dalam ruangan, dinding, lantai, plafon

Trip Intro: 2X Keliling Dunia, 2X Lipat Fun

Setelah sukses melakukan round the world di tahun 2023 lalu, beberapa bulan lalu saya membuat perjalanan yang lebih besar lagi yaitu double round the world (2x keliling dunia dalam 1 perjalanan). Perjalanan kali ini sangat luar biasa bukan hanya karena banyaknya produk baru yang dicoba (terutama first class), namun juga mencoba terbang di rute-rute yang saya tidak pernah sangka akan saya coba.

Berikut bagaimana saya mengatur perjalanan kali ini:

Rencana Perjalanan

Perjalanan kali ini terdiri dari 26 penerbangan, di mana 18 diantaranya merupakan penerbangan di business/first class:

  • Round the world pertama:
    • Jakarta (CGK) ke Amsterdam (AMS) dengan Garuda Indonesia Boeing 777-300ER first class,
    • Amsterdam (AMS) ke Istanbul (IST) dengan Turkish Airlines Airbus A330-200 kelas bisnis,
    • Istanbul (IST) ke Doha (DOH) dengan Qatar Airways Boeing 777-300ER first class,
    • Doha (DOH) ke Mumbai (BOM) dengan Qatar Airways Airbus A350-1000 kelas bisnis “Qsuite”,
    • Mumbai (BOM) ke Bengaluru (BLR) dengan Air India Airbus A350-900 kelas ekonomi,
    • Bengaluru (BLR) ke Mumbai (BOM) dengan IndiGo Airbus A321neo kelas ekonomi,
    • Mumbai (BOM) ke Muscat (MCT) dengan Oman Air Boeing 787-9 kelas bisnis,
    • Muscat (MCT) ke Abu Dhabi (AUH) dengan Etihad Airways Airbus A320 kelas ekonomi,
    • Abu Dhabi (AUH) ke London (LHR) dengan Etihad Airways Airbus A380-800 first class “Apartment”,
    • London (LHR) ke New York/Newark (EWR) dengan British Airways Boeing 777-200ER first class,
    • New York (LGA) ke Chicago (ORD) dengan Boeing 737-800 kelas bisnis (domestic non-premium first class),
    • Chicago (ORD) ke Tokyo (HND) dengan Japan Airlines Boeing 777-300ER first class,
    • Tokyo (HND) ke Cairns (CNS) dengan Virgin Australia Boeing 737 MAX 8 kelas ekonomi,
    • Cairns (CNS) ke Brisbane (BNE) dengan Virgin Australia Boeing 737-800 kelas ekonomi,
    • Brisbane (BNE) ke Darwin (DRW) dengan Virgin Australia/Air North Embraer E-190 kelas ekonomi,
    • Darwin (DRW) ke Dili (DIL) dengan QantasLink/Alliance Airlines Embraer E-190 kelas ekonomi,
    • Dili (DIL) ke Denpasar (DPS) dengan Aero Dili Airbus A320 kelas ekonomi,
    • Denpasar (DPS) ke Jakarta (CGK) dengan Garuda Indonesia Boeing 777-300ER first class,

  • Round the world kedua:
    • Jakarta (CGK) ke Singapura (SIN) dengan Garuda Indonesia Airbus A330-300 kelas bisnis,
    • Singapura (SIN) ke Mumbai (BOM) dengan Singapore Airlines Airbus A380-800 first class “Suites”,
    • Mumbai (BOM) ke London (LHR) dengan Air India Boeing 777-300ER first class,
    • London (LHR) ke Zurich (ZRH) dengan Swiss Airbus A321neo kelas bisnis,
    • Zurich (ZRH) ke New York (JFK) dengan Swiss Airbus A330-300 first class,
    • New York (JFK) ke Los Angeles (LAX) dengan American Airlines Airbus A321 first class “Flagship First Transcontinental”,
    • Los Angeles (LAX) ke Hong Kong (HKG) dengan Cathay Pacific Boeing 777-300ER first class,
    • Hong Kong (HKG) ke Jakarta (CGK) dengan Cathay Pacific Airbus A330-300 kelas bisnis.

