Highlight (atau bahkan tujuan utama) saya pergi ke Amerika Serikat kali ini adalah untuk mencoba terbang First Class Qantas dari Sydney (SYD) ke Los Angeles (LAX).
Ini adalah penerbangan ke-4 dari seri 6 penerbangan dalam perjalanan saya ke Amerika Serikat di bulan Juli 2023.
Qantas sendiri merupakan maskapai anggota Oneworld sehingga tiketnya bisa dipesan dengan miles dari beberapa program, termasuk dari Cathay Pacific.
Meskipun begitu, Qantas memiliki reputasi sebagai maskapai yang tergolong pelit memberikan award first class, apalagi untuk program rekanan (selain Qantas Frequent Flyer; ini termasuk Cathay dan AAdvantage) sehingga diperlukan keterampilan khusus untuk bisa mencari award-nya yang langka tersebut.
Penerbangan ini dipesan melalui WhatsApp Cathay Pacific 1 (satu) bulan sebelum berangkat sebagai bagian dari perjalanan saya dari Melbourne ke Los Angeles di kelas bisnis dan utama.
Penerbangan ini totalnya sendiri memerlukan total 132.500 Asia Miles + pajak dan fuel surcharge HK$2.166 (~Rp4.200.000).
Alternatifnya, penerbangan ini sendiri bisa dipesan dengan 120.000 Asia Miles + pajak dan fuel surcharge HK$1.870 (~Rp3.700.000) jika Anda hanya terbang dari Sydney ke Los Angeles. Alternatifnya, penerbangan ini bisa juga ditebus dengan 162.800 poin Qantas.
Alternatifnya, tiket ini bisa dipesan dengan harga mulai dari Rp166.600.000, sehingga penukaran ini memberikan valuasi sebesar Rp1.220/mile; lebih dari 6x lipat valuasi Asia Miles menurut PinterPoin.
Sebelum Berangkat
Satu hari sebelum jadwal keberangkatan, tim Qantas First Class sendiri menghubungi saya untuk mengkonfirmasi pemesanan dan menjadwalkan sesi spa gratis selama 20 menit di lounge.
Walaupun sesi spa tersebut gratis bagi semua tamu Qantas International First Lounge di bandara Sydney (SYD), hanya penumpang first class yang bisa menjadwalkan sesi di awal. Anggota Oneworld Emerald dan tamu lainnya hanya bisa menjadwalkan sesi saat tiba di lounge.
Karena saya memulai perjalanan ini dari Melbourne (MEL), proses check-in sendiri dilakukan di bandara Melbourne terminal 1 di mana tas saya sudah diarahkan langsung menuju Los Angeles (LAX).
Berikut boarding pass saya untuk kedua penerbangan saya hari itu. Saya akan terbang dari Melbourne (MEL) ke Sydney (SYD) lalu lanjut ke Los Angeles (LAX).
Ini artinya, begitu sampai di bandara Sydney (SYD) terminal 3, saya pun tinggal pergi menuju konter transfer internasional di gerbang 15 untuk diantar ke area pemeriksaan terminal 1 dengan bus khusus Qantas melewati jalan dalam bandara (tidak perlu memakai bus antarterminal T-Bus).
Qantas sendiri menggunakan bus ukuran standar untuk mengantar semua penumpang transfer internasional; baik penumpang first class atau kelas ekonomi menggunakan bus yang sama.
Setelah turun, saya pun langsung melalui proses imigrasi dan pemeriksaan keamanan; dalam 10 menit saya pun sudah kembali di area keberangkatan.
Saya kemudian menghabiskan sebagian besar waktu transit saya di Qantas International First Lounge Sydney yang menurut saya cukup bagus (selain untuk tidur).
Lounge ini tentunya akan diulas terpisah, tapi sedikit sneak peek: Jangan lupa coba cumi goreng tepung (calamari) dan spa-nya.
Begitu status penerbangan saya sudah akan segera naik pesawat, saya pun pergi meninggalkan lounge.
Qantas sendiri memiliki aplikasi yang cukup memadai termasuk untuk memeriksa peta kursi sampai sesaat sebelum terbang.
