Untuk memulai perjalanan di tahun 2023 ini, saya memilih untuk mencoba terbang di kelas utama (first class) Qatar Airways A380 di rute Doha (DOH) ke Bangkok (BKK).
Saya memesan tiket ini sebagai bagian dari tiket campuran kelas bisnis (business class) dan kelas utama (first class) dari Jakarta ke Bangkok via Doha dengan menggunakan 90.000 Avios (Qatar Airways) + tax Rp3.089.200.
Penerbangan ini sendiri membutuhkan 75.000 Avios (Qatar Airways) apabila dipesan sendiri. Anda mungkin bertanya dari mana saya bisa mendapatkan miles tersebut – jawabannya adalah kartu kredit Citi PremierMiles saat masih memiliki 11 rekanan transfer dan ada bonus 40% penukaran poin bank menjadi Avios (Qatar Airways).
Penerbangan ini bisa juga dipesan dengan miles Cathay (d/h Asia Miles), namun dengan fuel surcharge yang sangat tinggi.
Untuk menekan biaya, Anda bisa menggunakan American Airlines AAdvantage, British Airways Executive Club, atau Qatar Airways Privilege Club yang ketiganya saat ini hanya bisa didapatkan dengan kartu Danamon American Express melalui Marriott Bonvoy.
Sebelum Berangkat
Walaupun saya akan terbang di first class, Qatar Airways tidak menyediakan layanan antar jemput ke bandara.
Ini artinya, saya masih perlu menggunakan KRL untuk ke sana (dan ajaibnya, kehujanan saat pergi dari Souq Waqif ke stasiun).
KRL di Doha sendiri cukup murah, hanya 2 QAR (~Rp9.000) tiap kali naik atau 6 QAR (±Rp27.000) untuk pergi tak terbatas sepanjang hari termasuk dari/ke bandara dan juga hanya memerlukan ±30 menit dari pusat kota ke bandara.
Stasiun KRL sendiri terhubung dengan terminal lewat koridor di mana Anda akan keluar di konter check-in di sisi barat.
Qatar Airways memiliki konter check-in prioritas untuk penumpang kelas bisnis dan utama di pojok timur terminal sehingga saya perlu berjalan beberapa menit; Alternatifnya, ini merupakan area drop-off pertama apabila Anda tiba di bandara menggunakan mobil.
Di sini, terdapat cukup banyak konter yang dilengkapi dengan sekat.
Saya mampir sejenak ke sini untuk mencetak ulang pas naik (boarding pass) saya setelah kehujanan di Souq Waqif dan juga memeriksa seberapa penuh kabin first class kali ini, yang menurut agennya baru terisi 3 kursi.
Berikut pas naik (boarding pass) untuk penerbangan ini yang dicetak dari Jakarta dan seperti Singapore Airlines, menggunakan kertas berwarna beda untuk tiap kelas.
Seperti produk first class yang betul-betul serius (walaupun hanya ada sedikit penerbangan), terdapat juga area pemeriksaan imigrasi dan keamanan terpisah.
Ini artinya, begitu keluar pemeriksaan langsung ada eskalator menuju lounge Al Safwa khusus bagi penumpang kelas utama (tidak termasuk anggota Oneworld Emerald) yang nantinya akan saya ulas secara terpisah.
Terbang dari bandara Doha tentu tidak lengkap tanpa melihat boneka beruang “Lamp Bear” buatan Urs Fischer, yang berada tepat di pusat gedung terminal.
Penerbangan ini menggunakan gerbang B3, yang memiliki 2 lantai ruang tunggu.
Sebagai penumpang first class, saya bisa menggunakan ruang tunggu khusus di lantai dua yang jauh lebih sepi lalu naik pesawat dari sana (penumpang kelas ekonomi di kabin lantai atas tetap masuk pesawat dari lantai bawah, baru naik tangga di belakang pesawat).
Pas naik (boarding pass) juga sudah diperiksa sebelum masuk ke ruang tunggu sehingga ketika sudah mulai waktunya naik pesawat, saya bisa langsung naik.