Anda tentu mengira perjalanan selama ini mungkin ditempuh selama 1-2 bulan (dan itu saja sudah termasuk cukup padat), tapi tidak – semua penerbangan ditempuh hanya dalam waktu 16 hari. Sebagai hasilnya, saya terbang rata-rata 8-9 jam/hari sepanjang periode tersebut dan tidak berada di satu kota lebih dari 24 jam. Walaupun begitu, saya hanya 3x terbang overnight (+1 yang tidak dihitung karena saya masih tidur di kasur sesudahnya), sehingga bisa tidur total 10 malam di kasur. Berikut tempat saya tidur selama perjalanan terseut:

dalam ruangan, dinding, desain interior, bantal, seprai, Seprai, tempat tidur, Rangka tempat tidur, matras, mebel, Linen, Selimut penutup, kamar tidur, kamar, lantai, Nightstand, Suite, tirai, Hotel butik, Kap lampu, selimut, Perawatan jendela, laci, penutup jendela, Rumbai dipan, Memasang lantai, Lempar bantal, plafon, hotel
Hotel hanya dijadikan tempat istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan.
Bagaimana Saya Memesan Perjalanannya?

Perjalanan sebesar ini tentu tidak disiapkan di 1 siang bolong, melainkan melalui proses terus menerus selama berbulan-bulan, bahkan sampai saat perjalanan sendiri masih berubah. Oleh karena itu, tentu perlu menjelaskan bagaimana rangkaian perjalanan ini terbentuk:

Visa Schengen Ditukar Garuda Indonesia First Class

Salah satu highlight dalam perjalanan ini adalah terbang di Garuda Indonesia first class. Berbeda dengan rute Bali (DPS), Garuda Indonesia first class rute Amsterdam (AMS) merupakan produk flagship Garuda Indonesia, sehingga menjadi produk yang harus dicoba bahkan dengan perjuangan mengajukan visa Schengen sekalipun (apalagi dengan diskon penukaran 20% dari GATF tahun lalu).

Bumi, peta, teks, aerial

Untuk menghabiskan waktu di Eropa saya juga sempat “bermain” dengan ide mencoba kelas bisnis Air Europa Boeing 787 ke Madrid (MAD), walaupun terpaksa diurungkan mengingat waktu yang sangat terbatas (maksimal 1 malam di Eropa demi mengejar produk-produk lain di luar Eropa). Apabila bisa dipesan dengan GarudaMiles (dan percayalah, tidak gampang mengurusnya), kelas bisnis Air Europa di rute ini bisa ditebus hanya dengan 25.000 GarudaMiles.

peta, Bumi, Dunia, atlas, teks
Berburu Qsuite dan Oman Air ke India

Alasan pertama saya memutar ke India adalah untuk terbang dengan Gulf Air dari Frankfurt (FRA) ke Delhi (DEL) via Bahrain (BAH), yang ketersediaan kursinya cukup banyak dan bisa dipesan hanya dengan 63.000 Asia Miles. Gulf Air merupakan satu dari beberapa maskapai unik di luar aliansi Oneworld yang bisa ditebus dengan Asia Miles, dan selama Anda tidak terbang lebih dari 5.000 mil (+ tahan bayar fuel surcharge-nya yang agak mahal) ini merupakan opsi yang cukup menarik.

Bumi, peta, aerial, teks

Kurang lebih 2 minggu sebelum saya terbang, saya memutuskan untuk terbang dengan Qatar Airways dari Istanbul (IST) ke Mumbai (BOM). Walaupun saya hanya bisa transit kurang dari 3 jam di Doha (baca: sayang akses Al Safwa Lounge), kali ini saya jadi bisa mencoba Qatar Airways first class di pesawat Boeing 777-300ER dan sekaligus Qsuite hanya dengan 75.000 Avios (Qatar Airways) + kurang lebih Rp3.000.000.