Walaupun sampai beberapa jam sebelum terbang kabin first class sendiri hanya setengah penuh, saat sudah waktunya naik pesawat mendadak kabinnya benar-benar penuh.
Begitu saya mendekati gerbang keberangkatan, ada staf yang menanyakan tentang rencana perjalanan sebelum akhirnya menempelkan stiker pemeriksaan ke belakang paspor saya.
Saat saya tiba di gerbang keberangkatan sendiri antrean untuk penumpang first class dan anggota elit Oneworld Emerald sudah kosong; Penumpang kelas ekonomi sendiri sudah mulai naik pesawat.
Penerbangan ini dioperasikan oleh VH-OQK, pesawat Airbus A380 yang sudah berumur 12 tahun.
Qantas sendiri menggunakan garbarata depan khusus untuk penumpang first class, sehingga proses naik pesawat tidak memakan waktu lama.
Di Dalam Penerbangan
Kali ini saya duduk di kursi 3A, kursi jendela sekaligus lorong reverse herringbone di kabin sisi kiri.
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, kursi ini baru benar-benar bisa dimanfaatkan secara optimal saat dalam keadaan miring menghadap jendela, sehingga kursinya bisa diputar.
Meskipun begitu, kursinya sendiri sudah sangat nyaman. Saya bisa tidur berjam-jam di kursi ini tanpa perlu rebah terlalu dalam (lebih lanjut di bawah), ukurannya pas, dan busanya empuk.
Di bagian atas kursi sendiri terdapat kendali kursi sederhana untuk awak kabin; Sebagai contoh, daripada harus menjangkau tablet, mereka hanya perlu menekan tombol ketiga dari kiri untuk mengubah kursi menjadi kasur.
Ruang kakinya saat kursi menghadap depan tidak terlalu luas, namun cukup untuk sekitar 1 jam sampai pesawat selesai lepas landas.
Di tembok kursi ini juga terdapat gantungan jaket, lubang saluran udara (langka di pesawat besar), meja kecil untuk menaruh canapes, kantong bacaan, dan stopkontak (tapi dimana menaruh HP saat sedang mengisi baterai selain di tempat bacaan; seperti yang saya sebut sebelumnya, stopkontak di posisi aneh = rangka kursi lama).
Saat sudah lepas landas kursinya bisa diputar, sehingga baru saat ini ruang kakinya bisa terasa luas. Layar hiburannya (IFE) sendiri bisa ditutup apabila ottoman di depan digunakan untuk makan walaupun selain itu saya lebih memilih layarnya tetap terbuka.
Di sebelah saya sendiri terdapat tablet kendali kursi dan remote layar hiburan.
Walaupun sistem hiburannya sendiri sudah modern dan layar tabletnya sendiri responsif, tablet kendali kursi maupun remote-nya sudah terkesan sedikit berumur.
Kursi ini memiliki meja yang ketika sepenuhnya dibuka berukuran raksasa, cukup untuk makan berdua; sebagai perbandingan, berikut laptop standar saya (ThinkPad T14 Gen 2) sebagai referensi.
Bahkan ketika mejanya hanya terbuka setengah, meja ini cukup untuk memuat semua isi kantong bacaan, kartu petunjuk keselamatan, kantong mabuk udara, dan majalah.
Di penerbangan ini bantal besar sudah disediakan di kursi, namun bantal lain yang lebih kecil juga tersedia (lihat di foto ruang kaki di atas)
Tepat di sebelah kiri kursi sendiri terdapat tempat penyimpanan kecil, walaupun bisa dibilang hampir tidak berguna karena relatif sulit diakses.
Lebih ke kiri lagi, di tepi kabin sendiri terdapat pembatas privasi, meja kecil yang sekaligus memiliki wadah botol air minum, dan jendela dengan tirai elektrik.
Di bawah meja kecil tersebut terdapat 2 tempat penyimpanan kecil.
Tempat penyimpanan tersebut berisi headphone noise-cancelling, yang sayangnya tidak enak.
Seperti biasa, berikut foto saya di kursi tersebut – sandaran kepalanya sendiri bisa dinaikkan (walaupun saat itu lupa saya naikkan). Di penerbangan ini masker sudah tidak diperlukan saat terbang, dan juga karena kursinya bisa cukup jauh dari kursi berikutnya maka sabuk pengaman wajib digunakan di pundak.
