Saya berkesempatan untuk mengulas kelas utama (first class) Garuda Indonesia di rute domestik, yaitu dari Bali (DPS) ke Jakarta (CGK). Selain ke rute internasional tertentu, pada periode Natal dan tahun baru 2021/2022 Garuda juga sempat mengoperasikan pesawatnya yang dilengkapi dengan first class di rute domestik.
Untuk penerbangan first class kali ini, saya menukarkan 29.445 GarudaMiles + biaya sebesar Rp175.000 dari promo 11.11 Garuda di tahun 2021. Alternatifnya, jika dibeli dengan uang, penerbangan ini dihargai Rp10 juta sekali jalan.
Sebelum Berangkat
Garuda Indonesia memiliki call center khusus untuk first class di (021)-29655777. Dengan menggunakan call center ini, Anda (hampir) selalu akan langsung terhubung ke agen, sehingga Anda dapat menghemat waktu cukup banyak.
Saya sendiri cukup sering menggunakan call center tersebut untuk melakukan perubahan jadwal maupun mengkonfirmasi ketersediaan kursi, terutama ketika Garuda mendadak tidak mengoperasikan penerbangan first class dan kemudian tidak kunjung membuka ketersediaan award bahkan hingga H-1 keberangkatan.
Pada H-1 keberangkatan setelah akhirnya bisa mendapatkan ketersediaan award, pihak Garuda menghubungi saya melalui telepon untuk mengkonfirmasi titik penjemputan dan pengantaran. Karena kali ini saya terbang di rute domestik, Garuda menyediakan transfer bandara gratis baik ke bandara keberangkatan maupun dari bandara kedatangan.
Pada hari keberangkatan saya pun dihubungi koordinator first class di Bali untuk mengatur proses keberangkatan saya:
- Sebagai syarat untuk terbang di era COVID-19 di Indonesia, status kelayakan terbang saya yang biasanya diperiksa di bandara dibantu untuk diperiksa, dan
- Saya mendapatkan nomor kontak supir yang akan mengantar ke bandara.
Pada waktu yang ditentukan, saya menerima telepon dari concierge hotel bahwa supir dari pihak Garuda first class sudah tiba di lobi dan menunggu.
Pada dasarnya, Garuda menggunakan mobil Alphard dengan Goldenbird untuk transfer bandara di Indonesia. Ini artinya, kendaraan yang digunakan adalah kendaraan plat hitam dan tidak menggunakan argo (tarif normalnya untuk transfer bandara sekali jalan kurang lebih Rp500-600 ribu).
Karena ini adalah transfer bandara untuk Garuda first class, sesuai dengan standar dari Garuda pun di dalam mobil sudah disiapkan handuk dingin dan air mineral botol.
Perjalanan dari Nusa Dua ke bandara Ngurah Rai memakan waktu kurang lebih 20 menit melalui tol. Kebetulan mobil yang saya tumpangi memiliki pengisi baterai nirkabel, jadi saya dapat mengisi baterai untuk melanjutkan review saat di perjalanan ke bandara.
Di Bandara
Setibanya di bandara, Garuda Indonesia sudah menyiapkan 1 asisten yang membantu proses keberangkatan saya di bandara Ngurah Rai.
Saya pun disambut dan diantar ke area check-in. Karena proses verifikasi kelayakan terbang saya sudah dibantu oleh staf Garuda sebelum saya berangkat, maka saya tidak perlu lagi memeriksa status tersebut di luar area check-in.
Sebagai penumpang first class saya mendapatkan akses ke area check-in premium, sehingga saya diantar ke sana untuk menunggu proses cetak boarding pass.
Boarding pass beserta dengan kupon akses lounge kemudian disimpan di dalam folder dan langsung dipegang oleh asisten first class dan hanya diberikan kembali setelah saya masuk ke airport lounge dan saat saya mengambil minuman (lebih lanjut nanti).