Untuk terbang dari Amsterdam (AMS) ke Istanbul (IST) sendiri saya memanfaatkan salah satu sweet spot KrisFlyer dan terbang dengan Turkish Airlines menggunakan 33.500 KrisFlyer miles. Garuda Indonesia sendiri juga masih cukup baik untuk mau membayar akses Schiphol VIP penerbangan lanjutan saya, jadi alih-alih mengulas Aspire Lounge 41 (yang juga merupakan lounge Priority Pass) saya akan melengkapi ulasan Schipol VIP. Dengan ini, secara efektif saya memakai visa Schengen (yang sudah didapatkan dengan susah payah) hanya untuk bisa mencoba Garuda Indonesia first class dan juga Schiphol VIP.

Bumi, peta, teks, aerial

Untuk pergi dari India ke Abu Dhabi (AUH), saya memilih terbang dengan Muscat (MCT) di Oman Air kelas bisnis sebelum melanjutkan dengan Etihad kelas ekonomi. Kedua tiket tersebut saya dapatkan dari miles Etihad Guest yang saya kumpulkan pascaperjalanan ke Eropa dengan tiket kelas bisnis Rp13 juta beberapa tahun silam.

peta, Bumi, teks

Setelah sadar saya akan berada di Mumbai lebih dari 24 jam karena salah memesan tiket, saya mencoba Air India kelas ekonomi di pesawat Airbus A350-900 ke Bengaluru (BLR) untuk memecah masa transit tersebut. Dari awal saya sadar penerbangan Air India first class saya di minggu depannya adalah pengalaman Air India yang “klasik”, jadi saya penasaran bagaimana pengalaman terbang di Air India yang sudah modern.

cuplikan layar, Bumi, peta, aerial
Ada Banyak Jalan Menuju London

Sebelum Vincent mencoba Etihad first class “Apartment”, sebetulnya saya sudah menemukannya terlebih dahulu, tapi terlambat berangkat sampai didahului Vincent. Ketersediaan award-nya sempat cukup bagus bahkan untuk rekanan, tapi saya belum memiliki cukup miles (atau kenekatan) untuk menebusnya sampai ternyata ketersediaan award-nya dibatasi.

Sambil menunggu, saya memesan award dari Abu Dhabi (AUH) ke London (LHR) dengan Turkish Airlines dan Aegean di kelas bisnis, yang hanya membutuhkan 33.500 KrisFlyer miles (ya, sama seperti dari Amsterdam ke Istanbul beberapa hari sebelumnya).

Bumi, Dunia, peta, teks, aerial

2 minggu sebelum saya terbang, saya akhirnya menemukan ketersediaan award rekanan Etihad first class. Vincent tentu menyarankan Anda untuk menebusnya dengan poin American Airlines AAdvantage karena miles yang dibutuhkan sedikit dan juga bebas fuel surcharge, tapi karena saya belum punya Danamon American Express Platinum saya memilih cara yang “lebih Indonesia”, yaitu Virgin Australia Velocity.

Poin Velocity sendiri bisa didapatkan dari menukarkan KrisFlyer miles dengan rasio 1,55:1, jadi total saya menghabiskan 78.000 poin Velocity (setara 120.900 KrisFlyer miles) + fuel surcharge dan pajak kira-kira Rp5 juta dan biaya perubahan kira-kira Rp600 ribu karena salah tanggal. Mahal, jelas, tapi pembaca PinterPoin tentu akan jauh lebih bisa relate dengan alternatif ini karena tidak perlu poin ala Amerika.

Bumi, peta

Karena rutenya yang berubah-ubah, saya jadi harus terus mencari ulang rute yang memungkinkan untuk mencoba British Airways first class. Rencana awal saya adalah terbang dari Inverness (INV) ke Chicago (ORD) karena penerbangan first class yang cukup panjang dan juga sekaligus bisa menghemat pajak keluar Inggris (Air Passenger Duty (APD)) hingga hampir Rp4 juta.

peta, Bumi, Dunia

Mengingat insiden salah tanggal Etihad first class, rutenya harus diperpendek menjadi hanya London (LHR) ke New York (EWR), yang justru membuat saya kembali dikenakan pajak keluar Inggris, ditambah lagi dengan tuslah bahan bakar (fuel surcharge) British Airways yang cukup mahal.

peta, Bumi, Dunia
Mampir Australia Dulu (Tapi Untuk Apa?)

