Setelah beberapa tahun hilang selama pandemi, di bulan Januari lalu opsi terbang dari Jakarta (HLP) ke Bandung (BDO) kembali muncul, dan kali ini dioperasikan oleh Susi Air. Sebagai pecinta aviasi (avgeek), ini juga menjadi panggilan bagi saya untuk terbang dan mengulas di PinterPoin.
Ini adalah penerbangan pertama dari 2 penerbangan di perjalanan “pulang kampung” singkat saya.
Penerbangan ini dipesan melalui WhatsApp Susi Air 1 jam 30 menit sebelum jadwal keberangkatan dan membutuhkan Rp570.000. Tiket ini sebetulnya bisa dipesan juga di Traveloka, namun belum tentu muncul dan dikenakan biaya layanan, jadi lebih baik memesan secara manual..
Sebelum Berangkat (+ Ulasan Susi Air Lounge)
Saya berangkat menuju bandara Jakarta (HLP) menggunakan taksi online. Bandara ini cukup dekat dengan stasiun Jakarta “Halim” yang menjadi terminus Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB/KCIC) “Whoosh”.
Susi Air sendiri hanya membawa maksimal belasan penumpang dalam 1 penerbangan, jadi 1 konter check-in pun sudah cukup. Proses check-in sendiri dilakukan semi-manual dengan tag bagasi ditulis tangan dan manifes penerbangan dalam kertas, tapi pas naik (boarding pass) tetap dicetak dengan printer.
Berikut pas naik untuk penerbangan siang hari ini.
Sebagai penumpang Susi Air saya dipersilakan menunggu di Susi Air Lounge. Lounge ini hanya dapat diakses oleh penumpang Susi Air, dan terletak di sebelah kedai Douwe Egberts di terminal keberangkatan satelit.
Lounge ini memiliki cukup banyak tempat duduk, dan sebagian dibatasi dengan meja-meja kecil. Sayangnya, di sini stopkontak sulit didapatkan dan agak tersembunyi.
Area TV dengan etalase pesawat terdapat di sebelah pintu masuk, walaupun TV-nya sendiri mati di sepanjang kunjungan saya.
Bahan bacaan sendiri terdiri dari brosur Susi Air dan beberapa majalah random.
Saat masuk lebih dalam terdapat komputer staf dan ruang makan (mungkin lebih tepat disebut seperti pantry kantor), yang juga berfungsi sebagai ruang untuk briefing pilot. Minuman di sini terbatas hanya ada air, teh, dan kopi.
Lounge ini memiliki beberapa kamar kecil unisex dan wastafel. Kalau Anda mengharapkan amenity sekelas Balmain atau Diptyque, disini bukan tempatnya – hanya ada sabun generik di sini.
Lounge ini memiliki Wi-Fi, dan kecepatannya cukup memadai.
Penerbangan kami terlambat kurang lebih setengah jam. Setelah tiba saatnya naik pesawat, proses naik pesawat dilakukan langsung dari lounge, dengan 1 mobil yang mengantarkan kami menuju pesawat karena gerimis.
Pesawat untuk penerbangan kali ini terletak di tempat parkir paling jauh, bersembunyi di balik pesawat Batik Air.
Penerbangan siang ini dioperasikan oleh Cessna 208B “Grand Caravan” yang sudah berusia 14 tahun. Edwin sempat berujar bahwa saya pernah terbang dengan pesawat Cessna di salah satu podcast Thirty Days of Lunch, dan inilah buktinya.
Di Dalam Penerbangan
Perkenalan Kursi
Pesawat ini memiliki kursi dengan konfigurasi 1-2, dan sangat pendek sampai perlu membungkuk saat naik atau turun pesawat; anggap saja seperti menaiki minibus. Kebetulan kali ini hanya ada 4 penumpang dalam penerbangan ini, jadi tiap penumpang bisa memiliki 1 baris sendiri.
Saya duduk di kursi lorong baris pertama, yang berada di tengah kabin. Saya tidak sempat memfoto kursinya sendiri karena keterbatasan tempat, tapi berikut kursi lorong dan jendelanya, yang terdapat persis di sebelah kursi saya.
Di belakang kursi depan saya, yang juga merupakan kursi pilot atau kopilot, terdapat kantong penyimpanan yang luas.