Penerbangan
Begitu saya tiba di kursi, saya pun diberikan sandal dan baju tidur.
Penerbangan first class tentu diawali dengan minuman selamat datang (welcome drink), yang kali ini merupakan sampanye Charles Heidsiech Brut Millesime 2012 dan disajikan bersama dengan kacang dan acar zaitun.
Saat kami mulai bergerak meninggalkan gerbang, video petunjuk keselamatan pun diputar.
Kalau Anda seperti saya terbiasa duduk di dekat jendela untuk melihat pemandangan, badan pesawat Airbus A380 ditambah dengan susunan kursi pesawat ini membuat saya kesulitan mengambil foto saat lepas landas. Sebagai catatan, kami lepas landas 30 menit setelah jadwal awal keberangkatan.
Makan malam sendiri dimulai dengan canapes yang disajikan dengan koktail Signature First Cocktail.
Begitu saya selesai dengan canapes dan tidur sejenak, saya sedikit dibangunkan dengan appetizer berupa sandwich daging sapi yang disajikan bersamaan dengan wine.
Di saat ini juga saya ditawarkan roti untuk menemani makan malam, dan saya memilih roti dengan isi bawang putih confit (bukan roti bawang seperti yang biasa muncul di Singapore Airlines) serta cuka balsamik.
Untuk hidangan utama saya memilih ikan toothfish oseng dengan saus saffron yang disajikan dengan irisan lemon dan salad.
Di meja sendiri tidak terdapat lada, jadi saat ikannya disajikan saya pun ditawarkan lada yang digiling langsung dari penggiling lada.
Saya pun mengakhiri makan malam dengan piring variasi keju, yang dipasangkan dengan wine penutup De Bortoli Noble One Botrytis Semillon 2009.
Saya sendiri selesai makan malam 3 jam setelah lepas landas, yang termasuk sangat lama. Hal ini mungkin disebabkan karena saya sering tertidur sejenak setelah suatu menu selesai; Tetapi sisi positifnya makan malamnya sendiri tidak terasa terburu-buru.
Berikut adalah menu makan malamnya (dan betul, sepanjang itu menunya):
- Aperitif: Signature First Cocktail dari Maybe Sammy (bar nomor 29 terbaik di dunia)
- Canape:
- Kaviar “Calvisius” di atas blini dengan creme fraiche, dan
- Salmon asap di atas crostini dengan acar timun, selai tomat, dan lokio.
- Roti:
- Pilih dari:
- Roti dengan kedelai dan quinoa,
- Roti sourdough putih, atau
- Roti dengan bawang putih confit (dipilih),
- Pasangkan dengan:
- Mentega,
- Minyak zaitun extra virgin, atau
- Cuka balsamik (dipilih).
- Pilih dari:
- Pembuka: Pilih satu dari:
- Sup parsnip dengan pancetta, hazelnut, dan yogurt gaya Yunani,
- Sup parsnip dengan crouton dari roti sourdough,
- Salad kepiting katak merah dan daging babi manis dengan mangga hijau, mente, dan saus dressing nam jim,
- Piring mezze dengan hummus ubi, terong kecil, keju kambing dengan pepperberry, tabbouleh, dan sambousek (sejenis samosa),
- Pithivier (sejenis pie) isi bebek panggang, jamur, dan akar seledri dengan pure rhubarb, atau
- Steak sandwich dengan saus tomat dan cabe cincang (dipilih).
- Hidangan utama:
- Pilih satu dari:
- Terong masak pedas gaya Yuxiang dengan jamur kuping dan daun bawang
- Ikan toothfish oseng dengan zucchini potong tipis, lemon, dan minyak zaitun extra virgin
- Ayam dimasak dalam kuah kelapa dengan jagung muda, kacang panjang, rebung, jamur, dan bihun
- Ikan toothfish oseng dengan saus saffron, kentang kecil panggang, dan adas semur (dipilih),
- Daging domba goreng tepung dengan brokoli kecil, kubis brussel, dan kentang tumbuk dengan lemon myrtle dan akar seledri,
- Daging sapi tenderloin dengan buncis dan kacang almond panggang, kentang panggang dengan rosemary, dan pilihan pelengkap (pilih satu):
- Krim horseradish,
- Mustard dengan biji, atau
- Mustard pedas gaya Inggris.
