Berbeda dari biasanya, kali ini saya akan mengulas pengalaman naik kereta terbaik di Indonesia yang menyandang nama Suite yaitu KAI “Compartment Suites” di perjalanan kereta api Bima, dari Jakarta (GMR) ke Surabaya (SGU).
KAI Compartment Suites sendiri merupakan layanan tertinggi kereta api di Indonesia. Dari segi produk, kereta api jarak menengah/jauh di Indonesia sendiri dibagi menjadi beberapa tingkatan:
- Compartment Suites (1-1 dengan kamar sendiri)
- Luxury Sleeper (1-1 flatbed reverse herringbone)
- Luxury (1-2 recliner dengan pod partisi dan sandaran kaki yang bisa dinaikkan sampai datar)
- Kereta wisata “Imperial” (1-2 recliner dengan sandaran kaki)
- Kereta wisata “Priority” (2-2 recliner standar eksekutif dengan layar hiburan individu)
- Kereta wisata “Panoramic” (2-2 recliner standar eksekutif dengan atap jendela dan jendela samping lebih besar)
- Eksekutif (2-2 recliner)
- Bisnis (2-2 bangku rebah)
- Ekonomi “premium” dan “New Generation” (2-2 recliner)
- Ekonomi reguler (2-2 bangku tegak berhadapan)
- Ekonomi subsidi/lokal (2-3 bangku tegak berhadapan)
KAI Compartment Suites saat ini hanya melayani satu rute yaitu Jakarta “Gambir” (GMR) ke Surabaya “Gubeng” (SGU) lewat Yogyakarta, namun dioperasikan oleh 2 layanan kereta:
- “Argo Semeru” untuk kereta pagi, dan
- “Bima” untuk kereta malam –> satu-satunya kereta di Indonesia yang sebelumnya pernah memiliki kereta tidur.
Karena alasan historis dan kepraktisan, saya memilih kereta malam “Bima”, yang dipesan tiketnya kurang lebih 1 minggu sebelum jadwal keberangkatan melalui aplikasi KAI Access supaya tidak terkena biaya admin.
Tiket kereta ini bisa dibilang sangat mahal (3x tiket kelas eksekutif biasa; dan ini masih harga “promo” khusus bulan pertama), bahkan hampir sama dengan kelas bisnis Batik Air di rute yang sama, jadi ekspektasi saya tentu sangat tinggi untuk perjalanan kali ini.
Sebelum Berangkat
Stasiun Jakarta “Gambir” (GMR) tidak memiliki parkir khusus inap (baca: parkir “inap” seharga regular Rp120.000/hari), jadi saya pergi ke stasiun menggunakan taksi online.
Saya tiba di stasiun Jakarta “Gambir” (GMR) kurang lebih 25 menit sebelum jadwal keberangkatan. Walaupun bukan benar-benar di ujung, Stasiun Jakarta “Gambir” (GMR) sendiri merupakan stasiun terminus “premium” untuk layanan kereta api antarkota di Indonesia bagian barat.
Berikut pas naik (boarding pass) saya untuk perjalanan hari ini.
Sesuai tradisi di PinterPoin saat mengulas kabin tertinggi, saya duduk di kursi 1A kalau memungkinkan – yang sayangnya bukan pilihan yang tepat, lebih lanjut di ulasan.
Stasiun Jakarta “Gambir” (GMR) sendiri merupakan salah satu stasiun yang sudah menggunakan sistem face recognition, jadi saya bisa langsung masuk tanpa perlu menunjukkan pas naik.
Saya sendiri sudah mendaftarkan diri di KAI Access sebelum berangkat, tapi kalau belum proses registrasi bisa juga dilakukan di stasiun – seperti biasa, naik kereta dengan pemeriksaan manual masih tetap ada di pintu masuk sebelah.
Begitu saya masuk ke area khusus penumpang, saya singgah sebentar ke KAI Luxury Lounge. Ini adalah satu-satunya lounge kereta api di Jakarta, dan bisa diakses gratis oleh:
- Penumpang kereta Compartment Suites (tanpa pendamping)
- Penumpang kereta Luxury/Luxury Sleeper (tanpa pendamping)
- Penumpang kereta wisata (tanpa pendamping)
Lounge-nya sendiri hanya terdiri dari beberapa sofa, walaupun salah satu sisi positifnya adalah memiliki akses langsung ke peron tertentu.
Mau makan atau minum enak? Silakan keluar ke area umum dan beli dari restoran (bayar sendiri tentunya) – di lounge sendiri hanya ada sedikit makanan ringan dan minuman.
Saya naik ke peron 15 menit sebelum jadwal keberangkatan, dan keretanya sudah menunggu.
Untuk perjalanan kali ini saya menggunakan gerbong T1 0 08 03 – ini artinya, ini merupakan kereta tidur terbaru, walaupun gerbongnya sendiri pertama dibuat tahun 2008 (baca: dari kereta biasa diubah jadi kereta tidur).
