Untuk mengejar ANA first class dari Honolulu (HNL), saya berkesempatan mencoba penerbangan terjauh American Airlines ke Hawaii yaitu dari Dallas (DFW) ke Honolulu (HNL) dengan produk “Flagship Business Hawaii”.
Flagship Business Hawaii merupakan 1 dari 5 jenis produk American Airlines “Flagship” (baca: dilengkapi dengan fasilitas premium seperti akses lounge dan kursi flat bed).
Kelima produk tersebut antara lain adalah:
- Flagship Business Transcontinental (New York <–> San Francisco/Los Angeles/Santa Ana dan Los Angeles <–> Boston/Miami)
- Flagship First Transcontinental (New York <–> San Francisco/Los Angeles/Santa Ana dan Los Angeles <–> Boston/Miami)
- Flagship Business Hawaii (Dallas <–> Honolulu/Kona)
- Flagship Business International (AS <–> Asia/Eropa/Amerika Selatan bagian tengah dan selatan/Australia/Selandia Baru)
- Flagship First International (AS <–> Asia/Eropa/Amerika Selatan bagian tengah dan selatan/Australia/Selandia Baru).
Ini adalah penerbangan ke-9 dari seri 14 penerbangan dalam perjalanan saya keliling dunia di bulan Agustus 2023.
Penerbangan ini dipesan 3 bulan sebelum jadwal keberangkatan dan membutuhkan 61.000 Asia Miles + pajak bandara HK$44 (~Rp90.000).
Apabila dipesan sendiri, penerbangan ini memerlukan mulai dari Rp31.500.000 kalau dipesan dengan uang tunai, jadi saya mendapatkan valuasi penukaran Rp516/mile, lebih dari 3x lipat valuasi Asia Miles menurut PinterPoin.
Sebelum Berangkat
American Airlines memiliki hub raksasa di Dallas (DFW) dan terbang dari semua 5 terminal di sana (A-E), jadi saya baru tahu akan terbang dari terminal mana beberapa jam sebelum terbang.
Saya tiba di bandara Dallas (DFW) terminal A 2 jam 20 menit sebelum jadwal keberangkatan.
Sebagai penumpang kelas bisnis, saya bisa menggunakan area check-in prioritas (tentunya prioritas ala AS yang banyak orang bisa masuk, walaupun untungnya saat itu cukup sepi).
Berikut pas naik (boarding pass) saya untuk penerbangan hari itu.
Setelah proses check-in saya melanjutkan ke area pemeriksaan sebelum akhirnya menuju gerbang.
Proses pemeriksaan untungnya tidak memakan waktu lama, jadi saya langsung tiba di area keberangkatan.
Penerbangan kali ini dioperasikan oleh Boeing 777-200ER.
Di terminal A sendiri terdapat Admirals Club yang tepat di seberang gerbang saya dan bisa diakses penumpang “Flagship Business”, tapi tentu ada opsi yang lebih baik dari ini.
Admirals Club sendiri merupakan lounge paling sederhana milik American Airlines, yang seperti United Club bisa diakses dengan keanggotaan berbayar atau dari kartu kredit (Citibank AS).
Bandara Dallas (DFW) memiliki kereta antarterminal yang efisien, jadi bepergian ke terminal lain tidak memakan waktu lama.
Kenapa kereta antarterminal penting? Di terminal D terdapat Flagship Lounge yang jauh lebih bagus dari Admirals Club. Saya tidak berhak mengakses fasilitas Flagship First Dining di dalam lounge ini yang diulas Vincent (lagipula masih terlalu pagi), tapi setidaknya sudah lebih dari cukup.
Bicara tentang Flagship Lounge, lounge ini merupakan lounge premium dari American Airlines bagi penumpang kelas bisnis dan utama jarak jauh; Tetapi berbeda dengan United Polaris Lounge, lounge ini bisa juga diakses oleh anggota Oneworld Sapphire dan Emerald.
Sebagus apa lounge-nya? Cukup bagus untuk saya tidak menyesal hampir kehabisan nafas saat berlari ke gerbang sebelum gerbang ditutup setelah mandi.
Saya akhirnya tiba di pintu kiri kedua. Gerbang keberangkatan kali ini hanya memiliki 1 garbarata, jadi begitu saya naik saya pun berbelok ke kiri menuju kabin utama kelas bisnis.
Di Dalam Penerbangan
Perkenalan Kursi
Saya duduk di kursi 4A yang merupakan kursi reverse herringbone lorong sekaligus jendela (seharusnya 3A, tapi salah satu penumpang meminta saya pindah 1 kursi ke belakang dan secara fitur kursi sendiri sama jadi tidak masalah).