- Lengkapi dengan salad selada romaine kecil, sawi merah, dan endive, pasangkan dengan:
- Cuka gaya Neil,
- Minyak zaitun extra virgin, atau
- Cuka balsamik.
- Pilih satu dari:
- Penutup: Pilih satu dari:
- Piring variasi keju (keju biru Tarwin Blue, Brie, Cheddar, dan keju susu kambing Black Savourine) dengan wafer dan lavosh biji poppy dan wijen (dipilih),
- Affogato dengan es krim vanilla, anggur, espresso, dan biskuit kacang macadamia,
- Kue krim coklat gelap dengan hazelnut, buah pir dimasak dalam kuah, dan karamel,
- Pudding nanas dan jahe dengan mascarpone dan kacang almond panggang,
- Es krim, atau
- Buah.
Secara keseluruhan, makan malamnya sendiri bisa dibilang enak dan setara dengan makan di restoran mewah di darat.
Memang betul Qantas first class tidak menonjolkan bahan-bahan mahal seperti kaviar yang bisa menjadi 1 course sendiri, sampanye Rp10.000.000/botol, atau uni dan daging sapi wagyu tapi eksekusinya sendiri sangat bagus. Mulai dari variasi makanan yang sangat banyak, kualitas makanan yang masih terjaga (lihat: tekstur ikan yang dioseng di hidangan utama), pendamping makanan yang bervariasi (dari roti, potongan lemon untuk ikan, sampai lada segar), sampai pilihan wine Australia berkualitas tinggi (semua wine yang disajikan sendiri merupakan wine Australia, kecuali tentunya sampanye), makan malam kali ini betul-betul menggambarkan hidangan Australia modern.
Kalau Anda tidak masalah dengan jenis makanannya yang lebih condong ke masakan gaya Barat (saya sendiri tidak masalah), maka Anda tentu akan sangat suka makanan di penerbangan ini ๐
Setelah makan malam, saya langsung tidur selama hampir 3 jam dalam keadaan kursi hanya sedikit direbahkan. Begitu saya bangun, salah satu pramugari pun datang dan kembali menawarkan kursi saya dibuat menjadi kasur (turndown service). Saya pergi ke kamar kecil sembari menunggu kasurnya dibuatkan.
Qantas first class sendiri memiliki 2 kamar kecil; berbeda dengan maskapai lain yang memiliki kabin first class di lantai atas dan bisa memasang kamar kecil yang luas. Kamar kecil ini berukuran standar namun bersih.
Kamar kecil first class sendiri memiliki beberapa amenity dari LaGaia Unedited, merek sama yang menyediakan spa di lounge, namun selain itu memiliki fasilitas yang (sedikit) terlalu sederhana.
Berikut kursinya setelah diubah menjadi kasur. Kasur ini merupakan kasur paling nyaman yang pernah saya nikmati di udara. Mulai dari ukurannya yang cukup luas, matras yang tebal, sampai mesinnya yang sangat tenang, tidur di sini terasa seperti tidur di hotel di darat.
Saya sempat tidur total 5 jam di kasur ini, jadi ditambah dengan tidur saya sebelumnya di kursi total masih sama dengan jumlah tidur saya di darat tiap harinya (8 jam).
Salah satu kelemahan kursi reverse herringbone sendiri terutama di kelas bisnis adalah ruang kakinya yang terkadang sempit saat tidur; Dengan ruang per orang yang mencapai 6x lipat kelas ekonomi Qatar Airways A380 (14 vs 84 kursi) atau Emirates A380 (14 vs 88 kursi) di bagian kabin yang sama, ruang kaki di kursi saya termasuk cukup longgar bahkan untuk kaki berukuran besar.
Sialnya, saya sempat sedikit kesulitan tidur lagi setelah sebelumnya tidur beberapa jam. Jadi, saya pun memilih untuk memutari kabin pesawat di mulai dari tangga depan yang menghubungkan kabin first class dengan lounge untuk penumpang first class dan business class.
