dalam ruangan, kendaraan, lantai, pesawat

Flight Review: Air India Boeing 777-300ER First Class Mumbai (BOM) – London (LHR)

Setelah sekian lama mengutak-atik jadwal, saya akhirnya bisa terbang di Air India first class yang juga merupakan maskapai first class ke-13 yang pernah saya coba.

Saya sudah terima dibilang gila oleh banyak orang (termasuk seluruh tim PinterPoin) untuk mencoba produk first class yang konon katanya salah satu yang terburuk di dunia, tapi ada 2 alasan kenapa review ini penting:

  • Seperti yang saya bahas di PinterPoin KrisFlyer Masterclass, Air India menawarkan ketersediaan award first class yang berlimpah dari India ke London (LHR) dan berbagai tujuan di Amerika Serikat (selalu 1 kursi, tapi kecuali agak mepet hampir selalu ada)

  • Kalau tidak ada yang mau terbang di Air India first class, biarkan saya saja yang terbang dan mengulasnya 😀

Ini adalah penerbangan ke-22 dari seri 26 penerbangan saya dalam rangka double round the world saya di bulan Maret dan April 2024.

peta, Bumi, Dunia, teks
peta, Bumi, Dunia, teks

Penerbangan ini dipesan sebagai bagian perjalanan dari Singapura (SIN) ke New York (JFK) 3 bulan sebelum perjalanan dan memerlukan 167.500 KrisFlyer miles + pajak dan tuslah bahan bakar (fuel surcharge) S$798,9 (~Rp9.500.000).

Apabila dipesan sendiri, penerbangan ini memerlukan 109.000 KrisFlyer miles + ₹2.223 (~Rp430.000) atau mulai dari Rp89.700.000 kalau dipesan dengan uang tunai, jadi minimal saya mendapatkan valuasi penukaran Rp822/mile, 4x lipat lebih dari valuasi KrisFlyer Miles menurut PinterPoin.

teks, cuplikan layar, Font, nomor, surat, dokumen
Sebelum Berangkat

Karena saya memulai perjalanan dari Singapura (SIN), proses check-in sendiri dilakukan di area check-in Singapore Airlines first class di bandara Singapura (SIN) dengan saya mendapatkan pas naik (boarding pass) dan tag tas sampai London (LHR), namun saat di Mumbai (BOM) saya meminta tasnya diturunkan untuk berganti baju dan menaruh amenity kit dan baju tidur dari penerbangan Singapore Airlines Suites sebelumnya.

Saya masih sedang mengumpulkan mood untuk mengulas penerbangan tersebut, tapi sebagai perbandingan saya pernah terbang di produk yang sama ke Delhi (DEL) 2 tahun silam.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Di hari saya terbang kali ini, saya pergi dari Ibis Mumbai Airport menuju bandara dengan taksi online.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Saya tiba di bandara Mumbai (BOM) terminal 2 kira-kira 2 jam 45 menit sebelum jadwal keberangkatan.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Sesuai standar di bandara-bandara di India, untuk memasuki area check-in saya perlu melakukan pemeriksaan tiket yang prosesnya sendiri memakan waktu beberapa menit.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Air India menempati 1 baris konter check-in di bandara Mumbai (BOM) khusus untuk penerbangan internasional, dengan konter check-in untuk penerbangan domestik di baris sebelahnya.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Sebagai penumpang first class, saya bisa melakukan check-in di konter khusus.

Saya tidak tahu Air India se-tidak niat apa memiliki first class, tapi kalau konter first class bisa diakses anggota Star Alliance Gold dan karpetnya sampai bernoda, sebut saja itu tanda yang cukup jelas.

Proses check-in sendiri relatif tidak bermasalah, namun sayangnya diiringi dengan perubahan konfigurasi pesawat. Ini artinya, kursi saya pun ikut dipindah menjadi “hanya” kursi lorong dari sebelumnya lorong dan jendela sekaligus.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Koper check-in saya dari Baller diberikan tag bagasi baru dan seperti prioritas konter yang hanya 1 tingkat, juga mendapat tag prioritas standar Star Alliance (dalam arti, di atas kertas tidak ada bedanya dengan anggota Star Alliance Gold atau penumpang kelas bisnis).

bangunan, Bahan komposit, tanah, outdoor

Di perjalanan ini, saya hanya diberikan pas naik (boarding pass) sampai ke London. Selain itu, terdapat juga undangan ke Adani Lounge bagian first class yang sayangnya belum sempat saya foto hingga diambil oleh staf reception karena dipegang oleh pendamping.

teks, struk

Begitu agen check-in tahu saya betul-betul penumpang first class internasional, saya kemudian disediakan escort yang memandu saya melalui proses pemeriksaan keaman dan imigrasi di area pemeriksaan prioritas.