Penerbangan kali ini dioperasikan oleh pesawat Airbus A380 dengan seri A7-API yang baru berumur 5 tahun.
Di pintu pesawat, memang betul diberitahukan bahwa pesawat ini memiliki Wi-Fi, namun ternyata masih menggunakan Wi-Fi yang pelan (OnAir; bukan Super Wi-Fi seperti di pesawat yang lebih baru).
Di Dalam Penerbangan
Kabin first class Qatar Airways Airbus A380 memiliki 8 kursi.
First class ini tidak bisa dibilang suite karena konsepnya yang terbuka. Selain itu, tidak ada rak bagasi di atas kabin.
Saya duduk di kursi 1A yang merupakan kursi bulkhead.
Di dinding depan layar terdapat lemari untuk menggantung baju atau menyimpan peralatan tidur; Ukurannya sendiri tidak terlalu besar jadi ransel maupun koper ukuran kabin bisa dititipkan di lemari atau ditaruh di bawah ottoman.
Berbeda dengan beberapa maskapai yang memilih untuk membuat kursi raksasa (seperti Singapore Airlines First Class 777-300ER maupun ANA “The Room”), Qatar Airways lebih memilih kursi yang tidak terlalu besar namun dengan sandaran tangan yang bisa diturunkan.
Ruang kaki tidak pernah menjadi masalah dalam penerbangan ini apalagi dengan ottoman yang bisa juga dipakai untuk makan berdua kalau diinginkan.
Di bagian depan sendiri terdapat layar yang cukup besar, lampu, dan anehnya (satu-satunya) stopkontak.
Penempatan stopkontak di depan mungkin tidak begitu masalah waktu kursi ini pertama diluncurkan di tahun 2014, tetapi sudah sangat tidak praktis di tahun 2023 ini.
Di tempat penyimpanan depan tersimpan meja yang cukup besar dan setelah tempat penyimpanan tersebut terdapat meja minuman.
Karena jendelanya cukup banyak (dan jauh dijangkau dari kursi), disediakan penutup jendela otomatis dalam bentuk 2 lapis gorden.
Di dekat saya terdapat tempat penyimpanan yang cukup sempit – saya masih belum habis pikir kenapa perlu sesempit itu:
- Apabila saya menyimpan barang kecil seperti paspor di sana tentu susah diambil, dan
- Masih ada banyak ruang di sebelahnya untuk membuat tempat ini lebih lebar.
Selain tempat penyimpanan, di sisi kiri terdapat remote di balik sandaran tangan dan juga kendali lampu maupun jendela.
Di sisi kanan, terdapat tempat penyimpanan headphone beserta kendali kursi. Partisi kursi juga bisa diatur di sini, yang mana bisa diturunkan untuk kabin yang terasa lebih lapang atau dinaikkan untuk privasi.
Pengaturan kursinya sendiri cukup lengkap, seperti pada kursi first class umumnya.
Noise-cancelling earphone disediakan dalam penerbangan ini yang mana menurut saya kualitasnya cukup baik.
Bacaan yang tersedia di kursi sendiri terdiri dari kartu petunjuk keselamatan dan kantong mabuk udara.
Seperti biasa, berikut saya saat duduk di kursi tersebut – di penerbangan ini, dan juga baik di Doha maupun Bangkok masker bersifat opsional.
Menu makanan dan minuman pun diberikan dan juga kode untuk mendapatkan internet gratis di sepanjang penerbangan.
Berikut menu makanan dan sampanye untuk penerbangan kali ini.
Amenity kit untuk penerbangan ini berasal dari Diptyque dan baju tidur-pun juga diberikan walaupun sayangnya amenity kit-nya sama persis dengan di kelas bisnis.
Untuk minuman selamat datang (welcome drink) saya pertama memilih jus jeruk, yang disajikan dengan zaitun dan keju beserta handuk dingin dengan aroma parfum dari Diptyque.