Setelah proses check-in selesai saya pun diantar menuju tempat pemeriksaan keamanan. Bandara Ngurah Rai terminal domestik tidak memiliki pemeriksaan prioritas bahkan di sisi dekat konter check-in Garuda (ada 1 lagi area pemeriksaan lain di dekat konter check-in maskapai lain seperti Lion Air), walaupun prosesnya sendiri cukup cepat.
Setelah pemeriksaan keamanan selesai, saya pun ditawarkan untuk berbelanja dulu saat melewati beberapa toko di perjalanan menuju lounge, namun saya tolak karena saya tidak berencana membeli oleh-oleh.
Sebagai praktisi poin dan miles, tentunya saya tidak lupa untuk mengambil minuman gratis di bandara. Bandara Ngurah Rai terminal domestik hanya memiliki Starbucks, yang memberikan minuman gratis bagi pemegang kartu kredit tertentu.
Total, saya mendapatkan 2 minuman gratis dari kartu kredit DBS Travel Visa Platinum (1 minuman/hari bersyarat, hingga 24x/tahun) dan BCA Card Platinum (bisa juga dengan BCA Singapore Airlines KrisFlyer Infinite, 1 minuman/hari). Saya hanya mengambil minuman coklat, sedangkan minuman kopinya saya berikan kepada asisten first class yang mengantarkan saya.
Garuda Indonesia First Class Lounge
Sebagai penumpang first class, saya mendapatkan akses gratis ke lounge kelas bisnis dan utama Garuda Indonesia di Bali, namun dengan manfaat tambahan. Manfaat tambahan hanya bisa didapatkan apabila Anda terbang di first class, namun lounge-nya sendiri dapat diakses secara gratis oleh:
- Penumpang kelas bisnis Garuda Indonesia atau melanjutkan dari/ke penerbangan anggota SkyTeam lain kemanapun
- Anggota GarudaMiles Platinum saat terbang dengan Garuda Indonesia atau melanjutkan dari/ke penerbangan anggota SkyTeam lain kemanapun
- Anggota SkyTeam Elite Plus saat terbang dengan Garuda Indonesia atau melanjutkan dari/ke penerbangan anggota SkyTeam lain rute internasional
Pengunjung lounge pada umumnya dapat menikmati prasmanan yang tersedia di lantai bawah dekat area reception.
Penumpang first class diberikan manfaat berupa ruang VIP di lounge dengan sofa, terpisah dari area duduk utama lounge. Walaupun memang cukup tenang dan lebih nyaman daripada di area utama, saya tetap kesulitan mencari stop kontak (yang hanya tersedia 1 di ruangan) dan tidak dapat dikatakan mewah.
Sebagai perbandingan, berikut area tempat duduk standar di lounge kelas bisnis:
Setibanya saya di lounge, saya disambut oleh staf lounge untuk penumpang first class. Beberapa saat kemudian, saya pun diberikan welcome drink berupa air mineral dan kudapan, yang disajikan dengan gelas tersegel. Saya sudah berharap tersedia opsi sparkling water saat disajikan air mineral dalam botol kaca, walaupun sayangnya tidak tersedia.
Penumpang first class tidak ditawarkan untuk mengambil makanan dari prasmanan yang tersedia di lantai bawah. Sebagai penggantinya, saya disediakan makan siang 3 course langsung di dalam ruang VIP dengan menu yang sudah ditentukan.
Makan siang di lounge dimulai dengan sup labu yang rasanya cukup baik.
Beberapa menit kemudian hidangan utama saya diantarkan ke ruangan. Saya memilih ayam dengan nasi goreng, yang menurut saya agak mengecewakan karena dagingnya sedikit keras dan rasanya hambar.
Setelah saya menyelesaikan hidangan utama menu penutup berupa potongan buah dan pudding pun diantarkan, yang rasanya cukup standar.