Hal Ini tentunya berbeda dengan escort dari Garuda Indonesia first class yang memandu dari saat saya tiba di area drop-off bandara.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Setelah melewati pemeriksaan keamanan dan imigrasi, saya melewati area toko bebas bea yang cukup besar sebelum tiba di area pertokoan lain dan lounge.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Air India tidak memiliki lounge internasional di Mumbai (BOM), jadi penumpang first class mendapatkan akses ke Adani Lounge West bagian kelas bisnis “premium” dan area restoran ala carte khusus first class (anggap saja seperti American Airlines Flagship Lounge plus Flagship First Dining, tapi versi Mumbai), yang akan saya ulas terpisah.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Begitu waktunya naik pesawat, saya dijemput dari lounge untuk kemudian diantar ke gerbang keberangkatan.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Proses menaiki pesawat dilakukan melalui dua garbarata.

bangunan, pakaian, alas kaki, orang, besi, outdoor, tanah, orang-orang, jembatan, kereta, kereta bawah tanah

Penerbangan saya dioperasikan oleh Boeing 777-300ER yang berusia 13 tahun. Alih-alih pesawat bekas Etihad yang biasa digunakan di rute ini, saya kali ini mendapatkan pesawat “asli” Air India dengan desain yang khas di jendela.

langit, outdoor, pesawat, tanah, transportasi, kendaraan, pesawat terbang, diparkir, tarmak, semen, gerbang, merah, trek, kereta

Saya akhirnya tiba di pesawat. Oh, dan pramugaranya yang nampak di situ adalah Nitin, supervisor awak kabin yang juga melayani saya di sepanjang penerbangan ini.

alas kaki, pakaian, jins, pria, orang, dalam ruangan, lantai, pintu, tanah, orang-orang, plafon, berdiri
Di Dalam Penerbangan
Perkenalan Kursi

Saya duduk di kursi 1D, kursi first class suite terbuka di sisi lorong non-jendela.

dalam ruangan, kendaraan, lantai, pesawat

Seperti kursi first class pada umumnya, Air India first class memiliki 1 kursi sofa yang menghadap ke depan, dan juga cukup lebar karena dalam konfigurasi 1-2-1.

mebel, dalam ruangan, sofa, Sandaran tangan, bantal, Kasur sofa, dinding, lantai, kursi, mobil

Kursi ini memiliki ruang kaki yang cukup lega seperti di kursi first class standar pada umumnya.

dalam ruangan, teks, mebel, dinding, bantal, tempat tidur, Linen

Di sisi kiri depan kursi terdapat area untuk menaruh jas atau baju, tapi karena ini merupakan suite terbuka area ini pun juga terbuka (seterbuka itu, tidak disediakan gantungan baju).

dalam ruangan, teks, dinding, duduk, mobil, lantai, tanah

Di sisi dekat lorong terdapat cangkang kursi yang tidak terlalu tinggi (anggap saja seperti JAL first class), sandaran tangan, dan tempat penyimpanan bacaan.

dalam ruangan, dinding, mobil, kendaraan

Kursi ini dilengkapi dengan 2 lampu baca, 1 dengan sudut yang tetap dan 1 tambahan yang bisa diatur.

mobil, dalam ruangan, kursi mobil, Sarung jok mobil, sofa, duduk, kursi

Di sisi yang jauh dari lorong (dekat tengah atau jendela) terdapat sandaran tangan beserta area konektivitas dengan remote hiburan, soket headphone 3,5mm, stopkontak LAN, dan stopkontak AC.

Entah kenapa stopkontaknya tidak berfungsi saat saya perlu mengisi baterai, sehingga ujung-ujungnya saya menumpang stopkontak di kursi 1A yang kosong.

