Erick Thohir Minta Garuda Indonesia Kembalikan Bombardier CRJ-1000 Dugaan Kasus Suap Korupsi | PinterPoin

Garuda Indonesia Lepas Seluruh Pesawat Bombardier CRJ-1000?

Rumor tentang penjualan/pengembalian 18 unit pesawat Bombardier CRJ-1000 milik Garuda Indonesia aslinya sudah terdengar sejak tahun lalu. Pesawat-pesawat tersebut memang seringkali hanya terparkir diam dan menghabiskan biaya maintenance.

Kini, di tengah pandemi COVID-19 sepertinya hal tersebut akan segera direalisasikan menyusul pernyataan yang dikeluarkan oleh Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengutip dari Liputan6.com.

Sebagai catatan, Garuda Indonesia saat ini mempunyai total 18 unit pesawat Bombardier CRJ-1000:

  • 6 pesawat dimiliki oleh Garuda Indonesia
  • 12 pesawat di sewa/leased dari Nordic Aviation Capital (NAC)

Bombardier CRJ-1000

CRJ-1000 merupakan varian yang lebih besar dibandingkan dengan dua adiknya, yakni CRJ-700 dan CRJ-900. Pesawat buatan pabrikan Bombardier asal Kanada tersebut memang nampak ideal untuk penerbangan jarak pendek dengan konfigurasi kursi penumpang yang lebih banyak.

CRJ-1000 awalnya dipandang cocok sebagai pesawat bermesin jet pengganti Boeing 737 yang tidak bisa masuk ke bandara-bandara kecil, namun nyatanya malah tidak sesuai dengan kebutuhan. Pesawat yang awalnya ditargetkan untuk membantu infiltrasi Garuda Indonesia ke bagian Timur malah menjadi senjata makan tuan.

Pesawat buatan Kanada tersebut dinilai tidak cocok untuk spesifikasi landasan pacu di Indonesia dan Asia Tenggara yang mayoritas tidak terlalu panjang. CRJ-1000 diketahui membutuhkan panjang landasan pacu minimal 2.120 meter untuk lepas landas.

Oleh karena itu, tidak sedikit pihak yang mempertanyakan keputusan Garuda Indonesia beberapa tahun lalu dalam pembelian pesawat ini.


Baca juga: Ulasan: Garuda Indonesia “Explore” Business Class CRJ1000 Lampung to Jakarta


Calon Pembeli?

Idealnya, 12 unit pesawat yang disewa akan dikembalikan setelah masa kontraknya habis. Sedangkan nasib 6 unit pesawat lainnya belum diketahui.

Belum ada info lebih lanjut tentang calon pembeli, namun ada indikasi bahwa pesawat akan dijual ke maskapai Amerika Serikat atau perusahaan lessor. Meski demikian, perlu diketahui jika varian CRJ-1000 tidak populer bagi maskapai Amerika Serikat melihat tidak ada maskapai negeri Paman Sam yang mengoperasikannya.

Hanya terdapat segelintir maskapai di dunia yang menggunakan CRJ-1000:

  • Air Nostrum (Spanyol) – 27 unit
  • Garuda Indonesia – 18 unit
  • HOP! (Perancis) – 14 unit
  • Hibernian Airlines (Irlandia) – 2 unit
  • Arik Air (Nigeria) – 1 unit
  • Binter Canarias (Spanyol) – 1 unit

Melihat sedikitnya maskapai yang mengoperasikan varian tersebut, maka Garuda dipastikan akan kesulitan mencari calon pembeli meskipun usia rata-rata CRJ-1000 Garuda Indonesia masih relatif muda, yakni 6,6 tahun.

Perusahaan BUMN sebesar Garuda Indonesia seharusnya melakukan research intensif sebelum mendatangkan pesawat. Anehnya, setelah 8 tahun sejak mendatangkan unit pertama, Garuda Indonesia baru menyadari dan akan menjual pesawat tersebut karena alasan kondisi runway.

Jika panjang runway minimal sepanjang 2 km menjadi alasan utama Garuda untuk menjual pesawat tersebut, maka bisa dibilang Garuda telah melakukan blunder besar. Seharusnya Garuda mendatangkan lebih banyak unit ATR 72 atau setidaknya varian CRJ-700 yang memiliki kemampuan lepas landas dengan panjang runway yang lebih pendek, yakni 1.605 meter.

