Salah satu wishlist saya adalah terbang di pesawat Boeing 767, dan setelah sekian lama akhirnya keinginan tersebut terwujud lewat penerbangan domestik Japan Airlines, yang kali ini saya coba dari Tokyo (HND) ke Okinawa (OKA) di Class J.
Ini adalah penerbangan ke-4 dari seri 7 penerbangan dalam perjalanan saya ke Jepang di bulan Mei 2024.
Tiket dasar (kelas ekonomi; lebih lanjut di bawah) untuk penerbangan ini disponsori oleh Vincent (founder PinterPoin) dan dipesan di situs American Airlines di hari keberangkatan dengan 7.500 poin American Airlines AAdvantage + biaya dan pajak US$0 (Rp0).
Alternatifnya, tiket ini bisa dipesan di hari keberangkatan dengan harga mulai dari ¥58.360 (~Rp6.000.000), sehingga memberikan valuasi penukaran Rp800/mile, lebih dari 3x lipat valuasi miles AAdvantage menurut PinterPoin.
Sebelum Berangkat
Setelah gagal makan di Kiwamiya (restoran hamburg favorit Edwin) karena waktu saya yang terlalu mepet, saya segera kembali ke bandara Tokyo (HND) menggunakan KRL.
Saya tiba di area check-in bandara Tokyo (HND) terminal 1 kira-kira 1 jam 10 menit sebelum jadwal keberangkatan. Seperti kebanyakan penerbangan domestik di Indonesia, check-in sendiri baru akan tutup 30 menit sebelum jadwal keberangkatan, sehingga ini lebih dari cukup.
Salah satu tradisi terbang domestik di Jepang adalah berburu upgrade berbayar, jadi saya pergi ke konter ticketing untuk memproses upgrade ke kelas bisnis di hari keberangkatan.
Setelah proses upgrade saya mendapatkan nota upgrade. Japan Airlines mengenakan biaya upgrade sebesar ¥3.000 (~Rp315.000) untuk upgrade ke kelas bisnis (“Class J”), kelas tertinggi yang ditawarkan di penerbangan kali ini.
Pas naik (boarding pass) saya untuk penerbangan malam itu juga diterbitkan di konter.
Setelah menaruh tas saya menjalani proses pemeriksaan keamanan, yang untungnya cukup cepat.
Berbeda dengan di Indonesia, karena jarak penerbangannya yang relatif tidak terlalu panjang (dalam arti, tidak ada penerbangan domestik sejauh Jakarta (CGK)-Jayapura (DJJ)) penerbangan domestik terakhir berangkat cukup awal di hari itu.
Sebelum terbang saya membeli bekal makanan terlebih dahulu. Japan Airlines maupun ANA memiliki toko oleh-oleh di area transit bandara, masing-masing dengan keunikannya sendiri (keunikan toko JAL sendiri ada pada bento-nya, yang saya beli 1 untuk dimakan saat terbang).
Ruang tunggu untuk penerbangan ini tidak terlalu luas dibandingkan dengan pesawatnya. Walaupun begitu, proses naik pesawat sendiri sudah dimulai sehingga areanya perlahan menjadi kosong.
Tugas mengulas penerbangan sendiri sangat boros baterai, apalagi setelah sebelumnya saya mencoba terbang dengan New Central Airservice (ulasan menyusul), jadi saya mengisi baterai di gerbang keberangkatan dan kemudian baru naik pesawat saat semua penumpang sudah diizinkan naik.
Proses naik pesawat dilakukan hanya melalui 1 garbarata.
Proses naik pesawat di Jepang sendiri sangat efisien, sehingga saya bisa segera masuk ke kabin pesawat.
Di Dalam Penerbangan
Perkenalan Kursi
Karena pesawat Boeing 767-300ER yang saya naiki kali ini tidak memiliki kabin first class domestik, begitu naik pesawat saya langsung tiba di kabin kelas bisnis domestik (“Class J”) yang memiliki 42 kursi. Di pesawat Boeing 767, kursi Japan Airlines “Class J” diatur dalam konfigurasi 2-2-2, yang umumnya merupakan konfigurasi kursi kelas ekonomi premium seperti di United.