Kendali kursi dilakukan dari remote yang tersimpan di sandaran tangan.

orang, tangan, kuku, gadget, memegang, dalam ruangan, smartphone

Remote hiburannya sendiri mungkin masih cukup normal pada masanya, tapi saya curiga kabinnya belum pernah diremajakan ulang, dan untuk standar tahun 2024 tentu sedikit berbeda dari ekspektasi bahkan di kelas ekonomi.

dalam ruangan, teks, Peralatan elektronik, gadget, elektronik, orang, Ponsel, mesin, remot, tangan, kontrol, telefon, remot kontrol

Kursi ini memiliki meja lipat yang bisa diambil dari konsol. Gagang untuk mengunci meja sendiri dibuat seolah-olah hanya gagang tersebut yang menahan, sehingga perlu diputar sambil menekan meja agar bisa keluar.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Mejanya sendiri sudah dalam keadaan yang cukup buruk (dalam arti, lihat saja kemiringannya).

teks, mebel, dalam ruangan, kursi, mobil

Ukuran sendiri tidak menjadi masalah, walaupun memang mejanya yang tidak utuh (dalam arti, dilipat) semakin menambah kemiringan meja.

aksesori, dalam ruangan

Terdapat tempat penyimpanan yang bisa ditutup, namun memang ukurannya hanya cukup untuk menaruh air mineral ukuran tanggung (baca: tidak cukup untuk menaruh laptop).

teks, pink, dinding, Properti material, dalam ruangan, ungu, kamar mandi, tas

Air India first class menyediakan baju tidur (sama seperti di kelas bisnis) dan juga amenity kit (mereknya sama, tapi dari kulit alih-alih plastik) dari TUMI.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Bedding di penerbangan ini terdiri dari matras dan selimut yang ditaruh di masing-masing kursi alih-alih diberikan saat diminta atau turndown.

teks, Kantong plastik, Bahan pengemasan, dalam ruangan

Bacaan yang disediakan di penerbangan ini terbatas pada kartu petunjuk keselamatan dan kantong mabuk udara.

teks, poster, Pencetakan, desain grafis

Anda yang sudah sering membaca ulasan penerbangan saya di PinterPoin tentu familiar dengan foto saya di kursi, tidak terkecuali untuk penerbangan kali ini. Kursinya sendiri memang cukup lebar, namun sandaran kepalanya sedikit lebih firm dari selera saya dan agak pendek, jadi tidak begitu terasa saat dinaikkan.

Wajah manusia, orang, pakaian, dalam ruangan, senyum, Dagu, pria, Selfie, Dahi, perawatan penglihatan, kacamata, rahang, dinding, alis, memakai
Penerbangan

Di belakang tiap kabin terdapat gambar salah satu daerah di India, dimana di belakang kabin first class pesawat ini daerah yang ditunjukkan adalah Pondicherry di India selatan.

teks, lukisan, peta, poster, bingkai foto, air, seni

Pelayanan di penerbangan kali ini dimulai dengan handuk basah.

dalam ruangan, piring, makanan

Terbang di kelas premium tentu tidak lengkap tanpa minuman selamat datang (welcome drink), di mana saya memilih sejenis jus (namun lupa persisnya jus apa)

minum, dalam ruangan, perlengkapan meja, Perlengkapan minum, merah, dinding, makanan

Setelah itu saya diberikan beberapa amenity di penerbangan ini, yang terdiri dari sandal, kondisioner bibir, dan headphone.

teks, struk, seni, dalam ruangan

Headphone yang disediakan di pesawat ini menggunakan headphone noise-cancelling “generik” dari Phitek yang performanya relatif standar.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Tentu saya tidak boleh melupakan menu. Terdapat 2 menu di penerbangan ini, menu makanan khusus first class dan menu minuman yang nampak seperti serupa dengan di kelas bisnis.

teks, kertas, Produk kertas, buku, tulisan tangan, stasioner, deasin, seni

Berikut menu makanan dan minuman untuk penerbangan kali ini.

