Dalam waktu dekat, warga Indonesia sepertinya akan segera bisa bepergian ke Malaysia menyusul dibentuknya aturan bepergian antara warga antar kedua negara.
Pada hari Jumat, 5 Februari 2021 kemarin, Presiden Jokowi menyambut kedatangan Perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Muhyiddin di Istana Kepresidenan. Selain membahas kudeta yang terjadi di Myanmar, salah satu agenda lainnya adalah pembentukan Travel Corridor Agreement (TCA) antara Indonesia dengan Malaysia.
Selain TCA yang disepakati dengan Malaysia, Presiden Jokowi juga menyampaikan pentingnya untuk mewujudkan perjanjian yang sama dengan negara ASEAN lainnya. ASEAN Travel Corridor diharapkan bisa segera terwujud juga demi menjaga soliditas antara negara-negara di Asia Tenggara.
Resiko
Tidak bisa dipungkiri, resiko terbesar dari terbentuknya TCA ini adalah peningkatan kemungkinan penyebaran COVID-19 antara kedua negara. Sebagai informasi, Indonesia dan Malaysia masih tergolong sebagai negara dengan resiko penularan COVID-19 yang tinggi.
Berikut data COVID-19 di Indonesia & Malaysia menurut WHO (8 Februari 2021):
- Indonesia
- Total populasi: 276 juta penduduk
- Kasus baru: 12.156
- Kasus terkonfirmasi: 1.147.010
- Kematian: 31.393
- Malaysia
- Total populasi: 33,4 juta penduduk
- Kasus baru: 3.847
- Kasus terkonfirmasi: 238.721
- Kematian: 857
Saya menilai TCA ini mulai dirampungkan karena telah dimulainya proses vaksinasi di kedua negara. Apakah pembentukan TCA ini prematur? Bagi saya iya, terutama disaat dunia sedang menghadapi varian COVID-19 yang lebih mudah menular.
Masih belum diketahui secara pasti detil dari TCA tersebut. Firasat saya leisure traveling belum bisa dilakukan meskipun TCA sudah terbentuk. Apabila terjadi peningkatan kasus secara drastis, tidak menutup kemungkinan juga perjanjian ini bisa dibatalkan.
Baca juga: Singapore Airlines, Emirates & Etihad Terapkan ‘Travel Pass’ Digital COVID-19
Untuk ASEAN Travel Corridor, saya rasa kesepakatan tersebut akan lebih sulit untuk terwujud. Negara seperti Singapura dan Thailand benar-benar ketat untuk urusan penanganan COVID-19.
Bahkan, Singapura dan Hong Kong pun kesulitan untuk mewujudkan travel bubble meskipun kedua negara tergolong efektif dalam menangani kasus COVID-19. Negara yang efisien dalam melawan COVID-19 seperti Australia dan New Zealand pun juga kesulitan untuk mewujudkan travel bubble.
Bepergian ke luar negeri saat ini tentunya sangat tidak disarankan dan berpotensi membahayakan diri sendiri dan orang-orang disekitar. Hampir setiap negara sedang menutup diri agar bisa mencegah penambahan kasus COVID-19 impor.
Meskipun traveling ke Malaysia terdengar menyenangkan saat ini, saya tidak menaruh harapan besar pada TCA ini. Saya pribadi memprediksi jika traveling internasional secara bebas belum akan terwujud hingga 2023.
.
Saya cukup shiok, ternyata penduduk malaysia hanya 31.95 juta……….
Maaf, angka yang benar adalah 33,4 juta penduduk.