
Berbeda dengan Qantas yang tidak menyediakan akses internet di rute internasional dan menyediakan akses internet gratis tak terbatas di rute domestik, Virgin Australia menyediakan akses internet berbayar di rute manapun asalkan pesawatnya memiliki Wi-Fi.
Saya membeli Wi-Fi 30 menit, yang termasuk cepat walaupun tidak bisa digunakan untuk mendownload video YouTube (tapi bisa untuk sekadar menonton).
Kalau Anda tidak ingin membayar untuk Wi-Fi, masih ada beberapa opsi hiburan yang bisa diakses melalui Wi-Fi. Opsinya memang tidak sebanyak hiburan di layar, namun sudah cukup untuk membuat sebagian besar penumpang memilih tidur sesudahnya.
Mengharapkan kamar kecil luas di Boeing 737 MAX tak banyak berbeda dengan mimpi di siang bolong, dimana kamar kecil standarnya merupakan salah satu yang paling kecil di langit (masih ada kamar kecil Saab 340 yang bahkan tidak cukup untuk saya berdiri, tapi itu cerita lain)
Berikut kabinnya nampak dari belakang. Di jam tidur warna lampu kabinnya diubah menjadi biru redup sesuai standar Boeing Sky Interior.
Segelap apa kabinnya? Sebut saja, saya bisa tidur 3 jam di pesawat.
Tidak terasa sudah waktunya untuk mulai turun dari ketinggian jelajah menuju Cairns (CNS) yang masih ditutupi awan.
Baterai HP saya hampir habis, jadi saya tidak berani mengambil banyak foto lagi. Cairns saat itu dalam keadaan mendung, dan saat itu juga masih nampak sedikit basah.
Proses mendarat sendiri relatif lancar, dan tak lama kemudian kami parkir di sebelah pesawat Fokker 70 milik Air Niugini yang akan kembali ke Port Moresby (POM). Karena kami berangkat cukup awal, kami pun tiba di Cairns (CNS) 10 menit lebih awal dari jadwal.
Seperti biasa, proses turun pesawat dilakukan dari pintu depan. Seperti di pesawat United, pesawat Virgin Australia dilengkapi dengan rak penyimpanan bagasi ekstra besar, sehingga cukup untuk menampung (hampir) semua bagasi kabin.
Kedatangan
Setelah keluar dari garbatata, saya melewati koridor kedatangan internasional.
Berbeda dengan di beberapa negara lain, toko bebas bea di kedatangan di Australia sendiri berada sebelum pemeriksaan imigrasi.
Proses imigrasi sendiri tidak memakan waktu lama karena saya bisa berjalan cukup cepat, dan setelah itu saya mengambil bagasi.
Perjalanan kali ini didukung oleh koper carry-on aluminum dan check-in polikarbonat dari Baller. Kedua koper tersebut sudah teruji tahan menghadapi 26 penerbangan dalam seri perjalanan ini, dan juga cukup ringan sampai saya tidak pernah dikenakan biaya kelebihan bagasi meski berisi cukup banyak (jatah bagasi check-in di penerbangan ini hanya 1 pc x 23 kg, paling sedikit dari penerbangan lainnya).
Setelah saya mengambil bagasi dan sedikit mengisi baterai saya melewati pemeriksaan bea cukai. Proses bea cukai sendiri tidak memakan waktu lama, dan setelah sedikit ditanyai tentang pistachio di baklava dan biryani masala dari perjalanan saya beberapa hari sebelumnya (ingat, lebih baik lapor daripada tertangkap) saya diizinkan keluar dengan kedua makanan tersebut.
Kemanapun Anda pergi, Singapore Airlines masih akan terus “menghantui”, termasuk dengan iklan promosi upgrade pesawat di rute Singapura (SIN) – Cairns (CNS) dari Boeing 737 MAX 8 menjadi Airbus A350-900 regional (mirip Boeing 787-10 regional).
Saya meninggalkan terminal internasional untuk pergi menuju ke terminal domestik, yang berada di gedung terpisah dan terhubung dengan koridor semi-terbuka.
Di perjalanan menuju terminal domestik dari jauh nampak pesawat Saab 340 milik Rex, yang terbang dari Cairns ke beberapa tujuan di negara bagian Queensland. Saya sempat mencoba terbang dengan pesawat serupa dari Brisbane (BNE) ke Mount Isa (ISA), namun alih-alih lanjut terbang ke Cairns (CNS) dengan 4 perhentian keesokannya saya lebih memilih mencoba Fokker 70 milik Alliance Airlines.
Saya tiba di area keberangkatan terminal domestik untuk penerbangan lanjutan saya ke Darwin (DRW) via Brisbane (BNE). Virgin Australia sendiri tidak memiliki konsep same-day standby, sehingga saya menunggu berjam-jam untuk penerbangan berikutnya.
Kesimpulan
Berbeda dengan di penerbangan pendek, terbang dengan Virgin Australia di rute Tokyo (HND) secara keseluruhan bisa dibilang sangat ala kadarnya.
Walaupun kursi kelas ekonominya sendiri cukup standar dan layanan minuman gratis masih cukup sering ditawarkan, Wi-Fi yang berbayar dan terbatasnya opsi hiburan maupun tidak adanya (di kelas ekonomi) stopkontak AC bisa menjadi beberapa dealbreaker bagi sebagian orang. Selain itu, walaupun sudah bertambah populer, ide terbang di pesawat berbadan sempit untuk penerbangan sejauh ini menjadi pertimbangan tersendiri, terutama ketika Jetstar menawarkan penerbangan serupa dengan pesawat yang lebih besar (Boeing 787-8).
Kalau satu-satunya tujuan Anda adalah Anda dan bagasi bisa sampai di Australia nonstop tanpa biaya tambahan (dan tanpa haus), penerbangan ini sudah cukup, tapi jangan berharap terlalu banyak dalam hal pelayanan selain itu.
halo pak eric,
app untuk mengecek seat saat penerbangannya via app apa ya pak?
trims