Salah satu keunikan di kabin ini adalah adanya katup pendingin udara, bahkan di kabin bagian tengah di mana mengaturnya sendiri cukup sulit karena kabinnya yang tinggi.

dinding, dalam ruangan, teks, papan tulis, plafon

Video petunjuk keselamatan yang sudah uzur (percayalah, antarmuka HP bisa menjadi penanda umur) diputar sebelum berangkat.

teks, gadget, Alat komunikasi portabel, Ponsel, Perangkat Komunikasi, Perangkat seluler, Peralatan elektronik, multimedia, smartphone, cuplikan layar, telefon, Teleponi, Perangkat tampilan, Komputer tablet, orang, elektronik, dalam ruangan, memegang, layar

Saat kami pergi menuju landasan pacu, nampak pesawat Boeing 747-400 milik Air India yang saat itu menunggu waktu untuk pensiun.

jendela, bangunan, air, jendela kapal, outdoor, pesawat, pantai

Lampu kabin dibiarkan cukup terang untuk lepas landas. Dari saat saya masuk pesawat hingga lepas landas, tidak ada sambutan yang khas di first class pada umumnya dari awak kabin (misal, perkenalan nama supervisor awak kabin atau perkiraan durasi perjalanan).

abin pesawat terbang, pesawat terbang, dalam ruangan, penumpang, pesawat, kabin, penerbangan

Sambil menunggu makan siang saya melihat sekilas hiburan di penerbangan ini. Sistem hiburannya sendiri bernuansa klasik, dengan kendali sendiri dilakukan menggunakan remote (karena apa itu layar sentuh). Selain itu, sistemnya sendiri baru tersedia setelah lepas landas, jadi sebelum itu saya hanya bisa menatap layar statis.

teks, bingkai foto, outdoor, merah

Gambar pesawat di pojok kanan sendiri menggambarkan logo Air India sebelum saat ini, di mana alih-alih menampilkan desain chakra di ekornya, masih menggunakan centaur (dan ingat, pesawat ini menggunakan desain chakra di ekornya sejak awal karena baru berumur belasan tahun, jadi sistem hiburan ini entah ada sejak kapan).

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Pilihan hiburan sendiri cukup terbatas, dan sialnya lagi, semua musik dari luar India dianggap “Western”, sehingga hampir mustahil untuk mencari musik tanpa muncul keinginan untuk mematikan layar dan menggunakan hiburan yang disimpan offline di HP.

Bukan hanya itu, ketika remote sedang dalam keadaan nyala (misalnya untuk berpindah lagu; ingat tidak ada layar sentuh), terdengar suara acak yang cukup mengganggu di headphone.

teks, cuplikan layar, multimedia, Perangkat tampilan, komputer, dalam ruangan, layar

Kurang lebih 20 menit setelah lepas landas makan siang dimulai dengan sparkling water, yang disajikan bersamaan dengan variasi kacang.

perlengkapan meja, meja, dalam ruangan, Kudapan ringan, serbet, minum, piring, hidangan, Tatanan meja, Peralatan dapur, garpu, peralatan makan, Perlengkapan minum, makanan

Air India menyajikan sparkling water Perrier, yang untungnya relatif standar (ini air yang sama di SilverKris Lounge Business Class atau First Class di Singapura (SIN), kecuali di sana masih dalam bentuk kaleng).

minum, botol, teks, dalam ruangan, Botol kaca, botol bir, Minuman beralkohol, Tutup botol, hijau, Bir, minuman ringan

Makan siang dilanjutkan dengan pembuka berupa udang bumbu chimichurri, yang disajikan dengan keranjang roti dan tahu susu gaya India (dahi).

Makan siang dilanjutkan dengan hidangan utama, di mana saya memilih opsi set masakan India non-vegetarian, yang didampingi dengan acar yang sangat kuat dan (ini wajib) roti gaya India.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Walaupun salah urutan, untuk ulasan ini saya juga mencoba sup yang ditawarkan sebagai salah satu opsi pembuka, namun baru saya minta setelah hidangan utama.

perlengkapan meja, Peralatan dapur, garpu, piring, peralatan perak, peralatan makan, dalam ruangan, Piring, sendok, serbet, makanan, hidangan, Alas meja, Pisau meja, Tatanan meja, kain, meja

Saya memilih untuk tidak menghabiskan supnya karena tidak enak, namun alih-alih dibereskan penutupnya langsung ditaruh di meja yang sama.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Makan siang kali ini selesai 2 1/2 jam setelah lepas landas.