Setelah itu, saya pun meminta sampanye Laurent Perrier Alexandra Rose 2006 yang menurut saya cukup enak.
Terbang di first class maskapai Timur Tengah tentu tidak lengkap tanpa dimulai dengan kopi Arab yang disajikan dari teko dallah dan dihidangkan dengan kurma – ini masih belum lepas landas dan saya sudah minum 3 kali ๐
Video informasi keselamatan pun diputar saat kami mulai keluar dari gerbang.
Lampu kabin pun diredupkan untuk persiapan lepas landas.
Seperti yang saya sebutkan di awal, kebetulan di hari tersebut sedang hujan, jadi pemandangan di jendela baru nampak relatif jelas setelah mulai lepas landas.
Setelah tanda kenakan sabuk pengaman dimatikan saya pun mengunjungi kamar kecil yang seperti di Singapore Airlines Suites tidak menawarkan pancuran tetapi berukuran sangat luas.
Kloset dan wastafelnya pun cukup mirip, dimana klosetnya cukup luas dan wastafelnya memberikan cukup banyak air (tentunya jauh dibandingkan di wastafel Boeing 737 MAX).
Amenity yang diberikan juga cukup lengkap dan tentunya termasuk beberapa produk dari Diptyque.
Di depan kabin kelas utama sendiri terdapat lobi yang menghadap tangga.
Minuman setelah lepas landas, yang disajikan 30 menit setelah lepas landas dari Doha (dan lebih dekat dengan kapan saya mulai makan), untuk penerbangan kali ini terdiri dari karak chai (teh susu berempah gaya Timur Tengah) dengan kapulaga yang disajikan dengan biskuit.
Saya memulai makan larut malam kali ini dengan kaviar yang disajikan dengan salmon asap dan pelengkapnya (lemon disimpan dalam kain yang diikat dengan pita).
Kaviar tentu paling ideal dipasangkan dengan sampanye dan kali ini saya menikmati Piper Heidsieck Rare Millesime 2006, sampanye yang sama seperti disajikan di kelas utama Singapore Airlines maupun The Private Room.
Saya kemudian memilih nasi ayam dengan kare kelapa yang sesuai dengan gaya barat dimakan dengan garpu dan pisau – tentunya saya meminta sendok, yang kemudian saya pakai untuk memakan ini.
Berikut menu untuk makan larut malam kali ini (yang sebetulnya bisa dipesan kapanpun):
- A la carte dining: Pilih apapun dari:
- Sup kelapa
- Kaviar dengan salmon asap, pelengkap, blini, dan roti panggang tipis (dipilih),
- Salad kale, timun, adas, dan beri dengan cuka parsley,
- Sandwich lobster terbuka di atas roti brioche dengan salad frisee,
- Ayam dengan kare kelapa, nasi tadka, dan sayur (dipilih),
- Piring keju dengan roti dan pelengkap,
- Makanan ringan: Kripik, popcorn, coklat, biskuit
- Minuman: Bervariasi, alkohol maupun non-alkohol
Penerbangan larut malam sendiri tidak terkenal dengan meriahnya acara makan dan hal yang sama juga berlaku di sini.
Sistem a la carte dining pada penerbangan ini bisa dibilang cukup pas: Apabila masih lapar setelah dari lounge Al Safwa (hampir tidak mungkin), Anda bisa memesan beberapa comfort food (+ tentunya kaviar) sebelum tidur sejenak.
Secara kualitas, kaviar sendiri tidak bisa ditolak walaupun kebetulan ayam karenya sendiri terkesan lebih masakan business class daripada first class. Ini artinya, layanan makan larut malam ini sudah cukup baik, walaupun tidak terkesan istimewa sesuai ekspektasi first class.
Kabin kelas bisnis di penerbangan ini menggunakan kursi yang sama dengan di pesawat Boeing 787-8 dan untuk penerbangan kali ini cukup penuh. Seperti di penerbangan lain, kabin kelas bisnis sendiri digelapkan walaupun masih sedikit terang dengan sebagian jendela dibuka.