Gerbong ini merupakan gerbong yang paling depan menghadap Jakarta, jadi karena perjalanan kali ini keluar Jakarta gerbong ini menjadi gerbong paling belakang.
Di Dalam Perjalanan Kereta
Perkenalan Kursi
Setelah disambut di depan gerbong saya tiba di gerbong Compartment Suites. Berbeda dari kabin kereta yang lain, kabin di sini disusun dalam konfigurasi 1-1.
Saya kali ini duduk di suite 1A, yang merupakan suite tertutup standar (semua suite memiliki akses lorong langsung dan jendela).
Dari samping, ini tentu nampak sangat mirip dengan Singapore Airlines Suites.
Suite ini memiliki 1 kursi recliner.
Ruang kakinya sendiri tentu sangat longgar.
Di dekat jendela terdapat stopkontak beserta lampu. Kalau stopkontak AC dan USB di dinding masih kurang, di sisi kiri kursi sendiri terdapat juga 2 stopkontak USB (tidak difoto karena mepet).
Di bawah kursi sendiri terdapat juga tempat sampah, entah apa gunanya (dalam arti, kereta ini bukan rumah).
Tablet hiburan serta tombol untuk memanggil awak kabin sendiri tidak ditaruh di dinding, melainkan di bagian tengah suite sisi jendela – kurang praktis bukan hanya karena tidak bisa dilepas, tapi juga posisinya yang membuat saya perlu menengok ke sebelah untuk menonton, walaupun memang perlu karena kursinya selalu diputar mengarah ke arah laju kereta.
Sesuai dengan namanya, suite ini memiliki pintu yang bisa ditutup secara otomatis, dan pintunya bahkan setinggi kabin kereta.
Pintu sendiri sangat memberikan privasi dan sedikit meredam suara, namun posisi kursi di baris 1 yang berada tepat di atas roda kereta membuat perjalanan sedikit berisik dan bergoyang (baca: lain kali pilih kursi baris tengah saja).
Di sisi lain jendela terdapat juga dimmer lampu (hanya untuk lampu di dinding) serta remote kendali ruangan.
Lanjut ke kursinya sendiri. Di kursi sendiri terdapat tempat untuk menaruh minuman.
Sandaran tangan di sisi kiri bisa digeser ke belakang (bukan dibuka ke samping, jadi awalnya saya sedikit tidak biasa), dan di balik itu terdapat meja lipat. Mejanya sendiri cukup sulit dikeluarkan, tapi seperti apa jadinya?
Mejanya sendiri cukup memadai (dalam arti, tidak licin dan relatif rata), tapi seperti tradisi kereta api di Indonesia berukuran sangat kecil. Bukan hanya kecil, saya juga kesulitan keluar kursi tanpa menutup mejanya.
Kursi ini benar bisa dikendalikan satu persatu, tapi kembali lagi kurang praktis – sebagai contoh, kalau saya mau merebahkan kursinya sampai datar kursinya harus dimajukan dulu.
Seperti biasa, berikut foto saya di kursi tersebut – sandaran kepalanya sendiri sayangnya tidak bisa disesuaikan.
Perjalanan
Di kursi saat saya naik sudah tersedia Headphone.
Headphone-nya sendiri bukan noise-cancelling (Audio-Technica ATH-M20x), namun sudah jauh lebih bagus daripada yang diberikan di kelas bisnis domestik (kecuali mungkin kelas bisnis domestik “Flagship” American Airlines, dan itu pun headphone-nya dikumpulkan jauh sebelum mendarat).
Beberapa saat setelah berangkat, minuman selamat datang (welcome drink) pun disajikan.
Khusus untuk kereta Compartment Suites, minuman selamat datang yang ditawarkan adalah campuran jus cold-pressed dari Re.juve. Ini merupakan satu-satunya minuman dingin yang termasuk dalam harga tiket; Minuman dingin lainnya bisa dipesan dari kereta makan melalui awak kabin (berbayar).
Selain itu, bantal juga disediakan.
Tak lupa saya menyempatkan diri pergi ke kamar kecil. Kereta Compartment Suites sendiri hanya memiliki 1 kamar kecil.
Berbeda dari kamar kecil kereta kelas eksekutif biasa, kamar kecil ini lebih luas dan dilengkapi dengan kloset pintar.
Sambil menunggu makan malam, sekarang saat yang tepat untuk melihat hiburan yang ditawarkan. Hiburan sendiri seperti disebutkan di awal menggunakan tablet Redmi Pad, dan karena ini masih baru tentu sangat responsif.
Baik di darat maupun udara, di Indonesia atau di luar negeri, benchmark saya selalu sama – musik klasik dan peta perjalanan, walaupun sialnya musiknya sendiri sangat berbeda dari ekspektasi.