Berikut menu makan siang di penerbangan kali ini:

  • Pembuka: Pilih dari:
    • Udang bumbu chimichurri dengan articok direndam saus balsamik putih dan acar tomat ceri cincang (dipilih),
    • Kue kismis hitam dan keju feta dengan almond panggang, tin, dan pesto, atau
    • Sup krim brokoli dan keju cheddar dengan kruton (dipilih),

  • Hidangan utama: Pilih dari:
    • Ikan kakap merah diusap lemon dengan saus lada dan kayu manis, fusilli krim, dan variasi sayuran,
    • Potongan ayam dalam saus kare rasa biji kelabat dengan nasi pulao biji jemuju, wortel dan kacang polong dengan rempah-rempah tumis, dumpling lentil, dan raita yogurt jinten (dipilih),
    • Jamur dan keju paneer dalam saus bayam kental dengan nasi pulao jinten, kare mete, jagung, dan teratai foxnut, dumpling lentil, dan raita yogurt jinten,
    • Pasta cannelloni isi bayam dan keju ricotta dengan saus keju parmesan, ragu tomat, dan sayuran panggang, atau
    • Khichdi (setup nasi dan lentil dengan bumbu tumis) otek dengan kebab asparagus brokoli dan kare yogurt,

  • Roti: Variasi, roti gaya India atau Barat

  • Penutup: Pilih dari:
    • Parfait yogurt beri, atau
    • Kalakand (penutup keju ala India) diinfus kakao (dipilih)

  • Keju: Piring variasi keju (brie, emmental, dan cheddar Inggris) dengan anggur dan aprikot

Bisa dibilang hidangan makan siang kali ini sangat tidak niat untuk standar first class, atau bahkan kelas bisnis.

Satu-satunya yang first class dalam layanan makan kali ini adalah setting mejanya yang bebas baki, namun menunya persis sama di kelas bisnis.

Selain itu, baik kualitas maupun presentasi makanan juga jauh dari kata premium, seperti salad yang penampilannya tidak menarik, mentega Amul dalam kemasan yang hanya dibuka dan ditaruh di nampan, maupun sup yang sangat hambar.

Saya bisa bilang, makanannya separah itu bahkan kalah dari hidangan di lounge maupun masakan India yang dimasak dari catering di Singapura.

Tambahkan lagi dengan pelayanan yang berjalan seadanya (sejak kapan alat makan kotor dibiarkan hingga seluruh course makan selesai, tidak disebut dengan nama, atau bahkan kopi atau teh setelah makan tidak ditawarkan), dan nasib penerbangan ini sudah hampir jelas 😮

Setelah makan siang saya mampir sejenak ke kamar kecil. Kamar kecil di pesawat ini termasuk bersih (wajar, mengingat hanya ada 3 penumpang dalam 1 kabin), namun bisa dibilang seperti kelas ekonomi maskapai berbiaya rendah dalam hal amenity.

Berikut denah kabin pesawat ini. Pesawat Boeing 777-300ER “asli” Air India (dalam arti, langsung dioperasikan oleh Air India alih-alih pesawat ex-Etihad yang biasa mengoperasikan rute ini) memiliki 3 kelas kabin:

  • First class, 1 baris dengan kursi suite terbuka dalam konfigurasi 1-2-1

  • Kelas bisnis, 5 baris dengan kursi angled flat-bed dalam konfigurasi 2-3-2

  • Kelas ekonomi dalam konfigurasi 3-3-3 (baca: kursinya lebar).
teks, tulisan tangan, Tidak bisa, nomor, dalam ruangan

Saya yakin banyak dari Anda yang penasaran kualitas turndown di Air India, dan berikut hasilnya – hanya kursi direbahkan sampai tidur, diberikan alas, dan bungkus selimut dibuka, bahkan tidak sampai lipatan selimutnya dibuka.

Tidak menghitung British Airways dan American Airlines first class dimana saya tertidur sebelum meminta turndown, ini merupakan setting kasur terburuk diantara semua first class internasional yang pernah saya coba.

Terjadi kesalahan permintaan tidak valid.

Selain matrasnya tipis, selimut yang disediakan pun juga sudah relatif kasar, yang tentunya semakin mengurangi kenyamanan tidur.