Secara keseluruhan, walaupun presentasinya sekilas nampak lebih baik daripada makanan standar namun secara kualitas relatif tidak jauh berbeda (dalam arti, agak mengecewakan mengingat ini merupakan fasilitas untuk penumpang first class).
Setelah saya makan saya pun mencoba untuk menggunakan Wi-Fi di lounge, yang sayangnya bisa dikatakan sangat buruk.
Saat tiba waktunya bagi saya untuk menaiki pesawat, petugas lounge dan asisten first class pun tiba di ruang VIP lounge dan menjemput saya untuk pergi ke gerbang keberangkatan. Sebelumnya saya tidak diberikan pilihan untuk naik pesawat pertama atau terakhir, sehingga saya baru tahu sudah seberapa jauh proses naik pesawatnya saat di gerbang.
Keberangkatan
Penerbangan kali ini berangkat dari gerbang paling jauh di terminal domestik, yaitu gerbang 1B.
Ketika saya tiba di gerbang, penumpang kelas bisnis dan ekonomi sudah mulai menaiki pesawat.
Proses naik pesawat berjalan cukup cepat di lajur penumpang kelas bisnis dan karena sudah didampingi oleh asisten first class, saya bisa langsung naik pesawat; Dan ya, ransel tersebut adalah tas saya (saya sudah berusaha menolak untuk dibawakan, tapi karena saya ditawarkan beberapa kali saya pun tidak masalah).
Pesawat saya untuk penerbangan kali ini adalah Boeing 777-300ER dengan registrasi PK-GIF, satu dari hanya 2 pesawat tersisa yang masih memiliki kabin first class.
Karena pesawat ini memiliki 3 kelas kabin dan menggunakan dua garbarata, garbarata pertama dikhususkan bagi penumpang kelas utama dan garbarata lainnya untuk penumpang kelas bisnis dan ekonomi.
Dan betul, ini benar-benar hanya digunakan untuk penumpang first class, yang tentunya bisa dibilang cukup sepi.
Di Dalam Pesawat
Saat tiba di pesawat saya pun langsung disambut oleh Inggo selaku pramugari untuk kabin first class penerbangan kali ini dan diantarkan ke kursi saya. Asisten first class pun mengantarkan hingga ke dalam pesawat dan mengucapkan selamat jalan sebelum meninggalkan pesawat.
Kesan pertama yang saya dapatkan adalah cukup luas. Produk ini tentu tidak seluas kabin first class di beberapa maskapai lain seperti Singapore Airlines, namun tentu jauh lebih luas daripada kabin “first class” (sekarang Business Suite) Malaysia Airlines A350 yang pernah saya coba.
Kabin first class Garuda Indonesia terdiri dari 8 suite tertutup dengan konfigurasi 1-2-1.
Untuk penerbangan kali ini saya duduk di suite 1A, suite yang menghadap ke jendela.
Karena susunan kursinya merupakan suite standar, suite ini memiliki panjang kurang lebih 2 meter dan lebar kurang lebih 1 meter sehingga memiliki 3 jendela.
Di sisi depan suite terdapat TV yang cukup besar dan sandaran kaki, yang juga dapat digunakan sebagai kursi tamu. Selain itu, tersedia juga selimut standar first class yang masih dibungkus.
Karena seluruh suite menghadap ke depan, di bagian belakang tentunya ada kursi utama yang cukup luas dengan bantal. Karena ini adalah penerbangan jarak pendek dan di siang hari, sprei bantal yang digunakan lebih sederhana tanpa tepi tambahan, walaupun bantalnya sendiri pada dasarnya sama.
Persis di sebelah kursi utama terdapat tempat penyimpananan dan tablet untuk mengatur kursi.