Apabila Anda merasa kursi kelas bisnis di penerbangan ini nampak sangat familiar, ini karena kursinya menggunakan rangka Collins Aerospace Super Diamond yang banyak ditemui di berbagai produk kelas bisnis seperti Garuda Indonesia A330-300 tertentu.
Ruang kaki kursi ini termasuk cukup longgar, sesuai ekspektasi di kelas bisnis.
Sesuai standar kursi kelas bisnis “Super Diamond”, terdapat dua tempat penyimpanan kecil di meja atas lubang kaki.
Stopkontak bisa ditemukan di tempat penyimpanan, dan untungnya tidak begitu jauh dari posisi saya duduk. Selain itu, di situ terdapat juga layar hiburan, soket earphone, dan juga USB-A.
Kursi ini bisa dikendalikan lewat layar di samping kursi.
Lampu baca disediakan di dinding kursi sisi dekat jendela dan menyala sendiri saat dibuka.
Penumpang kelas bisnis mendapatkan headphone noise-cancelling standar American Airlines Flagship dari Bang & Olufsen dan amenity kit yang kempes dari Shinola.
Headphone-nya sendiri merupakan salah satu yang terbaik di kelas bisnis (bahkan sama seperti di Flagship First Class International atau Singapore Airlines First Class), namun American Airlines sangat takut headphone-nya hilang sampai perlu dikumpulkan cukup lama sebelum mendarat.
Tempat bacaan bisa ditemukan di dinding kursi, di balik layar penumpang belakang.
Bacaan di penerbangan ini terbatas pada kartu petunjuk keselamatan, petunjuk hiburan, dan kantong mabuk udara kosong.
Tentunya tak lupa menu makanan untuk penerbangan kali ini.
Karena ini merupakan penerbangan ke Hawaii, menu di penerbangan ini merupakan menu fusion Amerika dan Asia (sebagai contoh, dimana di Asia ada yang menyajikan saus salad ranch santan, atau hidangan dengan saus hoisin dan polenta sekaligus).
Sandaran tangan di dekat lorong bisa diturunkan dan saat dibuka muncul tempat penyimpanan kecil yang cukup untuk wadah headphone.
Seperti biasa, berikut saya di kursi tersebut. Karena perjalanan kali ini ke tempat berlibur, saya memakai kaos tipis alih-alih kaos polo seperti di berbagai ulasan lain.
Penerbangan
Salah satu fenomena yang cukup “Amerika” adalah katup udara bahkan di pesawat berbadan lebar.
Selain ini saya juga menemukan katup udara di pesawat United, tapi tidak ada di Singapore Airlines, Lufthansa, dan bahkan di antara pesawat berbadan lebar Garuda Indonesia pun hanya ada di first class (itu pun dipasang di kursi, jadi tidak di panel atas pesawat).
Setelah saya duduk saya ditawarkan minuman selamat datang, dimana saya memilih air yang disajikan dalam gelas plastik (welcome drink di gelas kaca hanya diberikan di Flagship First).
Sambil menunggu informasi petunjuk keselamatan, saya melihat peta perjalanan, yang untungnya cukup bisa diutak-atik. Penerbangan kali ini akan membawa kami melalui dekat Phoenix dan Los Angeles (keduanya hub American Airlines) sebelum akhirnya pergi menuju Honolulu (HNL).
Sementara itu, kami sendiri mulai meninggalkan gerbang.
Video petunjuk keselamatan ditayangkan di layar masing-masing.
Kami mulai pergi dari gerbang menuju lepas landas. Terlihat panas? Ini baru jam 9 pagi waktu lokal (dan bayangkan saja berjalan ke stasiun bandara yang tidak ber-AC di jam 3 sore di hari sebelumnya).
Lampu kabin diredupkan untuk persiapan lepas landas.
Mengingat Dallas saat itu dalam keadaan sangat panas (sebut saja sepanas Abu Dhabi di musim panas, kira-kira 40 derajat), sebagian besar jendela ditutup di sepanjang perjalanan.
Ini artinya, saya hanya membuka jendela seperlunya sebelum menutup lagi, termasuk saat lepas landas meninggalkan Dallas (DFW). Bicara soal lepas landas, entah kenapa saat itu ada awak kabin yang belum duduk saat lepas landas dimulai, jadi tentu sangat terburu-buru untuk duduk.
Beberapa menit setelah lepas landas informasi Wi-Fi ditayangkan di layar.
Sebelum makanan disajikan saya menyempatkan diri untuk memeriksa Wi-Fi di pesawat ini.