Rute jarak jauh berikutnya yang perlu saya tempuh adalah dari Amerika Serikat ke Australia. Rute Amerika Serikat ke Australia sendiri bisa ditempuh langsung atau, idealnya (karena ketersediaan kursi yang sangat banyak), lewat Jepang.

Saya sempat memiliki beberapa opsi rendah biaya yang bisa dipakai sebagai cadangan:

  • Langsung: United kelas ekonomi dari San Francisco (SFO) ke Sydney (SYD),
  • Via Jepang:
    • AS ke Jepang:
      • United kelas ekonomi dari Washington (IAD) ke Tokyo (HND), atau
      • United kelas ekonomi dari New York/Newark (EWR) ke Tokyo (NRT), dilanjutkan dengan
    • Jepang ke Australia: Virgin Australia kelas ekonomi dari Tokyo (HND) ke Cairns (CNS).
Bumi, peta, teks

Pertama, saya memesan tiket dari San Francisco (SFO) ke Sydney (SYD) untuk berjaga-jaga bila ketersediaan kursi lewat Jepang cukup buruk (dan betul saja, tiketnya pun akhirnya dibatalkan setelah saya memutuskan untuk pergi lewat Jepang).

Awalnya saya berencana terbang dengan Qantas kelas ekonomi dari Tokyo (HND) ke Brisbane (BNE), namun karena kehabisan kursi award saya beralih ke Virgin Australia untuk terbang ke Cairns (CNS), yang memerlukan 27.800 poin Velocity (setara 43.090 KrisFlyer miles) di kelas ekonomi. Saya biasanya lebih memilih langsung menebus penerbangan Virgin Australia dengan KrisFlyer miles, tapi karena Tokyo tidak termasuk dalam zona award chart KrisFlyer untuk Virgin Australia saya harus menukarkan KrisFlyer miles ke poin Velocity dulu. Ketika dipikir-pikir lagi, ternyata saya bisa saja menukarkan Avios dari Qatar Airways untuk award serupa hanya dengan 20.750 miles, sehingga ini sedikit kurang efisien.

Setelah saya menemukan opsi via Jepang, saya memesan tiket United kelas ekonomi dari Washington (IAD) menggunakan KrisFlyer miles, yang saya sendiri pun tidak keberatan untuk terbang (saya sudah mengulas penerbangan serupa dari Los Angeles (LAX) ke Tokyo (HND)). Meskipun begitu, ada 2 hal yang menjadi pertimbangan saya sampai hari H:

  • Tiket dari New York atau Newark ke Washington sudah sangat mahal saat dipesan H-1 (dan ingat, pengalaman terbangnya pun sangat standar), dan
  • Saya masih ingin mencoba Japan Airlines first class untuk rute dari AS ke Jepang yang kursi award-nya bisa didapatkan bahkan sangat mepet (walaupun dari mana berangkatnya harus fleksibel).

Betul saja, di dini hari waktu New York/Newark saat saya ingin mengubah tiket United saya menjadi New York/Newark (EWR) ke Tokyo (NRT) dan menunggu live chat customer service di aplikasi Singapore Airlines yang sangat buruk (lain kali di web saja supaya lebih stabil), kursi award Japan Airlines first class dibuka 9 jam sebelum berangkat!

Saya langsung memesan tiket Japan Airlines first class dari Chicago (ORD) tersebut dengan 135.000 Asia Miles, lalu untuk pergi kesana saya memesan American Airlines kelas bisnis dari New York (LGA) dengan Avios dari British Airways Executive Club (sebetulnya bisa dipesan lewat Asia Miles, namun proses penerbitan tiketnya terlalu lama untuk perjalanan saya dari New York yang tinggal 3 1/2 jam dari saat itu). Sebut saja, saya terbang dari New York ke Chicago dalam keadaan sangat mengantuk, jadi penerbangan tersebut tidak akan saya ulas.