Apa yang ditampilkan di layar sebesar itu di depan tangga? Ternyata, layar tersebut menampilkan peta perjalanan sekaligus foto beberapa daerah di Australia secara bergilir.
Area kecil di kabin lantai atas bagian paling depan sendiri digunakan sebagai lounge (bukan bar, seperti di pesawat Qatar Airways atau Emirates) sehingga di sini makanan maupun minumannya sendiri bersifat swalayan dan terbatas.
Salah satu diantaranya adalah coklat seperti yang diberikan saat saya terbang di kelas ekonomi domestik beberapa bulan silam.
Tempat duduknya sendiri juga lebih sederhana dan karena ini merupakan penerbangan malam lounge-nya sendiri kosong saat saya tiba ke sana.
Suasananya sendiri lebih seperti cigar bar sehingga cukup sulit untuk difoto karena gelap.
Di belakang lounge sendiri terdapat kabin kelas bisnis yang cukup besar, rangka kursinya sendiri menggunakan Vantage XL seperti semua pesawat jarak menengah dan jauh Qantas lainnya.
Di belakang sendiri terdapat kabin kelas ekonomi premium berukuran raksasa dengan 60 kursi, sama seperti kabin first class, ini juga termasuk salah satu kabin terbesar di dunia untuk kelas premium ekonomi.
Kabin kelas ekonomi premium ini sebegitu besarnya sampai memiliki area sendiri untuk mengambil makanan ringan dan minuman walaupun tentu lebih sederhana dari lounge kelas bisnis di depan.
Tak lupa tentunya kabin kelas ekonomi yang terletak di lantai bawah. Berbeda dengan kabin first class yang penuh, kabin kelas ekonomi premium dan ekonomi sendiri termasuk sepi di penerbangan ini bahkan sampai beberapa orang bisa tidur telentang di beberapa kursi sekaligus.
Bar swalayan di kelas ekonomi sendiri jauh lebih terbatas dengan hanya tersedia minuman.
Kabin first class sendiri tidak memiliki bar khusus seperti di kelas ekonomi, namun di dapur sendiri disediakan makanan ringan yang lebih berkualitas seperti chocolate truffle dan buah. Minuman tidak disediakan karena bisa diantar ke kursi.
Kurang lebih 2 jam sebelum mendarat, Vincent sebagai salah satu awak kabin untuk bagian akhir perjalanan ini pun datang dan menawarkan menu sarapan terbatas.
Setelah saya memilih sarapan, makanan pun dihidangkan secara bersamaan.
Berikut adalah menu sarapannya (dicoret: tidak tersedia karena pendingin rusak):
- Jus: Pilih satu dari:
Jus jeruk cold-pressed,Jus apel cold-pressed,Jus campuran buah dan sayur hijau cold-pressed,Jus buah kuning cold-pressed,- Jus cranberry, atau
- Jus standar lain.
- Buah, sereal, dan yogurt: Pilih satu dari:
- Granola dengan buah berry, kacang pecan, almond, dan madu (dipilih, ditambahkan susu dan pisang),
- Pilihan sereal,
Bircher muesli,Salad buah, atauYogurt gaya Yunani.
- Roti: Pilih dari:
- Roti panggang dengan variasi gandum dan biji-bijian,
- Croissant (dipilih), atau
- Pastry gaya Denmark dengan custard rhubarb rasa almond
Hidangan utama: Pilih satu dari:Alpukat di atas roti panggang dengan keju susu kambing, selada rocket, tomat panggang, dan cuka jeruk jariCrumpet (pancake tebal) dengan dadih lemon dan maduHidangan telur:Pilih satu dari:Omelet putih telur dengan zuchinni potong tipis, atauTelur orak-arik,
Lengkapi dengan:Ham babi Black Forest,Sosis babi,Salmon asap,Alpukat,Kacang dimasak semur, atauKeju ricotta panggang.
Saya sendiri tidak mungkin mengulas sarapannya sekritis biasanya karena keterbatasan pendingin, namun secara keseluruhan awak kabin pun telah berusaha memaksimalkan sarapan ini.