Well, yang sudah berlalu biarlah berlalu, saya cukup percaya bahwa manajemen Garuda Indonesia saat ini berkompeten dalam memutarbalikkan keadaan perusahaan. Semoga pesawat-pesawat dan rute yang tidak efisien bisa segera dihilangkan.

Kabar baiknya, Garuda Indonesia juga dikabarkan berhasil menegosiasikan biaya penyewaan Boeing 777-300ER sebanyak 50%, dari US$1,600,000 menjadi US$800,000 per bulan. Semoga Garuda bisa melewati masa sulit ini dan bangkit kembali menjadi maskapai kebanggaan nasional.

.

Apa pendapat Anda tentang rencana penjualan pesawat Bombardier CRJ-1000 Garuda Indonesia ini?

Share

8 comments
  1. Mantap….kenapa bisa dipilih pesawat itu..uji kelayakan bisa lolos….walahualam…knapa bisa gol proyeknya….

  2. Dari catatan, Garuda sebetulnya sudah memikirkan untuk kembali mengoperasikan pesawat jet berkapasitas kurang dari 100 kursi sejak lebih 20 tahun yl., setelah berpengalaman dengan regional jet generasi awal yaitu Fokker F.28. Salah satu langkah awalnya adalah dengan lebih intensif mengkuti perkembangan desain pesawat regional di pasar, dan juga mengamati bagaimana full-service airline menggunakan regional jet dalam jaringan rute nya, baik dengan menghadiri beberapa event industri maupun dengan benchmark langsung ke beberapa airline lain.

    Sewaktu akhirnya diadakan seleksi jenis pesawat tahun 2011 dan juga di tahap implementasi awal sampai dengan 2014, sebetulnya tidak pernah dicantumkan bahwa regional jet baru Garuda adalah untuk “daerah di Timur”.

    Rencana aplikasinya adalah lebih untuk kelak menggantikan pesawat B737-500 dan juga mengulangi kesuksesan pengoperasian F.28 dalam melayani rute / jam keberangkatan yang jumlah penumpangnya tidak terlalu padat. Dapat dikatakan bahwa pendorong utamanya lebih ke kapasitas.

    Di awal implementasinya serta dalam beberapa upaya perbaikan kinerja bisnisnya, CRJ1000 Garuda diarahkan oleh Team untuk tidak “narrowly-defined” (“feeder di Timur” etc.) namun lebih lebih mengikuti “industry practice” pengoperasian regional jet yang ternyata cukup banyak perannya. Pemakaiannya antara lain untuk rute point-to-point, lantas sebagi hub-feeder, hub bypass, cross-border, penetrasi pasar dengan membuka rute rute baru yang penumpangnya masih sedikit, serta menggantikan pesawat seukuran B737-800 di jam keberangkatan yang tidak terlalu padat.

    Dalam kenyataannya, sebagian kecil bandara yang akan dilayani memang urung diterbangi oleh CRJ1000 dikarenakan kebutuhan landasannya ternyata sedikit lebih panjang dari spesifikasi awal. Namun, peluang bisnis yang hilang kemudian terkompensasi dengan pembentukan operating base di Jakarta dan dengan lebih mengintegrasikannya ke rute B737-800 di jam yang kurang sibuk, dsb.

    Seiring berjalannya waktu dan juga dari interaksi dengan berbagai rekan industri airline, diperoleh pelajaran berharga bahwa setiap jenis pesawat di kelas yang sama mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pelajaran lain adalah bahwa jika memang desain network dan pengoperasiannya tidak mengikuti “industry practice” maka pesawat apapun sekelasnya tetap tidak terserap dengan baik biaya sewanya dan konsumsi bahan bakarnya juga tidak optimum (walaupun landasan yang dibutuhkan mungkin lebih pendek). Dan belum tentu pengoperasian awalnya juga bebas dari kendala teknis.

    Hal di atas menjadikan upaya Team selanjutnya lebih fokus ke “how to make it work” daripada memperdebatkan jenis pesawatnya.

    Fakta berharga lain yang diperoleh di industri adalah bahwa CRJ900/CRJ1000 juga banyak digunakan untuk mengangkut penumpang yang pindah ke/dari penerbangan jarak jauh dengan membawa bawaan bagasi yang cukup banyak.