Bumi, peta, aerial

Rute domestik Australia saya juga cukup sederhana, yaitu terbang dari Cairns (CNS) ke Darwin (DRW) via Brisbane (BNE) dengan Virgin Australia, yang dipesan dengan 20.500 KrisFlyer miles. Ini sudah termasuk penukaran yang masuk dalam kategori “masih untung ada award” karena saat itu musim sangat sibuk di Australia (periode musim gugur dan libur Paskah sekaligus; award domestik jarak menengah Qantas saja hampir habis), dan juga value yang didapatkan tidak begitu buruk.

peta, Bumi, alam
Pulang ke Indonesia lewat Timor Leste

Alasan utama kenapa saya memutar ke Australia adalah untuk mencoba penerbangan Qantas dari Darwin (DRW) ke Dili (DIL). Qantas merupakan satu-satunya maskapai jaringan global yang terbang ke Dili, dan juga ini merupakan penerbangan internasional terpendek Qantas (+ satu dari sedikit penerbangan internasional yang dioperasikan oleh QantasLink), yang membuat penerbangan ini unik.

Saya tentu perlu ke Indonesia setelah dari Timor Leste, jadi ini menjadi kesempatan saya untuk mencoba Aero Dili di kelas ekonomi ke Bali (DPS). Dari Bali saya bisa saja mencoba KLM kelas bisnis ke Singapura (SIN), penerbangan yang beberapa tahun silam memulai perjalanan saya di dunia poin dan miles, tapi dengan promo diskon penukaran 40% dari Garuda Indonesia saya memilih untuk terbang dengan Garuda Indonesia first class ke Jakarta (CGK) sebelum melanjutkan lagi ke Singapura (SIN).

Bumi, Dunia, peta
Membayar “Utang” Mencoba Air India First Class

Rencana awal saya adalah membuat 2 perjalanan terpisah, namun karena tiket saya berubah terus menerus akhirnya saya putuskan untuk menyatukan kedua perjalanan tersebut, dan dalam prosesnya menjadi perjalanan saat ini.

Air India menyediakan first class internasional ke London dan beberapa kota di AS. Sebetulnya bisa saja saya terbang langsung dari India ke AS, tapi Anda yang tahu saya pasti tahu ini sangat membosankan (baca: kenapa coba 1 produk kalau bisa banyak, apalagi dengan miles yang sama), jadi saya memilih terbang ke London sebelum akhirnya melanjutkan ke AS dengan United kelas bisnis “Polaris” ke Chicago (ORD). Selain terkenal cukup bagus (untuk standar Eropa/AS) dan bebas fuel surcharge, kelas bisnis United sendiri bisa menjadi tiket saya untuk mencoba berbagai Polaris Lounge, yang merupakan salah satu jaringan lounge paling eksklusif di AS.

peta, Bumi, Dunia, atlas, teks

Sesuai tradisi di Singapore Airlines rute India, ketersediaan Suites “Saver” dibuka 2 bulan sebelum jadwal saya berangkat, jadi saya wajib meng-upgrade segmen Singapura (SIN) ke Mumbai (BOM) dengan biaya perubahan US$50.

peta, Bumi, Dunia, atlas, teks

Sebagus-bagusnya kelas bisnis tentu masih lebih bagus first class (bahkan Qatar Airways Qsuite yang diiklankan sebagai “first in business“; ulasan menyusul), jadi saya termakan godaan saat ketersediaan Lufthansa first class muncul mulai H-3 (baca: H-1 saya memulai perjalanan dari Singapura) dan merubah tiket saya lagi menjadi ke New York (JFK) via Munich (MUC). Semuanya berjalan sesuai rencana, sampai ….