Bar sendiri baru bisa ditemukan di belakang kabin kelas bisnis, sebelum kabin kelas ekonomi lantai atas.
Terdapat beberapa awak kabin di sana, walaupun kebetulan menepi saat saya sedang mengambil foto. Bicara tentang barnya sendiri, karena ini merupakan penerbangan dini hari (berangkat dari Doha jam 2 pagi) bar ini kosong.
Selain minuman, terdapat beberapa makanan ringan yang bisa dipilih.
Kabin kelas ekonomi sendiri juga benar-benar penuh, walaupun jendela diganti dengan lampu yang cukup terang untuk persiapan sarapan.
Kabin kelas ekonomi sendiri disusun dalam konfigurasi 2-4-2 di lantai atas dan 3-4-3 di lantai bawah.
Setelah saya kembali, proses turndown yang saya minta pun sudah selesai dan hasilnya adalah kasur yang lebar.
Di titik ini, Anda mungkin akan mempertanyakan kenapa kursinya sedikit miring dan itu karena ada partisi di bagian dekat sandaran tangan.
Ottoman yang lebar ini berarti kaki saya cukup leluasa (dan ini masalah yang cukup signifikan di kelas bisnis), walaupun konsep kursi yang terbuka berarti kaki saya bisa saja dilihat dari kursi sebelah.
Setelah saya mencoba tidur selama 30-45 menit, sudah waktunya untuk sarapan. Saya memilih untuk memulai sarapan 1 jam sebelum pesawat mulai turun, yang artinya 1 jam 30 menit sebelum mendarat.
Setting meja pertama disiapkan dengan keranjang roti, lampu lilin, dan air. Walaupun setting mejanya cukup bagus dengan penghancur lada dan garam Himalaya serta mentega dari Isigny, rotinya sendiri kurang enak.
Sarapan dimulai dengan smoothie buah dan potongan buah, dimana warna bagian luar buah naganya menempel di nanas.
Untuk hidangan utama saya memilih telur orak-arik dengan semua lauk kecuali keju krim. Di penerbangan ini terdapat 2 jenis telur dan 5 lauk yang bisa dipilih untuk penumpang first class.
- Sarapan penuh (dipilih):
- Minuman pra-pembuka: Pilih satu dari:
- Jus jeruk, atau
- Smoothie campuran buah (dipilih),
- Pembuka: Pilih satu dari:
- Potongan buah,
- Yogurt gaya Yunani dengan markisa, saus kental mangga, dan granola panggang dengan kacang,
- Sereal,
- Salmon Balik, ikan asap dengan keju krim, keju kambing, kaper, dan telur rebus dengan campuran kuning telur (dipilih),
- Hidangan utama: Pilih satu dari:
- Keju feta, tomat, timun, dan zaitun dengan ful medames dan roti gaya Arab,
- Telur dan pendamping:
- Telur: Pilih 1 dari:
- Telur orak-arik (dipilih),
- Telur dadar dengan daun lokio,
- Pendamping: Pilih apapun dari:
- Sosis ayam dengan bawang bombay tumis (dipilih),
- Asparagus panggang (dipilih),
- Tomat (dipilih),
- Jamur portobello (dipilih),
- Keju krim,
- Telur: Pilih 1 dari:
- Oat dengan beri dan krim,
- Donat kukus dengan Nutella, beri, saus apel, dan
- Jus jeruk, buah, roti sarapan, teh atau kopi,
- Roti: Roti sarapan
- Minuman pra-pembuka: Pilih satu dari:
- Sarapan cepat:
- Roti sarapan,
- Teh atau kopi,
- Minuman: Bervariasi, alkohol maupun non-alkohol.
Secara keseluruhan, sarapan di penerbangan ini buruk; Kualitas serupa mungkin masih bisa diterima di kelas ekonomi premium atau mungkin bisnis, tapi jauh dibawah ekspektasi untuk penerbangan first class.
