Setelah mencoba Qantas first class ke Los Angeles di malam sebelumnya, saya kembali ke Jakarta dengan United di kelas ekonomi (economy class) ke Tokyo (HND), dilanjutkan dengan ANA di kelas bisnis di malam harinya.
Ini adalah penerbangan ke-5 dari seri 6 penerbangan dalam perjalanan saya ke Amerika Serikat di bulan Juli 2023.
United sendiri merupakan maskapai anggota Star Alliance, sehingga tiketnya bisa dipesan dengan miles dari beberapa program, termasuk dari Singapore Airlines KrisFlyer.
Saya memesan penerbangan ini di situs Singapore Airlines di hari yang sama saya terbang dengan membayar 59.500 KrisFlyer miles + biaya dan pajak US$5,6 (~Rp85.000).
Alternatifnya, tiket ini bisa dipesan dengan harga mulai dari Rp19.500.000 (harga 1x jalan saat dipesan mepet), sehingga penukaran ini memberikan valuasi sebesar Rp327/mile; 80% lebih tinggi dari valuasi KrisFlyer menurut PinterPoin.
Sebelum Berangkat
Saya kembali di bandara Los Angeles (LAX) kurang lebih 2 1/2 jam sebelum jadwal keberangkatan.
Sebagai anggota KrisFlyer Elite Gold (setara Star Alliance Gold) dari program KrisFlyer Status Credit tahun 2021-2022, saya bisa menggunakan jalur khusus United Premier Access dengan pintu masuk bandara khusus di bandara Los Angeles (LAX). Premier Access sendiri adalah merek layanan prioritas United di darat, yang bisa diakses oleh:
- Seluruh anggota elit United (termasuk MileagePlus Premier Silver)
- Anggota Star Alliance Gold maskapai rekanan lain (termasuk KrisFlyer Elite Gold)
- Penumpang kelas bisnis dan ke atas, maupun
- Pemegang kartu kredit Chase United Club Visa Infinite maupun Chase United Presidential Club.
Pesawat kami dijadwalkan terlambat berangkat 1 jam karena alasan operasional; walaupun begitu, saya tetap memilih untuk terbang dengan penerbangan ini.
Setelah itu, saya pun memilih kursi. United sendiri terkenal sangat agresif menjual kursi; lebih dari setengah kursi kelas ekonomi di penerbangan ini dikenakan biaya tambahan, dan secara aturan tidak digratiskan bagi anggota Star Alliance Gold (walaupun di lounge United Club sendiri setidaknya saya bisa meminta dipilihkan kursi gratis di bagian Preferred Seat).
Karena saya tidak bisa pergi ke Jepang hanya bermodal paspor, peringatan di mesin check-in pun menyala dan staf check-in sendiri datang untuk membantu.
Di saat itu, saya juga meminta tolong untuk meneruskan tas check-in saya sampai Jakarta dengan pemesanan tiket ANA terpisah.
Berikut pas naik (boarding pass) awal saya, sebelum saya maju beberapa baris menjadi 44L.
Saat itu merupakan kombinasi sempurna antara terbang di musim panas, di rute super populer, dan ditambah dengan kehebatan maskapai Amerika dalam mengisi kursi – berikut hasilnya:
Proses pemeriksaan sendiri seperti biasa dilakukan sebelum memasuki area transit, dan memakan waktu 10 menit.
Setelah sedikit sarapan ringan di United Club dan “berolahraga” (baca: jalan 20 menit ke Star Alliance Lounge di terminal B dan kembali lagi hanya demi shower) saya pergi ke gerbang keberangkatan, yang sialnya berada di ujung terminal 7.
Penerbangan kali ini dioperasikan oleh Boeing 787-10, yang nampak dengan livery lama khusus Boeing 787 (gambar bola dunia kuning dengan pita emas melengkung di badan pesawat; livery lama di pesawat lain memiliki pita emas lurus di badan pesawat).
Saya naik pesawat saat sudah di tengah proses naik, jadi tidak sempat memanfaatkan prioritas naik pesawat.
Tak lama kemudian saya pun naik pesawat dan disambut, sambil dibagikan lap antiseptik.
Di Dalam Penerbangan
Perkenalan Kursi
Setelah masuk dari pintu kedua saya pertama melewati kabin kelas ekonomi premium.
Setelah itu terdapat cukup banyak kursi Economy Plus (ekonomi dengan ruang kaki tambahan) di bagian depan kabin kelas ekonomi.