Bumi, peta, aerial
Ditolak Naik Pesawat di London

Saya kurang tahu juga kenapa (bisa jadi karena check-in 3x sampai datanya kacau), tapi saya tidak diizinkan naik pesawat saat di gerbang sebelum penerbangan Lufthansa dari London (LHR) ke Munich (MUC) untuk mengejar Lufthansa first class Airbus A380. Walaupun datanya harusnya sudah benar, staf gerbang sendiri kesulitan saat terus mencoba memperbaiki data saya sampai dispatcher-nya meminta saya dikeluarkan dari penerbangan itu karena sudah menahan pesawat berangkat sampai 15 menit terlambat dari jadwal awal.

peta, Bumi, Dunia

Saya pun diarahkan ke gerbang lain untuk mencari supervisor-nya, yang kemudian membantu memesankan penerbangan pengganti. Ini pun saya jadikan kesempatan untuk mencoba Swiss first class, dan akhirnya saya diberikan tiket pengganti melalui Zurich (ZRH) tanpa biaya tambahan.

Swiss first class sendiri merupakan produk yang sangat eksklusif di dunia poin & miles karena tidak bisa ditebus dengan airline miles apapun kecuali Miles & More (dan itu pun hanya anggota elit Senator dan HON Circle yang bisa mengakses award-nya), atau kalau mau upgrade dari kelas bisnis ke first class memerlukan biaya upgrade belasan sampai puluhan juta Rupiah.

dalam ruangan, dinding, lantai, plafon
Swiss first class merupakan produk yang sangat eksklusif.

Kalau saya hanya ingin mencoba Swiss First Class Lounge Zurich (ZRH) di gerbang “E” yang legendaris, sebetulnya saya bisa saja terbang dengan Swiss kelas bisnis dan dilanjutkan dengan Lufthansa first class ke Amerika Selatan (baca: berangkat malam = bisa tinggal lama di lounge), tapi untuk itu perlu visa Schengen multiple entry yang saya masih belum punya, jadi ini bisa dibilang satu-satunya opsi yang wajar.

peta, Bumi, Dunia, alam
Akhirnya Kembali ke Indonesia

Kalau ada yang tanya seberapa gila saya, saya akan menjawab, “Cukup gila untuk punya ide terbang dari AS ke Indonesia via Afrika”. Rencana awal saya adalah terbang dari Los Angeles (LAX) ke Johannesburg (JNB) via Hong Kong dengan Cathay Pacific first dan business class. Ini merupakan kombinasi yang harusnya sempurna untuk saya karena:

  • Jumlah miles yang dibutuhkan sangat murah (136.100 miles untuk terbang 28-29 jam di first dan business class),
  • Waktu transit di Hong Kong sangat lama (setidaknya cukup untuk pergi ke kota demi makan di Tim Ho Wan dan Kam’s Roast Goose sebelum berkeliling lounge), dan
  • Sesuai aturan Cathay Pacific, saya tetap bisa mengakses lounge first class di Hong Kong (Cathay Pacific The Pier dan The Wing) karena tiketnya memiliki segmen first class.
Bumi, peta

Saat itu saya memilih untuk waitlist award Singapore Airlines kelas bisnis ke Bangkok (BKK). Bahkan andaikan waitlist-nya sendiri tidak tembus, masih ada opsi untuk pulang dengan Ethiopian Airlines.

peta, Bumi, Dunia, teks
Ya, Anda tidak salah baca, opsi di jalur merah adalah JNB-SIN-BKK-CGK.

Sayangnya, karena ada urusan pribadi saya terpaksa harus langsung kembali ke Jakarta (CGK). Selain miles yang dibutuhkan lebih mahal (karena segmen kelas bisnisnya lebih pendek; Cathay Pacific memprorata miles berdasarkan jarak di tiap kelas), waktu transit dan terbang lebih sebentar (dalam arti, siapa yang di sini tidak suka terbang di first class atau business class), dan ditambah lagi kursi pesawat di segmen Hong Kong (HKG) – Jakarta (CGK) berubah dari reverse herringbone menjadi recliner di hari keberangkatan. Sebut saja, sudah jatuh tertimpa tangga, tapi apa boleh buat.

Karena saya sebelumnya tiba di New York (JFK), saya melakukan reposition ke Los Angeles (LAX) dengan American Airlines first class “Flagship First Transcontinental”. Walaupun produk di pesawatnya tidak spesial, sampai saatnya ditiadakan nanti ini merupakan cara termurah untuk bisa mengulas ulang Chelsea Lounge, 1 dari sedikit lounge first class di Amerika Serikat.