Saya tentu tidak fair kalau hanya berkata ini yang terburuk, jadi berikut perbandingannya (baik yang sudah diulas di sini atau belum; sebut saja ini sneak peek ulasan saya yang lain).

Paling tidak, karena luas kursinya masih standar first class, ruang kakinya sendiri cukup luas dan tidak terhalang.

alas kaki, dalam ruangan, kaki, orang

Seperti di rumah, saya lebih memilih tidur dengan kaos dan, alih-alih di dalam selimut, di atas selimut. Sesuai standar kursi di first class internasional, kursi ini cukup longgar untuk saya sedikit berguling.

orang, dalam ruangan, Wajah manusia, senyum, pakaian, Selfie, dinding

Saat berguling-guling sebelum tidur saya mencoba memeriksa apakah ada Wi-Fi di pesawat ini, dan jawabannya tidak ada – bahkan Wi-Fi internal seperti di Qantas A380 (yang juga sama-sama tidak memiliki akses internet eksternal) pun juga tidak ada.

teks, cuplikan layar, multimedia, Sistem operasi, software, Software multimedia, deasin

Tidak ada Wi-Fi, peta pun jadi … sampai petanya tidak bisa muncul bahkan setelah sistemnya di-reset.

Saya meminta sistemnya di-reset untuk bisa mengakses peta, dan alih-alih diperiksa kembali oleh Nitin, saya ditinggal begitu saja dalam keadaan peta masih tidak berfungsi.

teks, cuplikan layar, Perangkat tampilan, monitor, multimedia, Layar panel datar, Peralatan elektronik, media, komputer, layar

Saat saya haus saya meminta 1 botol air, dan selain waktu respon pertama yang agak lama (untuk standar first class dengan hanya 4 kursi), alih-alih botol ukuran sedang seperti yang ditaruh di kursi saya mendapatkan 1 botol besar (1 liter).

Kejadian sama sempat terjadi minggu sebelumnya di American Airlines kelas bisnis “non-premium first class” domestik ke Chicago (ORD), yang menurut Vincent (founder PinterPoin dan anggota AAdvantage Executive Platinum; status elit tertinggi American Airlines) “best of the best“.

Saya memutuskan untuk berputar mengelilingi pesawat sambil menunggu saya mengantuk. Seperti di pesawat Garuda Indonesia, kabin kelas ekonomi Air India menggunakan konfigurasi 3-3-3 dengan kursi yang relatif lebar.

abin pesawat terbang, pesawat terbang, penumpang, pesawat, dalam ruangan, plafon, airbus

Kabin kelas bisnis sendiri dilengkapi dengan kursi angled flat bed dalam konfigurasi 2-3-2, dibuat cukup gelap, dan sialnya nampak ada peta bergerak yang bekerja (tapi entah kenapa tidak bekerja di kursi saya).

Bicara tentang kursi angled lie flat, penerbangan ini harusnya dioperasikan oleh pesawat bekas Etihad dengan kursi staggered yang bisa sampai sepenuhnya datar, sehingga ada salah satu penumpang yang protes di antara kabin first class dan kelas bisnis saat sedang proses naik pesawat.

Masalahnya, alih-alih memohon maaf, awak kabin yang sama yang melayani saya di first class justru berkata bahwa:

  • Awak kabin pun tidak diberitahu pesawatnya berubah (mungkin),

  • Sepanjang pengalamannya terbang lebih dari 20 tahun, kursi ini lebih bagus dari pesawat Air India lainnya (jelas salah, secara produk tentu kelas bisnis Air India A350, Boeing 777 bekas Delta, maupun Boeing 777 bekas Etihad tentu jauh lebih bagus), dan

  • Tidurkan saja kursinya dan nikmati pelayanannya (apa itu pelayanan 😮 )
pesawat terbang, abin pesawat terbang, Biru listrik, biru, pesawat, dalam ruangan, plafon, penerbangan

Kembali lagi ke pengalaman terbang. Kalau ada sesuatu yang “agak benar”, setidaknya awak kabin membangunkan saya sekitar 1 jam lebih sedikit sebelum mendarat sesuai permintaan saya untuk mencoba makanan sebelum mendarat, sehingga saya total tidur selama kurang lebih 3 jam.