    Salahsatu upaya integrasi CRJ1000 ke dalam network Garuda adalah dengan memilih desain “galley” dan membuat prosedur yang memungkinkan penyajian “hot meals” di rute > 90 menit dengan hanya 3 awak kabin, suatu hal yang menurut catatan tidak dapat dilakukan operator CRJ900/1000 lain. Hal tersebut, ditambah dengan jenis kursi yang sama dengan B737-800 dan kabin yang tidak bising, menjadikan CRJ1000 GA sangat kompatibel secara layanan dengan B737-800 untuk rute di bawah 3 jam (walaupun tanpa layanan IFE).

    Sejalan dengan datangnya pesawat, masalah tambahan mulai timbul ketika timbul bebagai priortas baru yang menjadikan implementasi CRJ1000 mulai bergeser dari “airline best practice” sehingga kinerja bisnisnya tidak sesuai rencana awal. Masalah lain juga timbul ketika CRJ1000 diberi label brand “Explore-Jet” yang justru menjadikannya seperti “pesawat wisatawan” dan seperti “dipisahkan” dari B737-800 yang seharusnya menjadi pasangannya di rute < 3 jam penerbangan. Akibatnya utilisasi pesawat semakin turun yang sehingga biaya sewa semakin tidak terserap.

    Dari survei kecil yang sempat dilakukan, sebetulnya sebagian besar penumpang yang menjadi responden ternyata tidak ada masalah dengan kenyamanan CRJ1000. Yang menarik adalah bahwa banyak komentar yang non-faktual justru datang dari kalangan internal dan eksternal yang belum pernah mencoba naik CRJ1000!

    Dalam perjalanannya, sempat dibentuk serangkaian Team untuk membantu memperbaiki kinerja bisnis CRJ1000, yaitu dengan merombak route network yang kemudian dapat mengurangi konsumsi bahan bakar dan dapat menyerap biaya sewa dengan lebih baik. Selain di sisi desain rute, juga sempat ada insiatif untuk mengatasi kendala awal dalam hal kehandalan pesawat, dimana permasalahan berhasil diidentifikasi dan upaya perbaikan sempat dibuat.

    Beberapa upaya mengembalikan ke “best practice” ini sempat menunjukkan hasil yang membaik selama beberapa periode terpisah. Hal ini terbantu antara lain karena sebetulnya pesawatnya sendiri mempunyai konsumsi bahan bakar yang sangat efisien untuk pesawat sekelasnya (dalam satuan litre per seat).

    Namun berbagai inisiatif perbaikan ini mulai mengalami kendala serius, antara lain karena Team beberapa kali dirombak sehingga “learning process” selalu mengalami kemunduran. Efek lainnya adalah bahwa aset berharga berupa pengalaman dan “business wisdom” semakin tersingkirkan.

    Selain itu, seringnya pergantian manajemen juga menjadikan upaya revitalisasi CRJ1000 semakin kurang mendapat perhatian dan timbul kecenderungan untuk menghentikan pengoperasiannya ketimbang melanjutkan upaya perbaikan di awal yang sebetulnya mulai menunjukkan hasil.

    Seringnya pergantian organisasi menjadikan Garuda sendiri lupa bahwa upaya perbaikan network CRJ1000 sempat menunjukkan hasil yang membaik. Dan juga lupa untuk apa dan bagaimana seharusnya suatu airline mendesain rute untuk regional jet.

    Maybe there is a better guitar, but maybe it's not just about the guitar.

    1. so the problem is not about the guitar but the persons playing the guitar
      if they are not skillful enough, any guitar won’t work for them
      see the problem within GA in the past 5 years?

      1. Well, a “band” needs to settle down to be able to figure out stuff and maybe cut another album. Changing the bandmembers too often would detract from the band’s maturity in what they’re trying to do – as a group. And even a good guitarist needs time to get the “feel” of the band – simply by just LISTENING.
        And maybe the shy, quiet percussionist or the trusty ol’ sound engineer has some good advice about the band’s direction, what kind of sound they should go after, and even spark some cool inspiration.
        The sorriest state would be a “band” that has the best equipment but continuously fails to identify and recognize talents within the lineup.
        So to speak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.