Setelah beberapa bulan lalu mengulas penerbangan perdana di kelas ekonomi TransNusa, sekarang saatnya untuk mengulas pesawat baru TransNusa, Comac ARJ21-700, di rute domestik jarak dekat yaitu dari Bali (DPS) ke Jakarta (CGK).
TransNusa sendiri merupakan maskapai pertama di luar Tiongkok yang mengoperasikan pesawat Comac ARJ21-700, pesawat penumpang jet pertama buatan Tiongkok, dengan penerbangan komersial perdana pada 19 April 2023 lalu.
Karena TransNusa bukan merupakan maskapai anggota aliansi manapun, tiket ini hanya dapat dipesan dengan uang tunai (cash).
Saya memesan tiket ini melalui agen travel online di hari yang sama dengan harga Rp1.199.600. Selain itu, saya juga menambah Rp79.000 untuk memilih kursi sebelum berangkat dan memesan makan malam.
Sebelum Berangkat
Saya tiba di terminal domestik 1 jam sebelum jadwal keberangkatan.
Di bandara Bali, TransNusa memiliki beberapa konter yang tidak terlalu ramai mengingat saat itu sudah hanya tersisa 1 jam sebelum keberangkatan.
Berikut adalah pas naik (boarding pass) saya untuk penerbangan malam itu.
Berikut jadwal penerbangan untuk malam tersebut – TransNusa sendiri mengoperasikan 2 penerbangan dalam waktu berdekatan, 1 dengan pesawat Airbus A320 dan 1 dengan pesawat Comac ARJ21-700.
Bahkan walaupun dalam masa arus balik lebaran, pemeriksaan keamanan berlangsung cukup cepat dan saya bisa masuk menuju area keberangkatan domestik.
2 manfaat utama yang bisa dinikmati pemegang kartu kredit di terminal ini adalah minuman gratis di Starbucks dan akses lounge, yang keduanya bisa didapatkan hanya dengan 1 kartu: BCA American Express Platinum (kopi dari manfaat kartunya sendiri, lounge dari akses Priority Pass).
Kurang lebih 10 menit sebelum jadwal keberangkatan proses naik pesawat pun dimulai.
Mengingat keterbatasan gerbang, 1 gerbang dipakai untuk proses naik pesawat 2 penerbangan sekaligus; 1 melalui garbarata dan 1 melalui tangga.
Seperti disebutkan di awal, penerbangan ini dioperasikan oleh pesawat Comac ARJ21-700 milik TransNusa dengan registrasi PK-TJA yang berumur 1 tahun.
Proses naik pesawat sendiri dilakukan dengan tangga eksternal yang cukup pendek, mirip seperti pesawat Bombardier CRJ1000 milik Garuda dulu.
Di Dalam Penerbangan
Setelah disambut oleh awak kabin, saya pun pergi menuju kursi saya. Pesawat ini memiliki 95 kursi dengan konfigurasi 2-3.
Idealnya, Anda lebih baik duduk di sisi kiri dengan hanya 2 kursi, jendela dan lorong, yang bisa dipesan di awal mulai dari Rp20.000 untuk kursi standar.
Untuk penerbangan kali ini, saya duduk di kursi 14A yang merupakan kursi jendela standar.
Kesan pertama yang didapatkan saat saya duduk adalah kursinya benar-benar tegak; Walaupun tentu jauh lebih nyaman saat sedikit direbahkan. Busa-nya sendiri juga masih cukup memadai dibandingkan dengan beberapa kursi gaya baru yang jauh lebih tipis.
Walaupun memiliki jarak antarkursi yang tidak terlalu besar (29″); Bentuk kursinya membuat ruang kaki masih cukup untuk saya yang tingginya sekitar 178 cm.
Di gambar dibawah, nampak saya sedang mengenakan perban karena luka lecet setelah kecelakaan di siang harinya (tapi tetap saja malamnya masih mengulas penerbangan 😆) dan bahkan dengan luka dan jarak kursi tersebut saya tidak mengalami masalah keluar atau masuk kursi.