Saya kali ini duduk di kursi 44L, kursi kelas ekonomi jendela standar di kabin kedua kelas ekonomi.
Walaupun saya sudah terbang di beberapa jenis pesawat United, satu hal yang nampak jelas adalah desain kursinya yang sangat konsisten – tidak tebal, namun tidak sampai keras, dan sandaran kepalanya empuk.
Ruang kakinya sendiri relatif cukup untuk saya, kalau bukan untuk wadah headphone besar saya.
Kursinya sendiri memiliki meja berukuran standar.
Di penerbangan ini terdapat stopkontak AC yang ditaruh di bawah kursi dan menghadap penumpang, sehingga di satu sisi praktis (seperti di kelas ekonomi Alaska), tapi di sisi lain tidak membuat kursinya keras karena rangka plastik.
Kantong kursi sendiri berisikan kartu petunjuk keselamatan, majalah, iklan kartu kredit United, dan kantong mabuk udara.
Tradisi mewajibkan saya untuk berfoto dengan kursinya, dan kursi ini bisa dibilang cukup nyaman, meskipun sayangnya tidak terlalu lebar (dan ya, di kelas ekonomi pun beda jenis pesawat bisa beda lebar kursinya; sebagai contoh, lebar kursi kelas ekonomi di beberapa pesawat tertentu seperti Airbus A320 6-sebaris bisa 2-3 cm lebih lebar daripada ini).
Penerbangan
Seperti saya sebutkan di awal, lap antiseptik dibagikan saat saya menaiki pesawat.
Earphone standar kelas ekonomi juga dibagikan, walaupun saya jauh lebih memilih memakai headphone noise-cancelling saya sendiri (Sony WH-1000XM4; yang wadahnya berukuran besar tadi).
Tak lupa tentunya bantal, yang bisa juga dipakai sebagai bantal leher.
Selimut juga disediakan, tapi selimut tersebut jatuh entah kemana (dan saya sendiri biasa tidur di atas selimut saat di hotel, jadi tidak butuh juga).
Di layar hiburan sendiri ditampilkan apa saja pelayanan yang diberikan selama penerbangan: 2 makanan penuh dan 1 makanan ringan.
Sebelum lupa, salah satu barang yang langka ditemukan di pesawat berbadan lebar adalah katup pendingin udara di atas (dan kalau ada pun, dipasang di kursi seperti di Garuda atau Qantas first class); di pesawat ini, katup tersebut tersedia bagi semua penumpang.
Tentu membantu juga bahwa kabinnya tetap dibuat cukup sejuk di sepanjang perjalanan, walaupun ini juga memberikan opsi tambahan.
Sambil menunggu saya memilih untuk melihat musiknya; sayangnya, United sendiri hanya memiliki campuran musik yang dimasukkan dalam 1 album, termasuk untuk musik klasik, jadi pilihannya sedikit terbatas.
Kami pun mulai mundur “hanya” 50 menit terlambat dari jadwal awal, dari rencana awal yang sampai 1 jam terlambat.
Video petunjuk keselamatan ditayangkan dengan subteks dalam bahasa Jepang.
Saya mungkin (hampir) dikira orang gila untuk menyebut ini, tapi bandara Los Angeles (LAX) sendiri termasuk “ringkas” dibandingkan dengan bandara besar lain seperti, misal, Dallas (DFW), jadi kami pun lepas landas hanya 10 menit setelah keluar dari gerbang.
Begitu lepas landas nampak terminal B dengan begitu banyaknya maskapai yang berkunjung.
Wi-Fi sendiri tersedia di penerbangan ini; saya masih terlalu pelit untuk membayar Wi-Fi, apalagi ketika saya tahu sebagian besar waktu akan saya habiskan untuk tidur, jadi opsi Wi-Fi gratis untuk mengirim teks saja sudah cukup.
Selain itu, seperti tradisi United Wi-Fi sendiri bisa juga digunakan untuk mengakses hiburan atau membuka situs tertentu.
Layanan makan pertama dimulai 30 menit setelah lepas landas.
Saya sendiri baru menerima makan siang saya setengah jam kemudian. Seperti biasa, di kelas ekonomi, makanan dihidangkan dalam 1 baki.
Minuman pun disajikan terpisah dari troli berikutnya, dan sesuai tradisi saat terbang dengan United saya meminta 1 kaleng AHA Orange + Grapefruit Sparkling Water beserta 1 gelas air.