Croissant-nya cukup enak dan walaupun granola sendiri bukan pilihan utama makanan saya (saya lebih terbiasa dengan salad buah dan masakan telur untuk sarapan), granola dengan buah kering serta tambahan susu dan pisang sendiri sudah lebih dari cukup untuk sarapan ringan.
Salah satu yang juga ingin saya bahas di sini adalah pilihan sarapan (normal) yang sangat banyak; asalkan pendinginnya tidak rusak, Qantas first class memiliki kombinasi makanan yang jauh melebihi maskapai lain – selama Anda tahan dengan sarapan gaya Barat, pasti ada opsi sarapan yang sesuai untuk Anda dari menu di atas (bahkan termasuk avocado toast yang keren itu).
Tak lupa saya juga berkesempatan melihat sistem hiburan di pesawat ini. Untuk konsistensi dengan ulasan penerbangan lainnya, saya selalu membandingkan musik klasiknya; berbeda dengan penerbangan saya sebelumnya; Qantas kali ini menyediakan koleksi musik yang cukup lengkap.
Dengan headphone yang suaranya kurang enak, saya lebih memilih untuk menonton peta perjalanan.
Selain di layar utama, ringkasan petanya bisa dilihat di tablet kendali kursi, yang sekaligus bisa menjadi remote untuk layar hiburan.
Di titik ini Anda mungkin bertanya, dimana akses internet dengan Wi-Fi-nya, dan apakah gratis – jawabannya: Tidak ada.
Walaupun Qantas terkenal dengan Wi-Fi gratis tak terbatas untuk sebagian besar penerbangan domestik dengan armada pesawat mainline-nya, Qantas sendiri tidak menyediakan Wi-Fi untuk penerbangan internasional.
Di dalam pesawat sendiri, hanya ada Wi-Fi internal untuk mengakses hiburan dari HP atau komputer.
Tidak terasa kami pun mulai pelan-pelan turun; karena kali ini kami mendarat dari arah barat, kami memutar sedikit dulu melalui pegunungan Santa Monica.
Di saat ini juga beberapa awak kabin menyempatkan waktu untuk berbincang sejenak dengan tiap penumpang, di lorong kiri sendiri bagian tersebut dilakukan oleh Elena, salah satu awak kabin lain di akhir perjalanan.
Selain memastikan saya mendapatkan istirahat yang cukup (beberapa awak kabin sendiri sampai menyampaikan concern dengan saya yang terus jatuh tertidur di awal perjalanan; Saya hanya berkata bahwa itu karena perjalanan yang jauh), beliau juga memastikan bahwa perjalanannya bebas masalah.
Secara keseluruhan, pelayanan di sepanjang penerbangan ini secara keseluruhan termasuk sangat baik. Walaupun alur pelayanannya terkesan sangat “terjadwal” (misal, makan, tidur, dilanjutkan makan lagi; ingat bahwa kabin first class-nya sendiri sangat besar), namun di sepanjang penerbangan:
- Awak kabin cukup banyak berinteraksi,
- Kecepatan pelayanannya sendiri pas (dalam arti, tidak terasa diburu-buru, bahkan walaupun saat makan malam sampai baru selesai 3 jam setelah lepas landas), dan juga
- Proaktif (misal, datang menawarkan kursi diubah menjadi kasur sesaat setelah saya bangun dalam keadaan duduk).
Tradisi sendiri mewajibkan saya untuk berfoto di kabin first class, jadi saya pun meminta tolong untuk mengabadikan momen ini. Berbeda dengan, misal, muka kusut saya setelah terbang di kelas bisnis Garuda dari Jakarta (CGK) ke Jayapura (DJJ), bahkan setelah 13 jam terbang pun saya sudah merasa segar, tentunya dengan bonus kebahagiaan setelah menikmati salah satu first class award tersulit di dunia dengan nilai Rp1.200/mile ๐
Tanda kenakan sabuk pengaman dinyalakan beberapa menit sebelum mendarat. Meskipun begitu, kabin first class sendiri terus dibiarkan cukup redup atau bahkan gelap di sepanjang perjalanan.