Seperti kursi kelas ekonomi pada umumnya, terdapat meja lipat standar.
Di kantong kursi sendiri, terdapat kartu petunjuk keselamatan, menu penjualan makanan, kartu doa, dan kantong plastik.
Panel di atas sendiri juga relatif standar untuk pesawat regional, dan tentunya memiliki lubang pendingin yang bisa diatur.
Seperti biasa, berikut foto saya di kursi tersebut; masker tetap disarankan untuk penerbangan domestik di Indonesia, dan kursinya sendiri juga cukup lebar.
Kembali lagi ke penerbangannya. Mengingat pesawat ini cukup kecil dan tidak terlalu ramai, proses naik pesawat (boarding) selesai dalam waktu kurang lebih 10 menit.
Kami mulai keluar dari gerbang 15 menit terlambat dari jadwal awal, dan bersamaan dengan itu demonstrasi petunjuk keselamatan pun dilakukan secara manual.
Bicara tentang jendelanya sendiri, kaca jendelanya sendiri sayangnya cukup memantul sehingga sulit mengambil foto kecuali saat lampu kabin dimatikan.
Setelah itu, kami pun mulai mengantre untuk lepas landas, kurang lebih proses ini memakan waktu 25 menit dari keluar gerbang sampai tiba di landasan pacu.
Bicara tentang lampu kabin dimatikan, saat kami menunggu lepas landas lampu kabin dimatikan sampai segelap ini:
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya kami lepas landas ke arah timur, berikut videonya:
Karena langit sedang cerah, kurang lebih 10 menit kemudian setelah kami memutar dari sisi kiri nampak Bali bagian selatan, sedangkan pilotnya sendiri mengumumkan bahwa dari sisi kanan nampak danau Kintamani.
Sialnya, tanda kenakan sabuk pengaman baru dimatikan hampir 30 menit setelah kami lepas landas.
Kurang lebih 10 menit kemudian kedua awak kabin (betul, hanya ada 2 awak kabin) membawa troli dan memulai penjualan makanan.
Berbeda dengan AirAsia yang menyajikan makanan preorder sebelum menjual makanan, kali ini pesanan saya diantar saat mereka sudah mencapai kursi saya.
Apabila Anda pernah melihat story saya di Instagram PinterPoin, rekan saya sempat memesan ayam cordon bleu (Rp59.000) di penerbangan sebelumnya dengan TransNusa, jadi sekarang giliran saya yang memesan menu tersebut.
Makanannya sendiri disajikan dengan air mineral botol kecil (dijual juga di pesawat dengan harga Rp10.000/botol), dan berikut penampakannya.
Menu yang disediakan pada penerbangan ini terdiri dari:
- Makanan berat: Pilih apapun dari menu preorder sebelum terbang (berbayar; dipilih)
- Makanan ringan: Pilih apapun dari menu saat di pesawat (berbayar)
- Minuman: Air mineral (termasuk dalam menu preorder; dipilih), bervariasi (non-alkohol; berbayar)
Walaupun nampak seperti berantakan dengan sausnya dan sedikit asin, cordon bleu ayam yang saya pilih tersebut cukup enak, dan saya lebih memilih ini daripada makanan yang disediakan di lounge.
Makanan panas TransNusa sendiri lebih mahal daripada makanan panas AirAsia, walaupun masih dalam batas wajar juga, sehingga bisa dipertimbangkan saat Anda berikutnya terbang.
Pesawat ini memiliki 1 dapur panas yang cukup kecil di depan, tepat di antara pintu keluar darurat kecil yang hanya sedikit lebih besar dari 2 troli.
Di depan, Anda bisa juga menemukan denah kabin pesawat ini.
Pesawat ARJ21-700 milik TransNusa memiliki jarak antarkursi sebesar 29″ (termasuk beberapa baris di depan yang dijual dengan harga jauh lebih mahal), kecuali di baris paling depan 42″ ke tembok dan 30″ di kursi baris paling belakang.
Pesawat ini memiliki 2 kamar kecil, 1 di bagian depan kabin dan 1 di belakang. Kamar kecilnya sendiri cukup bersih dan relatif lega.