Peta perjalanannya sendiri memiliki resolusi cukup tinggi.
Tradisi juga mewajibkan saya untuk berfoto dengan kursinya, dan sialnya nampak kursinya kurang lebar – dan ini katanya sudah di kelas tertinggi.
Kursinya sendiri sudah termasuk nyaman untuk duduk dan bersantai, walaupun masih belum cukup untuk tidur.
Kembali lagi ke pelayanan selama di perjalanan.
Berbeda di kereta lainnya, di sini tidak nampak troli berkeliling gerbong menyajikan makanan – semua disajikan satu-satu. Selain itu, Compartment Suites sendiri dilengkapi dengan 3 awak kabin khusus.
Makan malam sendiri baru dimulai 1 jam 20 menit setelah jadwal keberangkatan dari Jakarta.
Saya sendiri memilih sop buntut untuk hidangan utamanya, yang disajikan dengan nasi putih, emping, acar, dan sambal.
Rekan saya memilih pasta fettuccine dengan fillet dada ayam goreng tepung.
Makan malam diakhiri dengan teh atau kopi panas 2 jam setelah berangkat, yang disajikan dengan kuki (di balik cangkir) dan pilihan gula. Saya sendiri memilih teh, yang disajikan dalam keadaan belum diseduh.
Berikut adalah menu makan malamnya:
- Pembuka: Salad dengan saus berikut (pilih satu):
- Saus wijen sangrai (dipilih), atau
- Saus ala “caesar”
- Roti: Roti roll
- Hidangan utama: Pilih satu dari:
- Fettuccine alfredo (pasta fettuccine dengan keju parmesan) dengan fillet dada ayam goreng tepung, atau
- Sop buntut dengan nasi putih dan emping (dipilih)
- Penutup: Brownie coklat
- Minuman: Air mineral, kopi, atau teh panas.
Walaupun memang ditata cukup rapi (untuk standar kereta api; makanan di kelas Luxury disajikan dalam kardus dan makanan berbayar di kelas eksekutif kebawah hanya menggunakan kotak plastik seperti makanan siap saji di minimarket) dan pelayanannya cukup bagus, tidak dapat dipungkiri bahwa makanannya (masih) tidak enak.
Saladnya sendiri wajar kalau masih ala kadarnya (di Indonesia tidak banyak yang membuat salad enak) tapi hidangan utamanya cukup mengecewakan, baik sop buntut yang masih keras dan tidak hangat maupun fettuccine yang terlalu kering (saya sempat mencoba sedikit milik rekan saya)
Sesaat setelah selesai makan, kami pun tiba di perhentian pertama, stasiun Cirebon (CN).
Sesudah makan saya pun menerima selimut khusus Compartment Suites yang cukup tebal.
Beberapa menit kemudian tak lupa saya mencoba tombol untuk memanggil awak kabin, dan hasilnya hanya memerlukan 14 detik sampai awak kabin tiba di kursi saya – termasuk cepat.
Setelah makan malam tentu waktunya bagi saya untuk fokus mengerjakan artikel ini – seperti beberapa artikel penerbangan baru (misalnya, TransNusa Comac ARJ21-700 atau Garuda Indonesia domestic first class yang antara ada dan tiada di tengah pandemi), perjalanan kali ini tentu perlu segera diulas.
Wi-Fi gratis di kereta sendiri disediakan oleh Telkomsel Orbit; kecepatannya sendiri bisa sangat bervariasi tergantung posisi kereta.
Meja kursi standar kereta api (dari eksekutif sampai Suites) seburuk itu, kereta makan pun bisa menjadi tempat yang menarik untuk bekerja.
Bicara tentang kereta makan, berikut menunya – bahkan di KAI Suites, selain air atau teh/kopi panas serta layanan makanan di awal, semua makanan dan minuman tambahan (termasuk minuman dingin) berbayar sesuai menu yang ada di kereta makan.
Perhentian berikutnya sendiri adalah di Purwokerto, dimana kereta ini berhenti paling lama (~7 menit, normalnya 5 menit namun menjadi lebih lama karena tiba lebih awal).
Kereta “Bima” sendiri selain memiliki 1 gerbong Compartment Suites juga memiliki cukup banyak gerbong kelas eksekutif standar.
Salah satu perhentian paling populer bagi kereta “Bima” adalah stasiun Yogyakarta (YK), karena jadwalnya yang cukup praktis (sore di Jakarta, makan malam dan santai di kereta, tidur di Yogyakarta) dan juga bandara Yogyakarta (YIA) yang sangat jauh dari pusat kota.
Hampir lupa dengan gerbong Suites-nya; walaupun seperti biasa gerbongnya dibuat di Madiun, modifikasi menjadi kereta tidur sendiri dilakukan di Balai Yasa Manggarai (makanya ada tulisan BY MRI).