Di dalam area penyimpanan tersebut sudah disiapkan botol kecil air mineral dan headphone. Selain itu, area tersebut juga menyimpan remote untuk sistem hiburan dan beberapa pilihan sambungan seperti sambungan untuk headphone noise-cancelling. Tempat yang tersisa pun masih cukup luas, dan dapat menyimpan laptop ukuran standar (saya menggunakan ThinkPad T14 Gen 2 sebagai perbandingan laptop ukuran standar).
Tablet yang dapat digunakan untuk mengatur kursi menawarkan cukup banyak fungsi seperti posisi dan kemiringan kursi, lampu kabin maupun baca, dan fungsi pijat. Selain itu, kursi ini dapat sedikit direbahkan untuk lepas landas maupun mendarat sehingga membuat duduk jauh lebih nyaman.
Tablet tersebut juga dapat dilepaskan, misalnya untuk digunakan saat tidur.
Di depan tersebut terdapat tempat yang menyimpan meja dan satu tempat penyimpanan tambahan.
Meja dapat ditarik dari tempat penyimpanan dan bisa dibilang cukup besar. Selain itu, posisi meja dapat disesuaikan ke depan maupun belakang.
Tempat penyimpanan di depan cukup kecil, namun memiliki stopkontak AC, sehingga hanya muat untuk menyimpan pengisi baterai atau HP.
Di tempat penyimpanan tersebut juga terdapat kartu petunjuk keselamatan dan kantong mabuk udara, namun mengingat ini merupakan penerbangan di masa pandemi tidak disediakan majalah Garuda. Selain itu, layanan koran atau majalah pun juga tidak tersedia.
Karena suite ini merupakan suite tertutup, di balik tembok bagian depan terdapat tempat untuk menyimpan baju. Tidak lupa juga, di atas tempat menyimpan baju terdapat saklar yang digunakan untuk mengunci pintu agar tetap terbuka saat lepas landas dan mendarat.
Di dekat kursi terdapat juga lampu baca dan juga bukaan untuk pendingin udara, fitur yang hanya tersedia di first class untuk pesawat 777-300ER milik Garuda.
Tentunya yang tidak kalah penting adalah bagaimana saya tampak di kursinya sendiri. Suite-nya sendiri menawarkan cukup privasi dan kursinya cukup longgar, walaupun di sisi lain warna lampunya kebetulan diatur menjadi warna kuning kabinnya tampak sedikit gelap.
Sesudah ulasan tentang kursi (atau suite), kini saatnya untuk mengulas pengalaman terbangnya sendiri.
Sesaat setelah saya duduk saya pun ditawarkan minuman selamat datang. Untuk penerbangan tersebut saya memilih jus kacang hijau. Selain itu, saya pun ditawarkan pilihan makanan untuk makan siang, yang nanti akan saya jelaskan di bagian berikutnya.
Pintu pesawat ditutup tepat waktu dan kami pun mulai keluar dari gerbang, melewati terminal internasional yang kosong menuju landasan pacu.
Di saat bersamaan, video informasi keselamatan pun diputar.
Setelah video tersebut diputar, lampu di kabin pun diredupkan untuk lepas landas.
Kabin first class dilengkapi dengan lampu LED motif seperti bintang yang muncul saat lampu kabin diredupkan.
Kami pun segera lepas landas dan meninggalkan pulau Bali. Mengingat kami lepas landas ke arah barat, dari jendela kiri nampak patung Garuda Wisnu Kencana dengan cukup jelas.
Sambil menunggu tanda kenakan sabuk pengaman dimatikan saya pun mencari opsi hiburan di layar. Sayangnya, opsi yang tersedia tidak terlalu banyak – sebagai contoh, hanya tersedia 6 album di musik kategori instrumen, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan belasan sebelum pandemi.
Headphone pun disediakan dengan model khusus untuk first class yang cukup baik. Walaupun sama-sama merupakan headphone noise-cancelling, headphone yang digunakan berbeda dari kelas bisnis dan dalam pouch khusus.