Pesawat ini menggunakan Wi-Fi dari Panasonic, tapi berbeda dengan kebanyakan Wi-Fi pesawat lainnya tidak mendukung Boingo.
Yang saya tidak suka dari Wi-Fi pesawat ini, selain sangat mahal (dan tidak ada promo Wi-Fi gratis 20 menit dengan menonton iklan seperti di pesawat American Airlines lain di rute domestik) juga tidak menawarkan opsi hiburan.
Satu hal juga kalau pilihan hiburannya luas, tapi sesuai standar ulasan saya di PinterPoin saya menggunakan musik klasik sebagai benchmark, dan pilihannya sangat sedikit.
30 menit setelah lepas landas makan siang dimulai dengan kacang hangat dan handuk kecil, yang seperti kebanyakan maskapai di kelas bisnis tidak diberikan dengan alas.
Setelah saya tahu di penerbangan sebelumnya American tidak memiliki sparkling water yang bagus (tapi di lounge malah ada), saya memilih Sprite Zero sebagai minuman sebelum makan.
Setelah itu pembuka dan salad yang disajikan sekaligus, kemudian roti roll manis dari King’s Hawaiian.
Penerbangan rute Hawaii perlu ditemani minuman “khas” Pasifik Selatan (harus diberi tanda kutip karena sebetulnya itu budaya Amerika), jadi saya memesan koktail mai tai kemasan dari On the Rocks.
Saya sudah memesan ayam panggang sebagai hidangan utama sebelum terbang. Anda yang tahu saya, tentu tahu saya kadang ingin mencoba hidangan utama lainnya (iga sapinya terdengar menarik), walaupun sayangnya belum bisa karena stok makanannya sudah disesuaikan.
Kebetulan saya menyorot makanannya dengan lampu di sebelah kursi, dan ternyata nampak noda bekas air yang cukup banyak di alat mkaannya.
Untuk mengakhiri makan siang, saya memesan sundae dengan semua topping yang tersedia (ini sundae pertama saya di American Airlines, jadi saya tidak tahu topping apa yang harus saya pilih).
Makan siang sendiri baru selesai kurang lebih 2 jam setelah lepas landas, yang termasuk cukup lama.
Berikut menu makan siang di penerbangan ini:
- Pembuka: Tomat kering cincang, cuka balsamik putih, salad farro, hehijauan kecil
- Salad: Salad selada romaine, jagung bakar, kacang hitam, dan tomat, pasangkan dengan:
- Saus ranch santan, atau
- Cuka balsamik
- Hidangan utama: Pilih satu dari:
- Iga sapi semur saus hoisin dengan polenta jahe dan kubis keriting tumis
- Kakap putih kukus dioles saus kecap jahe dengan nasi dengan ketumbar
- Ravioli mozzarella dengan saus krim basil dan labu mentega, atau
- Ayam panggang dengan catni tomat panggang, kentang tumbuk, dan buncis (khusus preorder, dipilih)
- Roti: Variasi roti dan roti roll dari King’s Hawaiian
- Penutup: Pilih dari:
- Es krim vanilla dengan isian apapun:
- Saus coklat panas
- Topping strawberry
- Topping nanas dan kelapa
- Krim kocok, dan/atau
- Kacang makadam coklat potong
- Es krim vanilla dengan isian apapun:
- Minuman: Bervariasi, non-alkohol atau alkohol
Secara keseluruhan, saya bisa bilang makan siangnya sangat terasa “tidak niat”.
Mulai dari alat makan yang kurang bersih, presentasi yang ala kadarnya juga tidak membantu untuk penerbangan yang harusnya setara dengan penerbangan transatlantik. Selain itu, kecuali penutupnya (es krim tidak pernah salah), makanannya sendiri meskipun berusaha menonjolkan tema “Hawaii” cenderung kering dan hambar.
Dengan kualitasnya yang seperti itu, saya lebih menyarankan Anda untuk makan di Flagship Lounge dulu, lalu istirahat di sepanjang perjalanan.
Setelah makan siang kabin diredupkan untuk tidur, bahkan walaupun penerbangannya sendiri bukan jam malam di Dallas atau Honolulu.
Setelah sebelumnya bangun sangat pagi dan menikmati sundae yang saya tidak tahu lagi mengandung berapa kalori, tentu waktu yang tepat untuk melanjutkan tidur siang di kasur.
American Airlines menggunakan bantal dan selimut dari Casper, yang sudah cukup untuk standar kelas bisnis (tapi jangan berharap ada matras, bahkan tipis sekalipun seperti di EVA Air atau mungkin ANA).