Saya tiba di kursi 6A, kursi recliner jendela standar.
Ruang kakinya relatif lega bahkan untuk saya yang cukup tinggi untuk standar Jepang.
Seperti di kursi recliner pada umumnya, di belakang kursi depan saya terdapat kantong tempat penyimpanan besar.
Sandaran tangan serta meja kecil untuk menaruh minuman menjadi pembatas antara kursi lorong dan jendela.
Di bawah sandaran tangan tersebut terdapat soket headphone dan remote pengatur sistem hiburan sederhana.
Saya ingin berkata pelit karena tidak tersedia stopkontak AC, namun masih ada stopkontak USB-A maupun USB-C untuk sedikit mengisi daya baterai.
Kursi ini bisa diatur dengan kendali manual yang relatif sederhana.
Sandaran tangan di sisi dekat jendela bisa dibilang relatif besar dibandingkan dengan kelas ekonomi dan menyimpan meja.
Meja lipat yang disediakan cukup sederhana, namun lebih dari cukup untuk pelayanan di penerbangan kali ini.
Bacaan di penerbangan ini terdiri dari majalah, katalog toko di pesawat, petunjuk Wi-Fi gratis, kartu petunjuk keselamatan, dan kantong sampah (atau mabuk udara, tergantung :D).
Pemandangan dari kursi nampak garbarata yang sedang tidak digunakan.
Seperti biasa, berikut foto saya di kursi tersebut. Sandaran kepala di kursi cukup keras dan hanya bisa naik sedikit, mengingatkan saya akan kursi ScootPlus (dulu ScootBiz) yang menjadi pengalaman pertama saya terbang di kelas diatas ekonomi 9 tahun sebelumnya.
Penerbangan
Kami mulai keluar dari gerbang dan berjalan ke lepas landas tepat sesuai jadwal keberangkatan.
Di saat yang sama, video petunjuk keselamatan diputar di layar di tengah kabin.
Lampu kabin diredupkan untuk persiapan lepas landas.
Sebagai bandara dengan penerbangan domestik terbanyak di Jepang, bandara Tokyo (HND) tidak kunjung berhenti melayani penerbangan domestik, baik Japan Airlines (JAL) maupun All Nippon Airways (ANA).
Kami perlahan meninggalkan Tokyo setelah lepas landas menuju ketinggian jelajah 40.000 kaki.
Begitu tanda kenakan sabuk pengaman dipadamkan, Wi-Fi di pesawat ini bisa digunakan.
Salah satu kelebihan saat terbang domestik di Jepang (di armada mainline) adalah adanya Wi-Fi gratis tak terbatas di pesawat, tanpa harus mendaftar keanggotaan frequent flyer atau terbang di kelas premium. Kecepatannya sendiri lebih dari cukup untuk standar Wi-Fi pesawat, walaupun karena menggunakan satelit memiliki ping yang lebih tinggi daripada di darat.
Layanan minuman disediakan di penerbangan ini, dimulai dari depan.
Saya memesan minuman peach dan anggur “Sky Time” serta, uniknya, kuah kaldu sapi. Saat itu saya juga memakan bento yang saya beli sebelum berangkat.
Berikut layanan minuman di penerbangan hari ini (dan semua penerbangan Japan Airlines domestik kecuali di domestic first class):
- Minuman: Bervariasi, non-alkohol
- Sudah, hanya itu 😀 (dan tidak ada hidangan untuk dijual juga)
Tentu sangat wajar untuk berkata bahwa ini pelit (penerbangan dengan jarak serupa di Garuda Indonesia kelas ekonomi saja sudah mendapatkan hidangan panas), namun entah kenapa terkesan sangat normal di Jepang. Bahkan, di sekeliling saya juga tidak nampak (banyak) orang lain yang makan di pesawat, sehingga kemungkinan besar. Masih cukup untuk bertahan, ya, tapi tidak ideal kalau Anda tiba di pesawat setelah seharian di kota tanpa makan berat.
Penumpang di sebelah saya yang sedang tidur mendapatkan pemberitahuan yang ditempel di balik kursi di depannya.
Setelah layanan minuman pertama saya pergi ke kamar kecil. Kamar kecil sendiri sangat standar dan, karena ini penerbangan domestik, tidak dilengkapi dengan bidet seperti di pesawat untuk penerbangan internasional.