Kira-kira 10 menit setelah lepas landas meja saya pun dipersiapkan untuk makan siang. Walaupun taplak meja yang digunakan sudah kurang terawat, namun setidaknya cukup besar untuk menutupi sepanjang lebar meja.
Beberapa menit kemudian makan siang saya pun disajikan bersamaan dengan minuman yang saya pilih. Karena keadaan pandemi dan waktu penerbangan yang pendek, makan siang disajikan dalam 1 baki dan dibungkus plastik. Untuk makan siang kali ini, Garuda menggunakan setting meja yang umum digunakan untuk kelas bisnis penerbangan internasional jarak dekat.
Berikut adalah makan siang yang didapatkan setelah dibuka:
Makan siang untuk penumpang first class di penerbangan ini terdiri dari:
- Pembuka: Salad selada cobb,
- Hidangan utama: Pilih satu dari:
- Lasagna daging sapi,
- Nasi kuning dengan sate lilit dan ayam (dipilih), atau
- Nasi uduk dengan daging tarik.
- Roti: Roll roti
- Penutup: Pudding strawberry
- Tambahan: Kuki
Bahkan di penerbangan pendek sekalipun, Garuda di kelas utama sudah kembali menawarkan makan siang, bahkan dengan menu yang kurang lebih seperti sebelum pandemi.
Walaupun kualitas makanannya tidak nampak atau berasa seperti makanan yang diharapkan di first class internasional (lebih seperti makanan di kelas bisnis sebelum pandemi, belum lagi pilihan salad yang tidak sesuai dengan makanan utamanya), namun makanannya sendiri secara keseluruhan cukup baik dan sudah cukup, apabila bisa sedikit ditingkatkan, untuk first class domestik.
Sebagai perbandingan, berikut makanan di kelas bisnis di rute serupa beberapa minggu kemudian seperti diliput oleh Vincent:
Setelah saya selesai makan siang saya pun ditawarkan menu lainnya, namun saya menolak karena sudah cukup kenyang.
Pesawat ini biasanya menawarkan internet nirkabel dengan Wi-Fi dan akses disediakan secara gratis bagi penumpang first class, namun kali ini tidak tersedia. Oleh karena itu, saya pun memilih untuk menonton peta penerbangan dan menggunakan komputer.
Seperti disebutkan sebelumnya, meja di suite ini cukup besar, bahkan hampir cukup untuk menggunakan laptop dengan mouse terpisah.
Saat di tengah perjalanan saya pun ditawarkan kripik kentang, yang diberikan bersama dengan lap antiseptik.
Saya pun tak lupa meminta tolong difotokan di suite saya, walaupun mengingat lampunya sendiri diatur menjadi cukup kuning foto yang didapatkan kurang bagus.
Setelah itu saya pun mencoba untuk membuat tempat tidur untuk tidur siang di salah satu kursi tengah dengan selimut dan bantal yang disediakan. Selimut dan bantal yang disediakan cukup nyaman, terutama untuk penerbangan sependek ini.
Pintu suite pun bisa ditutup hingga hampir penuh – apabila Anda pernah mendapatkan kursi Vantage XL seperti di kelas bisnis Delta One atau “kelas” utama Malaysia Airlines Anda mungkin familiar dengan pintu yang celahnya cukup besar.
Penumpang first class memiliki 1 kamar kecil sendiri di depan pintu kiri depan, lengkap dengan toiletries dari Clarins. Kamar kecilnya sendiri cukup bersih, bahkan setelah penerbangan sebelumnya yang penuh bahkan di first class.
Tidak terasa penerbangan ini berlalu dan pesawat mulai turun saat mendekati Jakarta sehingga kabin pun mulai dipersiapkan untuk mendarat.
Anda tahu Anda mulai tiba di Jakarta saat kabut asap mulai muncul.
Saat saya menunggu pesawat mendarat, saya pun mengamati bahwa kabin first class ini sudah tidak begitu terawat, ditandai dengan bekas di langit-langit kabin.