Ruang kaki sendiri cukup terbatas di kursi baris pertama. Saya memilih duduk di kursi tengah supaya bisa mendapatkan pemandangan yang bagus.
Di pesawat ini hanya tersedia kartu petunjuk keselamatan dan petunjuk kesehatan era COVID-19.
Seperti apa pemandangan dari kursi tengah di baris pertama? Pemandangan kokpit tentunya :D, dan ditambah dengan kursi di kedua sisi kosong saya bisa jauh lebih bebas mengulas.
Seperti biasa, berikut saya di kursi tersebut, yang nampak lebih seperti naik minibus daripada pesawat.
Penerbangan
Demonstrasi petunjuk kesimpulan kali sangat sederhana, hanya berupa pilot meminta kami untuk mengenakan sabuk pengaman.
Penerbangan dimulai dengan pilot dan kopilot menyalakan sistem navigasi pesawat Garmin G1000.
Setelah menyalakan pesawat rencana penerbangan pun dimasukkan. Perjalanan kali ini akan menuju ke arah tenggara sebelum akhirnya diarahkan menuju bandara Bandung (BDO).
Tak lama kemudian kami mulai keluar memutar menuju landasan pacu.
Di saat mesin nyala barulah saluran udaranya mulai bekerja. Selain saluran udara sendiri terdapat juga lampu baca.
Walaupun tidak seekstrem DHC-6 “Twin Otter”, pesawat ini sudah bisa menanjak cukup tinggi sebelum landasan pacunya habis.
Gedung-gedung pencakar langit nampak cukup jelas sesaat setelah lepas landas meski tersamarkan oleh hujan.
Selang beberapa saat kemudian pesawat berputar arah menuju ke tenggara, dimana kami terbang menyeberangi tol Jagorawi dan jalur LRT arah Cibubur.
Saya tentu tidak berharap penerbangannya bisa terbang sampai sangat tinggi; ketinggian maksimal di penerbangan ini hanya sekitar 2,5 km.
Karena saya terbang di bulan Januari cuaca kurang bagus sudah menjadi hal yang biasa, ditandai dengan tampilan radar yang sedikit berwarna dan ditambah pandangan yang tertutup awan. Goncangan di pesawat ini tentu lebih terasa daripada di pesawat yang lebih besar. jadi bisa dianggap seperti naik mobil di jalanan yang kurang bagus (walaupun lebih empuk).
Tidak terasa kami sudah mulai mendekati Bandung.
Alih-alih mendarat ke arah timur, kami perlu memutar terlebih dahulu di atas kota Bandung sebelum bisa mendarat di bandara Bandung (BDO).
Saat turun kami melewati pusat kota Bandung, dan nampak gedung besar di tengah foto yang merupakan Pullman Bandung Grand Central, hotel pertama yang saya ulas di PinterPoin yang juga sekompleks dengan Ibis Styles Bandung Grand Central.
Berbeda dengan pesawat jet, kami memerlukan waktu jauh lebih lama untuk turun ke bandara Bandung (BDO); anggap saja secepat mobil yang ngebut di jalan tol.
Di sisi utara bandara Bandung (BDO) tampak gedung kompleks PTDI.
Proses mendarat sendiri cukup cepat, dan setelah itu kami langsung meluncur menuju ke apron.
Seperti bandara Jakarta (HLP), bandara Bandung (BDO) memiliki apron yang cukup kecil, yang di satu sisi mempercepat proses taxi dan di sisi lain menyebabkan kepadatan saat bandaranya masih ramai.
Setelah mesin dimatikan saya sempat berbincang sejenak dengan pilotnya, yang sudah tinggal di Indonesia 8 tahun sebelum akhirnya turun.
Usai turun dari pesawat, saya berjalan menuju gedung terminal.
Berbeda dari saat di Jakarta (HLP), awak pesawat tidak pergi ke gedung terminal karena akan langsung melanjutkan penerbangan ke Pangandaran (CJN). Tak lupa juga saat berhenti ekor pesawat dipasang dengan tiang untuk mencegah pesawat berputar.