Saya menyempatkan diri pergi ke kabin kelas ekonomi, yang dilengjapi dengan kursi dalam konfigurasi 2-3-2.
Untuk melewati waktu penerbangan saya memutuskan untuk membuka web PinterPoin dari laptop dengan Wi-Fi yang cepat sampai baterainya habis.
Di saat yang sama, saya juga berharap bisa mengisi baterai HP saya, namun kecepatan pengisian yang pelan membuat saya perlu menghemat baterai di sepanjang perjalanan.
Kembali lagi ke penerbangannya. Walaupun hanya tersedia minuman, setidaknya pilihannya jauh lebih bervariasi daripada minuman gratis Virgin Australia dan cukup sering ditawarkan. Cuaca yang baik di sepanjang perjalanan juga sedikit membantu, padahal saat awal penerbangan pilot memperkirakan cuacanya akan sedikit kurang baik di tengah perjalanan.
Selain minuman, hiburan yang tersedia berupa peta perjalanan yang terpasang di layar.
Setelah beristirahat sejenak dan mencoba bekerja, tidak terasa kami sudah mendekati Okinawa.
Lampu kabin kembali diredupkan untuk persiapan mendarat.
Proses mendarat sendiri relatif lancar, dan kami segera tiba di salah satu gerbang di bandara Okinawa (OKA).
Proses turun pesawat dilakukan melalui pintu depan. Walaupun penumpangnya cukup banyak, prosesnya tidak memakan waktu lama karena kebanyakan hanya membawa bawaan yang relatif ringan ke kabin.
Dari pintu depan saya meninggalkan pesawat melalui garbarata menuju gedung terminal.
Kedatangan
Dari garbarata saya keluar di gedung terminal.
Dari jendela terminal nampak pesawat yang baru saya naiki, yang saat itu sudah berumur 13 tahun.
Uniknya, alih-alih dipisah dari penumpang berangkat, penumpang yang baru tiba di bandara Okinawa (OKA) bisa melewati area transit umum bersama dengan penumpang berangkat.
Bandara Okinawa (OKA) sendiri tidak terlalu besar, jadi saya bisa segera tiba di area pengambilan bagasi.
Area pengambilan bagasi dihiasi dengan dekorasi lokal, termasuk di tempat saya kali ini dengan sampan.
Tas keluar sesuai prioritas, dengan prioritas pertama untuk penumpang elit Japan Airlines.
Beberapa menit kemudian koper check-in (berukuran kabin) saya muncul.
Setelah mengambil tas saya keluar meninggalkan area kedatangan. Sebelum keluar, disediakan tong untuk membuang tag bagasi yang sudah berakhir tugasnya.
Area umum di luar sendiri sudah cukup sepi, jadi saya tinggal berjalan keluar sedikit menuju stasiun monorail.
Saya mengejar salah satu kereta terakhir dari bandara menuju Mercure Okinawa Naha untuk menumpang tidur sebelum besoknya terbang lagi ke Fukuoka (FUK). Dengan asumsi Anda tidak masalah dibilang gila hanya menumpang tidur di Okinawa, hotel Mercure sendiri sangat dekat dengan stasiun KRL, sehingga cukup ideal untuk transit.
Kesimpulan
Berbeda dengan first class domestik, kelas “bisnis” domestik Japan Airlines lebih bisa dikatakan seperti ekonomi plus. Selain layanan minuman yang disajikan lebih awal dan kursi yang lebih luas, bisa dibilang tidak ada manfaat lain dari terbang di Japan Airlines Class J, dimana tidak ada layanan prioritas apapun yang ditawarkan.
Walaupun begitu, kursi yang lebih nyaman ini dibanderol dengan harga yang relatif murah, dan menawarkan value for money yang bagus untuk istirahat (atau kerja) lebih nyaman di penerbangan jarak menengah.
Apabila Anda terbang di Japan Airlines rute domestik dan penerbangan Anda tidak memiliki first class atau kabin first class-nya penuh, saya sangat menyarankan Anda untuk membeli upgrade ke Class J, asalkan Anda tahu apa yang Anda bayarkan.