Kudapan kali ini dipasangkan dengan sampanye Laurent-Perrier La Cuvee Brut NV – kenapa baru sekarang, tentunya karena kemarin malamnya saya baru menikmati variasi sampanye premium di Singapore Airlines Suites (dan ya, ini sampanye standar kelas bisnis, disajikan juga di first class)

dalam ruangan, makanan, perlengkapan meja, piring, dinding, hidangan, meja, nasi, kain, putih, kursi

Berikut menu kudapannya:

  • Pembuka: Kudapan ubi jalar dan ara panggang (dipilih)

  • Hidangan utama: Pilih dari:
    • Udang tumis pedas dengan mi bawang, pakcoy tumis, dan jagung muda (dipilih),
    • Roll isi potongan ayam panggang dengan bawang bombay dan paprika, disajikan dengan kentang isi panggang dan kroket bayam dan cornflake,
    • Patty kentang isi keju paneer dengan kare kacang arab dan chutney asam,
    • Pasta tomat cherry dengan roti panggang keju dan cabe dan sayuran panggang, atau
    • Piring variasi makanan gaya Mediterania (baba ghanoush (terong panggang potong lembut dengan minyak zaitun, jus lemon, dan tahini), hummus (kacang arab masak tumbuk dengan tahini, jus lemon, dan bawang putih), harissa (paprika tumbuk gaya Afrika utara), acar, dan roti pita)

  • Penutup: Pilih dari:
    • Parfait yogurt dengan remahan oat, atau
    • Dumpling keju disemur dalam air gula dengan susu safron kental manis (dipilih).

Secara keseluruhan, kudapan ini termasuk buruk untuk standar first class. Ini memang masih tidak seburuk yakisoba di kelas ekonomi transpasifik United, namun bahkan apabila ini disajikan di kelas ekonomi premium sekalipun saya sudah akan mengkomplain, baik dari presentasi yang nampak seperti (hampir) asal ditaruh maupun rasa, di mana minya sangat hambar.

Selain itu, pelayanannya sendiri juga tidak koheren – walaupun saya meminta dibangunkan 1 jam sebelum pesawat mulai turun (dan benar-bebar dibangunkan), saya tidak ditawarkan untuk dibereskan kasurnya.

Lampu tanda kenakan sabuk pengaman mulai dinyalakan kira-kira 40 menit sebelum mendarat, sehingga tentunya cukup awal.

dalam ruangan, pesawat terbang, abin pesawat terbang, dinding, pesawat, plafon, penerbangan

Lampu kabin diredupkan selama proses mendarat.

dalam ruangan, dinding, monitor, televisi, plafon

Setelah perjalanan sekitar 9 jam, saya meninggalkan pesawat melalui garbarata.

pakaian, pria, orang, dinding, dalam ruangan, jins, orang-orang, berdiri, kereta bawah tanah, plafon, seni
Kedatangan

Air India sebagai maskapai anggota Star Alliance menggunakan terminal 2 di London (LHR).

Semua penerbangan pesawat berbadan lebar yang menggunakan terminal 2 tiba di gedung satelit, jadi saya masih perlu berjalan beberapa menit menuju gedung termimal utama untuk proses imigrasi.

pakaian, alas kaki, dalam ruangan, orang, pria, plafon, berdiri, lantai, tanah, orang-orang

Bandara London (LHR) tidak memiliki fasilitas transit 24 jam dan saya masih ingin tidur di kasur, jadi saya pergi ke area pemeriksaan imigrasi, yang untungnya hanya memakan waktu 10 menit.

kereta, Stasiun metro, Pusat transportasi, dalam ruangan, plafon, stasiun kereta, Bandara, lantai, orang-orang, kereta bawah tanah

Seperti saat saya terbang dengan EVA Air dari Bangkok (BKK), saya mendapatkan fasilitas transit keluar bandara bebas visa selama 1 malam sebelum melanjutkan penerbangan ke Amerika Serikat keesokannya.

teks, kertas, amplop, Pencetakan, Produk kertas, stasioner, tas

Area pengambilan bagasi saat itu sudah cukup ramai, dan tentunya tas saya sudah tiba di awal berkat tag prioritas.

plafon, pakaian, alas kaki, orang, Bandara, orang-orang, Bagasi dan tas, dalam ruangan, Mendaftar masuk, lobi, pria, Mall perbelanjaan, tanah, pengambilan bagasi, menunggu, lantai

Koper check-in saya dari Baller akhirnya tiba dengan tag prioritas.