Daripada kesulitan melihat dari jendela, alternatif lain adalah melihat pesawat turun menuju bandara Los Angeles (LAX) dari kamera ekor. Kembali lagi seperti yang saya sebutkan sebelumnya, karena pesawatnya sudah tidak muda, lagi kualitas kameranya relatif pas-pasan.
Kami mendarat di landas pacu sisi utara di bandara Los Angeles (LAX), dan memerlukan hampir seluruh landasan pacu mengingat pesawatnya yang besar.
Karena layar hiburannya bisa diputar, Qantas sendiri tidak “mengunci” posisi layar sehingga layarnya pun maju begitu pesawat menyentuh landasan.
Perjalanan ini harus (sayangnya) berakhir setelah tiba di bandara Los Angeles (LAX) terminal B (Tom Bradley International Terminal) 20 menit terlambat dari jadwal awal.
Kedatangan
Berbeda dengan kebanyakan negara lainnya, begitu masuk ke Amerika Serikat saya harus langsung menuju ke pemeriksaan imigrasi dan ini berlaku bahkan walaupun hanya transit di Amerika Serikat menuju negara lain.
Ini artinya, penumpang yang tiba betul-betul dipisah dari penumpang yang akan berangkat walaupun uniknya di terminal ini penumpang yang tiba menggunakan koridor di atas lantai keberangkatan.
Dari situ, saya baru turun menuju lantai pemeriksaan imigrasi dan kedatangan.
Amerika Serikat sendiri tidak mengenal konsep pemeriksaan imigrasi prioritas dan terminal B sendiri penuh pesawat besar dari berbagai negara, sehingga proses imigrasi sendiri memakan waktu 30 menit.
Walaupun terminal B sendiri memiliki puluhan gerbang, yang hampir semuanya digunakan oleh pesawat besar, hanya terdapat 10 tempat pengambilan bagasi sehingga 1 tempat pengambilan bagasi dipakai beberapa penerbangan sekaligus. Tempatnya sendiri juga sudah penuh dengan tas.
Untungnya, tas saya sudah berada di area pengambilan bagasi begitu saya tiba dan datang dengan tag prioritas sekaligus transfer internasional.
Begitu saya mengambil tas, saya langsung memilih untuk keluar terminal.
Di luar area kedatangan sendiri ada cukup banyak bus yang lalu lalang, seperti shuttle bus ke gedung parkir, tempat penyewaan mobil, dan tempat penjemputan taksi (tradisional/online; kecuali taksi mewah).
Salah satu hal yang paling saya benci dari bandara Los Angeles (LAX) adalah titik jemput taksi online-nya yang tidak praktis; Bahkan bandara Jakarta (CGK) terminal 3 internasional yang titik jemputnya dulu di gedung parkir pun masih tidak separah ini.
Dari situ saya pun menggunakan taksi online untuk pergi ke Sofitel Los Angeles at Beverly Hills, yang akan saya ulas terpisah.
Beberapa hari kemudian saya meminta kompensasi atas sarapan yang disesuaikan karena pendingin rusak tersebut; Saya mendapatkan 6.000 poin Qantas, yang seteah digabungkan dengan perolehan poin Qantas dari menginap di hotel jaringan Accor bisa sangat berguna untuk terbang domestik di Australia.
Kesimpulan
Walaupun nampak tidak terlalu mewah dibandingkan dengan beberapa maskapai lainnya, Qantas first class merupakan opsi yang sangat nyaman untuk terbang jarak jauh.
Bukan hanya kursinya yang nyaman, makanannya sendiri juga enak bahkan tanpa perlu menggunakan bahan mewah, kasurnya merupakan kasur terbaik yang pernah saya coba di pesawat, dan pelayanannya juga proaktif sehingga secara keseluruhan ini termasuk produk yang cukup bagus.
Walaupun memerlukan reposition yang cukup ekstrem dari Indonesia dan banyak keberuntungan untuk mendapatkan award space, saya sendiri menyarankan Anda untuk mencoba penerbangan ini kalau Anda ingin mencoba pengalaman first class yang nyaman dengan gaya yang berbeda dari maskapai yang umum kita temui di Asia, dan (untuk sebagian orang) tak kalah pentingnya tahan terbang belasan jam tanpa Wi-Fi.