Kedatangan
Kami tiba di area kedatangan domestik. Area ini sebelumnya dipakai untuk area kedatangan internasional sebelum operasional penerbangan internasional dihentikan; nampak dari bekas konter imigrasi dan juga bekas mesin X-ray di area kedatangan.
Karena jumlah bagasinya sangat sedikit dan jatah bagasi standar pesawat turboprop (10 kg seperti Citilink dan Wings Air, berbeda dengan 20 kg di pesawat jet domestik), proses pengambilan bagasi sendiri dilakukan di sebelah pintu masuk area kedatangan.
Area pengambilan bagasi menjadi tidak difungsikan saat ini; bisa saja difungsikan saat ada pesawat yang lebih besar, tapi tidak untuk penerbangan dengan pesawat kecil.
Saya langsung keluar menuju area umum, yang sudah bisa dibilang mati.
Seberapa mati? Kita sebut saja, Susi Air merupakan satu-satunya maskapai yang terbang dari/ke Bandung (BDO) saat ini.
Di bandara nampak juga jadwal penerbangan Susi Air di rute ini. Susi Air mengoperasikan rute Pangandaran (CJN) – Bandung (BDO) – Jakarta (HLP) dan sebaliknya 2x seminggu.
Dengan bandara sesepi ini, tentu tidak ada opsi lain untuk keluar bandara selain menggunakan taksi atau ojek online.
Apakah tujuan pergi saya ke Bandung? Tidak – saya masih perlu melanjutkan perjalanan dengan kereta diesel ke kampung halaman saya, dan waktu perjalanan di keretanya sendiri sama saja dengan kalau saya pergi dari Jakarta (bingung kan?)
Kesimpulan
Hadirnya penerbangan Susi Air dari Jakarta (HLP) ke Bandung (BDO) semakin menambah opsi perjalanan dari Jakarta ke Bandung. Meskipun sangat niche dengan kapasitas hanya 20-an penumpang/minggu/kali jalan (jangan dibandingkan dengan 70 ribuan penumpang/minggu/kali jalan dari kereta cepat), penerbangan ini bisa saja cukup praktis bagi Anda yang transit di Jakarta (HLP) menuju Bandung atau sebaliknya. Fasilitas yang diberikan memang ala kadarnya dengan harga yang ditawarkan, tapi wajar dengan ukuran pesawat yang kecil; kalau Anda mencari fasilitas mewah, silakan gunakan moda transportasi lain.
Saya sangat menyarankan Anda untuk mencoba penerbangan ini kalau Anda suka melihat pemandangan, transit ke Bandung melalui Jakarta (HLP), atau bahkan bosan dengan kereta cepat.
Boleh juga, nanti saat mo ke bandung
Halo koh Edwin
Coba rute nya bandung – soekarno hatta ya haha, sehingga bisa menanbah opsi ke bandara dari Bandung. Saya orang Bandung, setelah bandara Husen di tutup untuk penerbangan domestik pilihan terbang hanya dari Kertajadi dan Sorkarno Hatta (yg sama2 jauh dari Bandung).
Terlebih travel ke Jakarta kadang ada ketidakpastian waktu seperti saat ada kampanye akbar 2 paslon minggu lalu atau ada demo besar2an
Halo Angga,
Kali ini yang review Eric (soal kartu kredit baru Edwin ๐ )
Masalahnya, sekarang tidak ada pesawat turboprop di Soetta (semua jet), padahal penerbangan komersial di Bandung wajib pakai pesawat turboprop. Selain itu, kalau mau untuk penerbangan transit jadwalnya harus pas dengan penerbangan lanjutan dari Soetta, jadi agak susah juga kecuali bisa terbang sering (dan itu pun asumsinya cuma sedikit yang cuma terbang Bandung-Jakarta, jadi lebih sulit untuk mengisi kursi).
kapan lgi bisa naik silk air BDO SIN
Hi Whateva,
Sayangnya bandara Bandung (BDO) tidak lagi menerima penerbangan pesawat jet berjadwal, jadi kalau ada pun hampir pasti dari Majalengka (KJT).
Thx reviewnya Ko Eric,
karena setiap review penerbangan/hotel yang selalu detail, saya jadi ikut merasakan pengalamannya.
ditunggu review-review selanjutnya
Seru banget ya ampun! Mau coba ah kapan2. Thanks for the review!