Bumi, peta
Penutup

Jangan tanya jatah hoki (dan miles) hasil pengumpulan berapa tahun yang dihabiskan dalam 1 perjalanan, tapi bagi saya ini perjalanan yang tiada duanya. Selain bisa “merangkum” sebagian besar pengalaman terbang saya di berbagai first class dalam 1 perjalanan, ini juga membuktikan bahwa paspor Indonesia yang terbatas tidak menjadi penghalang untuk bisa mencoba berbagai first class terbaik di dunia.

Memang perjalanannya sendiri tidak murah, di mana saya harus mengeluarkan sebanyak berikut untuk bisa terbang di perjalanan tersebut:

  • Miles dari 7 program sekaligus (GarudaMiles, KrisFlyer, Velocity (walaupun dari KrisFlyer juga), Asia Miles, Avios, Etihad Guest, dan Qantas Frequent Flyer),
  • Puluhan juta Rupiah untuk pajak, fuel surcharge, dan biaya perubahan serta pembatalan, dan juga
  • Cukup banyak rambut yang berubah menjadi putih (tapi jangan dihitung juga saat melihat selfie atau foto saya di kursi, pokoknya banyak).

Walaupun begitu, dengan value yang luar biasa, berbagai pengalaman terbang yang unik, dan juga puluhan ulasan yang akan saya terbitkan di PinterPoin, Anda tentunya akan setuju bahwa perjalanan ini bisa dibilang sangat worth it. Tentunya dapur artikel ini tidak akan kehabisan materi hingga beberapa bulan kedepan, jadi stay tuned untuk ulasan-ulasannya!

Apakah Anda ingin mencoba terbang double round the world seperti ini?
Share

9 comments
  1. Luar biasa banget ko eric, andai di masa mendatang saya bisa nyusul gitu round the world juga. Saat ini saya hanya berhasil ke jepang tapi dengan rute yang sangat avgeek sekali, instead of CGK-HND-CGK rute saya ke jepang mei tahun depan menjadi seperti ini ;
    1. CGK-SIN SQ Business 77W (Krisflyer)
    2. SIN-HKG SQ Business A359 (Krisflyer)
    3. HKG-KIX CX Economy A333 (Asia Miles)
    4. ITM-HND JL Economy 763 (Cash)
    5. NRT-SIN SQ Business A388 (Krisflyer)
    6. SIN-DPS SQ Business 78X (Krisflyer)
    7. DPS-CGK GA First Class 77W (Cash Fare + Miles Upgrade)

    Tadinya mau lebih gila lagi CGK-SIN-HAN dgn SQ dan nyambung HAN-HKG-KIX dgn CX karena pertimbangan redeem HKG-KIX dengan HAN-HKG-KIX dengan jumlah miles yang sama (12.500 miles), tapi batal karena partner saya marah2 soalnya flight yang telalu lama dan panjang cuman buat ke jepang (memang hanya avgeek yang mengerti) HAHA.
    Maap jadi curcol

    1. Halo Tama,

      Menarik juga perjalanannya ke Jepang πŸ˜€ Bisa juga lain kali coba CGK-SIN-SGN pakai SQ business (atau kalau bisa, first + business), lalu SGN-HKG-HND pakai CX business + first, butuh miles-nya tidak terlalu banyak tapi jadi bisa coba 2x first class + banyak lounge menarik.

  2. Luar biasa effort dan totalitasnya ko Eric.. benar2 avgeek sejati and true traveller! Mantapp, lanjutkan koo… semoga saya bisa segera menyusul pasca masterclass yg akan datang πŸ™‚

  3. Satu datunya rute yg ga bikin ngiri itu HND–CNS pake B737M…hell no 7-8 jam di narrow body plane.

    Salut Eric bisa Sukses selamat tersiksa di narrow body segitu lama

    1. Halo Aldyzes,

      Tidak seburuk itu juga sebetulnya, tinggal tidur dan minum air sepuasnya (kalau United Island Hopper yang jauh lebih lama saja masih tahan, ini lebih gampang πŸ˜› )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.