Berikut adalah menu makan siangnya:
- Pembuka: Salad apel dan biji gandum dengan selada mesclun
- Hidangan utama: Pilih satu dari:
- Burger pretzel dengan keju cheddar, ham daging babi, dan saus keju bir, atau
- Yakisoba tumis dengan 7 jenis sayuran.
- Roti: Roti roll.
- Penutup: Brownie coklat crispy.
- Minuman: Bervariasi, non-alkohol maupun alkohol.
Maskapai AS tidak terkenal dengan makanan yang enak, jadi saya tidak menaruh harapan yang tinggi (saya sudah cukup makan enak di penerbangan sebelumnya dari Sydney (SYD)), dan ternyata betul makanannya tidak enak.
Selain saladnya agak kering, yakisoba-nya juga tercium dan terasa lebih seperti masakan Jepang gaya Amerika daripada masakan Jepang; bagaimana itu, susah juga untuk dideskripsikan selain hambar.
Dengan pengalaman ini, saya jadi hampir menyesal kenapa tidak memilih burger, yang walaupun tinggi kalori dan lemak (baca: ham + 2 jenis keju) setidaknya masih berpeluang menarik.
Setelah makan siang selesai, sebelum tidur air botol pun dibagikan; saya mengambil 2 botol karena saya minum sangat banyak saat di pesawat.
Walaupun ini merupakan penerbangan siang hari, semua jendela digelapkan dan lampu diredupkan begitu selesai makan. Ini artinya, saya sempat tidur selama kurang lebih 2 jam.
Saya bangun dalam keadaan haus, jadi saya langsung memesan 1 kaleng AHA Orange + Grapefruit Sparkling Water beserta 2 gelas air; ya, saya minum sebanyak itu.
Setelah itu saya kembali tidur selama kurang lebih 4 jam, sehingga menyisakan hanya 1 jam sebelum mendarat untuk “sarapan” (dan saya masih kurang tahu kenapa makan kedua ini diberikan menu sarapan, padahal baik di Los Angeles atau Tokyo sendiri saat itu juga sudah bukan pagi lagi).
Berikut adalah menu makan siang keduanya:
- Pembuka: Potongan buah segar
- Hidangan utama: Pilih satu dari:
- Kentang tumis dengan daging cincang, telur orak-arik, atau
- … (lupa).
- Roti: Roti croissant.
- Minuman: Bervariasi, non-alkohol maupun alkohol.
Sama seperti sebelumnya, makanannya sendiri tidak begitu menarik, namun seperti ciri khas United pada umumnya setidaknya cukup untuk menahan lapar sampai saya makan di Kura Sushi (conveyor belt sushi favorit Edwin).
Tentu tidak adil untuk membandingkan sarapan serupa di Sofitel Los Angeles at Beverly Hills pagi sebelum saya terbang, walaupun berikut fotonya untuk referensi:
Sambil menunggu saya tiba di Tokyo, berikut peta penerbangannya.
Saya akhirnya baru mengunjungi kamar kecil 35 menit sebelum mendarat setelah mengantre beberapa menit; kamar kecilnya sendiri sangat sederhana namun fungsional dan setidaknya tidak kotor.
Andaikan saya bisa berkata hal yang sama untuk lantai kabinnya – sudut kabinnya sendiri sangat kotor.
Penerbangan kali ini hampir sepenuhnya berada di atas samudera Pasifik, jadi begitu kami mulai melewati pesisir Jepang tentu sudah mulai merupakan tanda penerbangannya akan segera selesai.
Kabin pun akhirnya dipersiapkan untuk mendarat kurang lebih 20 menit sebelum tiba di Tokyo (HND).
Entah kenapa saya masih lebih terbiasa melihat pemandangan pedesaan atau laut saat akan tiba di Tokyo, walaupun kali ini saya terbang di atas daerah metropolitan Tokyo, daerah metropolitan terbesar di dunia.
Kami akhirnya mendarat mengarah ke selatan, dengan sisi saya menghadap terminal 3.
Setelah kurang lebih 10 menit pergi ke gerbang, pesawat kami akhirnya parkir di sebelah pesawat United lainnya. Kalau bukan karena tulisan Tokyo International Airport, ini hampir terasa seperti di Amerika.
Bahkan dengan keterlambatan saat berangkat, kami masih tiba tepat waktu, dan beberapa menit kemudian mulai keluar dari pesawat.
Tokyo (HND) sendiri memang sangat praktis untuk pergi ke kota atau melanjutkan terbang domestik, tapi tidak bagi yang melanjutkan ke Mikronesia (perlu pindah bandara ke Tokyo (NRT)) atau terbang lagi keluar negeri (banyak penerbangan internasional dari Tokyo (HND) berangkat larut malam = transit lama.