Memang betul bahwa opsi yang diberikan sangat luas dan juga terdapat opsi premium seperti salmon asap Balik, namun masakannya sendiri terasa tidak segar.
Karena saat sarapan selesai sudah cukup terang, tentu saat yang tepat untuk foto terlebih dahulu di kursi ini.
Tidak terasa sudah hampir waktunya tiba di Bangkok.
Saat pantai sudah muncul dan kita terbang ke arah utara, ini tentu pertanda bahwa bandara Bangkok sudah sangat dekat.
Proses pendaratan sendiri cukup mulus, yang kemudian dilanjutkan dengan pergi menuju ke gerbang.
Saat turun, daftar makanan yang dipesan tiap orang nampak dengan jelas saat melewati dapur.
Dari sini, kita bisa melihat dengan jelas apa yang diinginkan tiap penumpang; Sebagai contoh, walaupun ada 8 porsi kaviar yang dibawa, karena ini penerbangan larut malam hanya ada 3 yang memesan – di sisi lain, semua masakan telur yang dibawa habis saat sarapan.
Kedatangan
Proses setelah tiba di bandara Bangkok sendiri cukup standar, dimulai dengan berjalan beberapa menit.
Qatar Airways tidak membagikan kartu imigrasi prioritas, namun pas naik first class saya sudah cukup untuk menggunakan konter imigrasi prioritas di bagian tengah concourse D.
Masalahnya, secepat apapun proses imigrasinya tentu tidak bermanfaat kalau tasnya keluar lama.
Tas pertama sendiri sudah mulai keluar setelah saya tiba di area pengambilan bagasi dan dari sini dapat disimpulkan bahwa label bagasi prioritas diperhatikan.
Masalahnya, teks prioritas di tag tas (staf check-in di Jakarta tidak memasang label bagasi prioritas berwarna khusus) tidak cukup untuk membuat tas saya sampai cepat, dimana tas saya baru sampai 25 menit setelah saya turun – ini bersamaan dengan tas lain di kelas ekonomi.
Setelah saya keluar dari pemeriksaan bea cukai saya melanjutkan perjalanan menuju stasiun KRL untuk pergi ke hotel.
Kesimpulan
Terbang di first class Qatar Airways merupakan salah satu kesempatan yang akan segera berakhir setelah pesawat Airbus A380 dipensiunkan dan Boeing 777-300ER yang dipinjam dari Cathay Pacific dikembalikan sehingga kesempatan ini tentu menjadi sebuah momen yang istimewa.
Walaupun begitu, ada beberapa pengalaman yang sayangnya masih dibawah ekspektasi.
Mulai dari kursi yang tidak mengikuti perkembangan zaman, kualitas makanan, sampai tas yang sampai lama, secara keseluruhan pengalamannya tidak bisa benar-benar dibilang first class.
Apakah saya akan mencoba Qatar Airways first class lagi? Mungkin, tapi lebih sekadar untuk mencoba kursi first class 777-300ER yang dipinjam dari Cathay Pacific.
Salah satu masalah unik yang dihadapi Qatar Airways adalah kelas bisnisnya sendiri sudah terkenal bagus jadi hampir tidak ada alasan lagi untuk mencoba first class. Dengan alasan tersebut, selanjutnya saya akan memilih terbang di kelas bisnis saja.
Eric,
Jadi ini ke DOH cuma untuk cobain QR F saja?
Halo Dwi,
Betul, tujuan utama saya pergi dari Jakarta ke Bangkok lewat Doha waktu itu adalah untuk mencoba penerbangan ini.
Eric,
baru saja saya mencoba buka citibank.co.id
yang sy temukan hanya ada 3 jenis miles yg dapat ditukarkan: Asia Miles, Krisflyer, dan Garuda.
boleh diinfokan terdapat di menu apa untuk penukaran ke Qatar. thanks
Stev,
FYI – Asia Miles bisa ditukarkan untuk penerbangan Qatar karena merupakan aliansi Oneworld.