Walaupun di atas kertas bisa saja tas saya sampai di New York (JFK), sistem Air India maupun Singapore Airlines hanya bisa men-tag tas saya sampai ke London (LHR) untuk di-check-in ulang keesokannya.

tanah, bagasi, Bagasi dan tas, koper, aksesori, lantai, outdoor, jalanan, trotoar, tas, tiang

Setelah mengambil tas saya keluar dengan melewati bea cukai.

plafon, dalam ruangan, Bandara, lantai

Saya tiba di area penjemput, yang terhubung dengan ke terminal bus sentral melalui terowongan. Bicara tentang iklan Heathrow Express yang terus di sepanjang area kedatangan, dengan tiket yang sangat mahal tagline yang tepat seharusnya “express train to London empty wallet“.

pakaian, orang, bangunan, pria, alas kaki, Stasiun metro, Bagasi dan tas, dalam ruangan, plafon, orang-orang, berdiri, peron, tanah, kereta, kereta bawah tanah, menunggu, Bandara

Memang pergi ke terminal bus sentral perlu berjalan beberapa menit, namun worth it untuk bisa naik bus standar ke Ibis Styles London Heathrow alih-alih naik bus shuttle hotel yang mahal yang sempat saya gunakan setelah menaiki EVA Air dari Bangkok (BKK) di tahun sebelumnya.

teks, bus, kendaraan, transportasi, Kendaraan darat, Moda transportasi, transportasi umum, outdoor, jalan, jalanan, orang-orang, diparkir, merah, pemberhentian bus, kota, berhenti

Kesimpulan

Walaupun sangat mudah didapatkan, produk Air India first class masih cukup jauh dari kompetitif.

Dengan kursi yang sudah tidak terawat dan ruang yang sangat banyak untuk perbaikan dalam hal pelayanan, Air India first class saat ini masih relatif tertinggal apabila dibandingkan dengan first class maskapai lain.

Ini artinya, apabila Anda akan terbang dengan Air India first class, anggap saja Anda akan terbang di kelas bisnis, hanya dengan kursi yang jauh lebih lega.

Saya cukup yakin Air India akan bisa mempertahankan produk first class (Singapore Airlines saja bisa menawarkan produk Suites 2x/hari ke India dan juga Air India memiliki cukup banyak pesawat dengan kabin first class –> demand-nya masih ada), Air India masih memiliki harapan untuk kembali lagi ke masa kejayaannya, apalagi pascamerger dengan Vistara yang kualitasnya relatif lebih bagus.

Apakah saya akan terbang di Air India first class lagi? Tentu saja, dalam beberapa tahun kedepan sambil menunggu Air India memperbaiki produknya (misalnya, privatisasi dan merger dengan Vistara, dan juga pesawat Airbus A350 baru, yang tentunya akan diulas terpisah).

Apakah Anda tertarik mencoba terbang dengan Air India first class?

Share

2 comments
  1. Untuk transit di Heathrow dalam waktu nanggung 9-12 jam dan malas keluar airport saya pernah menginap di Aerotel ( Terminal 3) di area Arrival kamarnya kecil sekali buka koper 30 inch harus di kasur. Di Terminal 5 ada Sofitel jalan kaki via skybridge connect langsung T5 ke hotel. Ini lumayan enak ada bathtubnya juga. Baru pernah naik Qatar Airways bisnis Doha-Jakarta. Tips buat yang naik Qatar Airways economy class Jakarta-Doha dan sebaliknya, hindari code share flight (QR 4 digit) yang ternyata dioperasikan maskapai nasional kita (kalau bisnis atau first classnya belum pernah coba).

    1. Halo Rully,

      Betul, dari terminal 2 tidak terlalu jauh untuk pergi ke terminal 3 (maskapai anggota Star Alliance menggunakan terminal 2); kembali lagi, pertimbangan saya kenapa di sekitar bandara adalah harga kamarnya yang jauh lebih murah, dan aksesnya juga masih cukup mudah dari bandara London (LHR).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.