Kedatangan
Untungnya area imigrasi dan transfer sendiri tidak seramai beberapa pengalaman saya tiba di Jepang sebelumnya, dimana proses imigrasi sendiri bisa memakan waktu hampir 1 jam.
Walaupun begitu, beberapa pengalaman tersebut sudah lebih dari cukup untuk membuat saya mulai mendaftar Japan Trusted Traveller Program yang prosesnya agak rumit demi menembus antrean imigrasi.
Walaupun pas naik (boarding pass) saya hanya bisa diproses sampai Tokyo, tas saya sendiri sudah langsung di-tag sampai ke Jakarta, jadi saya bisa langsung melewati area pengambilan bagasi.
Proses bea cukai di Jepang sendiri sedikit ribet namun masih cepat; setelah mengisi deklarasi bea cukai melalui Visit Japan Web, saya perlu mengkonfirmasi di kios dulu sebelum melewati gerbang otomatis.
Begitu keluar, saya langsung tiba di area kedatangan yang ramai, termasuk untuk menukarkan uang. Pro tip: Kalau Anda ingin menukarkan uang, pergi saja ke konter di lantai keberangkatan.
Penerbangan lanjutan saya ke Jakarta (CGK) sendiri baru akan berangkat hampir tengah malam, jadi daripada menunggu di bandara 7 jam saya lebih memilih pergi ke kota dan, well, apalagi kalau bukan makan?
Penutup
Anda mungkin sudah (hampir) bosan membaca beberapa ulasan saya terbang di kelas ekonomi United, dan seperti beberapa penerbangan tersebut kali ini saya bisa menarik kesimpulan yang sama: Penerbangan United bisa dibilang sangat fungsional.
Anda boleh berkata apapun, mulai dari kursi yang tidak terlalu longgar atau makanan yang penting kenyang, tapi:
- United adalah satu-satunya maskapai Amerika yang mudah dipesan dengan frequent flyer program populer di Indonesia (penerbangan American Airlines tidak bisa ditebus langsung di situs Cathay Pacific alias harus dipesan manual), dan good luck menebus penerbangan Delta dengan GarudaMiles.
- Jaringan internasional United sendiri sangat komprehensif, mulai dari rute Mikronesia sampai penerbangan ultra long-haul ke Singapura (SIN).
- United tidak mengenakan fuel surcharge di rute manapun (JAL, ANA, maupun American Airlines mengenakan fuel surcharge jutaan Rupiah di rute yang sama).
- Ketersediaan award cukup banyak bahkan saat dipesan mepet, dan
- Apabila terbang di kelas ekonomi, saya hanya butuh kursi yang empuk, tidur, dan minum air.
Kalau Anda terbang di rute transpasifik dan tidak menemukan award “Saver” Singapore Airlines atau Cathay Pacific, terbang dengan United bisa jadi merupakan opsi terbaik bagi Anda – selama Anda bisa sedikit menurunkan ekspektasi, United sendiri sudah lebih dari cukup untuk terbang 10-12 jam.
Halo Mas Eric, mau bertanya,
ketika transit di Jepang apakah sudah mempersiapkan visa transit sebelumnya?
atau sudah e-passport jadi menggunakan visa waiver?
terima kasih banyak
Hi Juangga,
Kebetulan saya sudah punya visa waiver saat itu, jadi bisa bebas keluar masuk Jepang.
Pak Eric, untuk baggage sendiri bagaimana prosesnya bisa langsung ditag sampai jakarta?
apakah karena sama2 member star alliance? Terima kasih
Hi Peter,
Betul, saya meminta tasnya di-tag sampai Jakarta karena United maupun ANA sama-sama merupakan anggota Star Alliance. Walaupun begitu, saya tetap harus mencetak boarding pass di Tokyo untuk perjalanan lanjutan saya ke Jakarta.
Terima kasih atas jawabannya. Satu hal lagi yang mau saya tanyakan, Apakah untuk pencetakan boarding pass itu harus tetap di counter check in (artinya harus keluar dari immigrasi) atau bisa di counter sebelum boarding?
Hi Peter,
Pas naik untuk penerbangan lanjutan? Biasanya bisa waktu check-in, tapi kalau tidak bisa dicetak selalu ada opsi untuk pergi ke konter pindah pesawat saat tiba di bandara transit.