Fasilitasnya sendiri juga relatif standar, dan aliran airnya sendiri cukup baik; dalam arti, tidak pelan, namun tidak juga sampai membasahi baju saya seperti di pesawat Boeing 737 MAX.
Seperti tradisi biasanya, tentu tidak boleh lupa untuk memfoto kabin dari bagian belakang.
Karena kebetulan kursi baris pintu keluar daruratnya sedang kosong, saya pun berkesempatan memfoto kursi ini. Walaupun ruang kakinya sangat lega, saya lebih menyarankan duduk di kursi standar saja karena posisinya yang dekat dengan mesin dan mejanya yang ditaruh di sandaran tangan.
Tidak terasa tanda kenakan sabuk pengaman kembali dinyalakan lagi untuk terakhir kalinya kira-kira 10 menit sebelum mendarat; Ini artinya, layanan yang bisa dilakukan terbatas pada menjual makanan, mengambil sampah, dan juga persiapan sebelum mendarat.
Tak lupa, lampu kabin pun dimatikan sampai tiba di gerbang nanti, sehingga foto yang diambil dari jendela bisa lebih bagus.
Seperti kebanyakan penerbangan lain menuju Jakarta, kami pun turun ke bandara Jakarta dari arah barat sehingga dari sisi kiri nampak pemandangan kompleks pelabuhan Tanjung Priok.
Mengingat posisi kami yang cukup dekat dengan simpang susun Kamal, ini hanya berarti 1 hal: Perjalanan dari landasan pacu ke gerbang kedatangan akan cukup jauh.
Benar saja, kami pun mendarat di landasan sebelah terminal 1. Proses pendaratannya sendiri cukup normal, walaupun sedikit lebih terasa dari biasanya mengingat pesawatnya yang pendek.
Setelah memutari terminal 1 dan 2, kami pun tiba di tempat parkir remote; sama seperti sebelumnya, pesawat ini tidak menggunakan garbarata.
Proses turun pesawat sendiri tidak memakan waktu terlalu lama.
Sayangnya, kali ini saya belum bisa mengunjungi kokpit mengingat saat itu pilotnya sedang melakukan pelatihan (saat pengumuman sebelum terbang sendiri disebutkan terdapat 1 pilot, 1 kopilot, dan 1 kopilot senior, padahal normalnya hanya membutuhkan 2 penerbang).
Karena kami tiba di dekat gedung ekstensi terminal 3 internasional, kami pun perlu menaiki bus untuk mencapai area kedatangan domestik.
Berikut pesawatnya nampak sebelum saya menaiki bus.
Kedatangan
Saya diturunkan di gerbang kedatangan terdekat dari tempat pengambilan bagasi.
Dari situ saya hanya perlu berjalan sedikit ke area pengambilan bagasi, dan saya pun langsung menuju area penjemputan karena saya tidak membawa bagasi terdaftar.
Kesimpulan
Pesawat Comac ARJ21-700 milik TransNusa bisa dibilang merupakan kembalinya pesawat jet regional di Indonesia setelah pesawat Bombardier CRJ1000 milik Garuda dikembalikan.
Walaupun merupakan pesawat jet regional, baik ukuran kabin dan fasilitasnya sendiri bisa dibilang cukup identik dengan pesawat jet ukuran menengah seperti Boeing 737 yang lazim ditemui di Indonesia.
Secara keseluruhan, terbang dengan Comac ARJ21-700 cukup nyaman untuk penerbangan jarak pendek, dan ditambah dengan harga tiket TransNusa yang cukup kompetitif bisa menjadi salah satu opsi dengan value for money yang bagus untuk penerbangan di rute ini.
Mudah_mudahan ekonomi Asia Tenggara bertambah maju adanya pesawat dari Cina, ayo Asia Tenggara beli beli pesawat Cina, nanti nya tiket pesawat bisa murah
Keren, informatif untuk pesawat baru diluar boeing dan juga non airbus
Era dimana pesawat buatan Asia berani bersaing dengan pesawat Eropa dan Amerika