Kembali lagi ke perjalanan – pesawat saya pun tiba di Jakarta di landasan 25L, tepat di sisi berlawanan dari terminal 3. Oleh karena itu, saat menuju terminal 3 saya melewati area GMF yang sudah cukup penuh.
Beberapa menit kemudian kebetulan nampak pesawat Japan Airlines yang baru saja tiba dari Tokyo NRT.
Total 20 menit setelah mendarat saya pun tiba di terminal 3 beberapa menit terlambat, tepat di gerbang yang di bawah menara pengawas terminal 3.
Sebelum turun dari pesawat, saya pun berfoto dulu bersama dengan awak kabin first class.
Kedatangan
Mengingat pesawat ini tiba di gerbang dengan garbarata, saya pun bertemu dengan asisten first class untuk kedatangan dan langsung pergi menuju area kedatangan seperti biasa.
Satu-satunya perbedaan adalah walaupun antrean untuk pemeriksaan kartu kewaspadaan kesehatan elektronik (eHAC) bergerak cukup cepat, saya diarahkan menuju lajur protokoler di kanan dan tidak perlu menunjukkan e-HAC karena menurut asistennya kartu kewaspadaan kesehatan saya sudah dibuatkan oleh pihak Garuda.
Setelah melewati area pemeriksaan kartu kesehatan, karena saya tidak membawa bagasi terdaftar saya pun langsung melewati area pengambilan bagasi dan diantar ke area penjemputan. Apabila saya memiliki bagasi terdaftar dan bagasinya masih belum tiba, Garuda memiliki fasilitas “lounge” kedatangan untuk penumpang kelas bisnis atau utama.
Beberapa menit kemudian mobil yang mengantar saya tiba di area penjemputan, dan saya pun diantar ke mobil untuk melanjutkan perjalanan. Sama seperti di Bali, transfer bandara di Jakarta juga dioperasikan oleh Goldenbird.
Baca juga: Panduan Lengkap Garuda Indonesia First Class
Kesimpulan
Garuda first class menawarkan pengalaman terbang domestik terbaik di Indonesia dan bahkan salah satu pengalaman terbang domestik terbaik di dunia.
Bahkan di tengah pandemi sekalipun, pelayanan yang didapatkan pun secara garis besar bisa dibilang hampir sama dengan pelayanan sebelum pandemi. Meskipun begitu, sedikit banyak memang terasa bahwa produk ini bukan produk baru, dan juga mengingat berita bahwa produk ini akan ditiadakan maka tidak terlihat ada investasi tambahan yang signifikan untuk ini.
Apakah saya akan mengeluarkan Rp10 juta untuk pengalaman ini? Mungkin tidak, namun apabila ini kembali bisa diakses dengan miles atau dengan harga yang tidak terlalu mahal (misalnya, Rp4-5 juta) saya tentu akan kembali terbang dengan Garuda first class di rute ini.
.
Sekarang route perjalanan ini sudah di tiadakan?
Keren. Tq bro Eric sharingnya
Kira2 route DPS-MDC-NRT-LAX , kapan bisa di launch ya? (At least 3x a week terbang ke LAX pp)
Saya tertarik, tapi saya tidak menemukan satupun tanggal first class untuk penukaran ga miles dps-cgk ataupun sebaliknya. Apakah flight ini tidak rutin atau sudah tidak ada lagi?? Kalau punya kenalan garuda sepertinya akan lebih mudah menemukan tanggalnya
Halo Andre,
Kelas utama Garuda untuk rute ini sudah kembali di tanggal tertentu – ketersediaan penerbangan dan kursi redemption bisa dicek di situs Garuda, dan berbeda dari sebelumnya penukaran kali ini jauh lebih mudah ditemukan.
Hi Ko,
fasilitas jemputannya sudah termasuk di Denpasar dan Jakarta juga ya?