Bicara tentang air di meja, salah satu concern saya terkait pelayanan adalah waktu pelayanan yang lama. Saya sempat memanggil awak kabin, dan memerlukan waktu beberapa menit sampai akhirnya airnya tiba.
Setelah menata kasur, saat yang tepat bagi saya untuk mengunjungi kamar kecil sebelum tidur.
Kamar kecilnya sendiri cukup luas untuk ukuran kelas bisnis, walaupun sangat minim amenity (kalau bukan karena aksen kayunya, saya bisa bilang ini kamar kecil kelas ekonomi dan Anda mungkin saja percaya).
Saya kemudian masuk ke dalam kasur. Ruang kakinya sendiri cukup longgar, dan ini 1 dari sedikit foto dimana saya masuk dalam selimut (kabinnya saat itu cukup dingin; kalau tidak sedingin itu saya seperti bisa lebih memilih tidur di atas selimut).
Saya bangun 30 menit sebelum mendarat, dimana saat itu pesawat sudah mulai turun. Karena semua orang yang masuk ke Hawaii wajib mengisi form kedatangan, form kedatangan dibagikan pada saat tersebut.
15 menit sebelum mendarat lampu tanda kenakan sabuk pengaman dinyalakan, termasuk petunjuk dari layar alih-alih pengumuman lisan.
Lampu kabin pun juga dinyalakan pada saat itu.
Dari pesawat sudah mulai nampak Hawaii, yang untungya diiringin dengan cuaca cerah.
Honolulu sendiri nampak dari atas, namun tidak untuk waktu lama karena kami memutar dulu sebelum akhirnya bisa mendarat.
Salah satu “kegilaan” di Honolulu adalah, alih-alih membuat KRL di pusat kota dulu, KRL-nya (yang di sebelah jalan bebas hambatan) saat itu masih hanya berada di sisi barat kota dan perlu beberapa tahun lagi sampai masuk ke pusat kota serta terhubung ke bandara.
Cukup dekat dari bandara sendiri terdapat basis militer Pearl Harbor, dimana Perang Dunia II di Pasifik dimulai.
Kami mendarat dengan aman, dan sambil nampak pesawat Boeing 717 milik Hawaiian Airlines yang digunakan untuk perjalanan antarpulau. Anda tentu tahu seberapa besar godaan pesawat tersebut, walaupun saya akhirnya menahan diri karena sudah terbang di pesawat serupa milik Qantas.
Entah kenapa ada sesuatu yag terasa sangat “Amerika” di sini, padahal ada cukup banyak pesawat dari Asia timur.
Kami akhirnya tiba di salah satu gerbang ujung di pier E, tepat di sebelah pesawat Airbus A321 yang melayani rute jarak menengah ke Hawaii.
Kedatangan
Dari jauh nampak pesawat ANA Airbus A380 yang berangkat ke Tokyo (NRT), pesawat yang sama yang akan saya naiki besok lusanya.
Gerbang saya terletak di ujung pier E, jadi saya pergi ke area utama terminal.
Salah satu keunikan bandara Honolulu (HNL) adalah konsepnya yang semi-terbuka, lengkap dengan taman.
Tak lupa saya menyempatkan diri mampir ke JAL/American Airlines Sakura Lounge/Admirals Club (2 nama lounge, 2 maskapai, tapi 1 tempat), dimana saya akhirnya bisa menemukan bidet setelah beberapa hari di AS (dan bonus beberapa masakan gaya Jepang).
Karena saya baru tiba di area pengambilan bagasi hampir 1 jam setelah saya turun pesawat, saya mengambil tas di kantor bagasi alih-alih area pengambilan bagasi normal.
Tas saya tiba dengan tag prioritas generik standar AS.
Dari bandara Honolulu (HNL) saya melanjutkan perjalanan dengan taksi online menuju Ala Moana Honolulu by Mantra, satu-satunya hotel jaringan Accor di Honolulu.
Kesimpulan
Walaupun agak jauh dari standar kelas bisnis internasional yang kompetitif, American Airlines Flagship Business Hawaii masih menawarkan produk yang kompetitif untuk penerbangan jarak jauh dari daratan Amerika Serikat ke Hawaii.
Dengan akses lounge premium dan kursi yang pasti flat-bed dengan akses lorong langsung, perjalanan kali ini cukup nyaman untuk beristirahat sebelum menikmati sunset di Honolulu (atau kalau jatah cutinya tinggal sedikit seperti saya, kerja remote).
Seperti biasa saat terbang di Amerika Serikat, jangan terlalu berharap dengan pelayanan dan makanannya dan kalau tidak memperhatikan dua faktor itu sebetulnya ini merupakan penerbangan yang bagus.
Seru banget Ko Eric, panutan..