Rencana awal saya adalah langsung turun di stasiun Madiun (MN), tapi karena harga tiketnya sama dengan sampai ke Surabaya, ini merupakan kesempatan yang bagus untuk mampir ke Surabaya sebelum kembali lagi ke Madiun sorenya.
Setelah beberapa jam mencoba menulis ulasan di kereta (dan hanya setengah sukses), saya akhirnya menyerah dan memutuskan untuk tidur sebentar.
Kursi KAI Suites sendiri bisa direbahkan sampai benar-benar datar, dan ditambah dengan selimut memberikan pengalaman tidur terbaik di kereta api di Indonesia …. Atau jangan-jangan masih belum cukup?
Kenyataannya, masih belum cukup untuk membuat saya tidur nyenyak.
Saya masih belum berharap matras di kereta tidur, tapi kursinya sendiri terlalu keras untuk tidur di bagian punggung dan relatif sempit dengan sandaran tangan yang tidak bisa diturunkan (bicara soal sandaran tangan, keluar dari kursi dalam posisi tidur pun jadi agak sulit).
Saat tidur sendiri pola di langit-langit kabin juga bisa terlihat dengan jelas.
10 menit sebelum tiba di Surabaya, headphone dan selimut pun diambil; sebagai penggantinya, handuk hangat dan air mineral kembali disajikan.
Di saat ini juga awak kabin pun mengucapkan terima kasih dan mengingatkan untuk men-tag Instagram KAI saat mengulas nanti.
Kedatangan
Saya tiba di stasiun Surabaya “Gubeng” (SGU) tepat waktu.
Berbeda dengan stasiun terminus di Jakarta yang dibedakan berdasarkan layanan keretanya (“premium” atau “ekonomis”), stasiun terminus kereta jarak menengah/jauh di Surabaya sendiri dibagi berdasarkan rute:
- Surabaya “Gubeng” (SGU):
- Dari/ke barat lewat jalur selatan (Kertosono/Madiun/Solo/Yogyakarta),
- Dari/ke selatan (Sidoarjo/Malang),
- Dari/ke timur (Jember/Banyuwangi)
- Surabaya “Pasar Turi” (SBI):
- Dari/ke barat lewat jalur utara (Lamongan/Cepu/Semarang)
Dari stasiun saya melanjutkan perjalanan dengan taksi online ke Mercure Surabaya Grand Mirama untuk beristirahat.
Kesimpulan
Tidak dapat dipungkiri bahwa dari segi pelayanan dan produk, KAI Compartment Suites merupakan produk terbaik kereta api di Indonesia.
Meskipun begitu, harganya yang cukup mahal membuat ekspektasi saya setinggi terbang di kelas bisnis domestik (atau bahkan sedikit lebih tinggi, karena posisinya yang di darat dan waktu perjalanan yang lebih lama), dan kereta ini sayangnya bisa dibilang sedikit dibawah ekspektasi.
Saat memesan tiket semahal ini, saya mengharapkan:
- Kursi yang nyaman untuk bersantai, bekerja, dan tidur,
- Pelayanan yang lengkap, dan
- Makanan yang enak.
Betul pelayanannya lengkap dan kursinya nyaman untuk bersantai, namun kursinya tidak sesuai untuk bekerja dan tidur serta makanannya masih saja kurang enak.
Ditambah dengan jadwal kereta “Bima” dari Jakarta ke Surabaya, dan saya sampai di Surabaya masih dalam keadaan mengantuk dan perlu menginap di hotel lagi.
Saya menyarankan KAI Compartment Suites kalau Anda pergi ke Yogyakarta atau kota-kota lain yang jauh dari bandara besar, namun kalau Anda pergi ke Surabaya tentu terbang jauh lebih efisien.
Apakah Anda akan mencoba KAI Compartment Suites di kereta “Bima” dari Jakarta ke Surabaya?
terima kasih review bp eric. kira2 di tahun 1982. saya pernah naik kereta tidur bima. gerbong dengan suspensi yg nyaman karena buatan jerman timur. waktu itu keberangkatan dari stasiun jakarta kota. dan untuk makan malam, disajikan prasmanan di kereta makan.
Halo Mario,
Betul, kereta tidur Bima sendiri merupakan satu-satunya kereta tidur di Indonesia pada masanya, sehingga menjadi alasan historis kenapa layanan Compartment Suites ini pertama diluncurkan di rangkaian kereta Bima.
kereta ini kemarin sepertinya kena musibah ya, keluar track, tapi ngga sampai terguling sih..
Hi Helion,
Bukan, ini kereta yang malam – kereta yang sempat bermasalah kemarin adalah Argo Semeru (kereta pagi).
Wow menarik.. baru tau pilihan kereta luxury di Indonesia pun seberagan itu.