Opini
“The Tokyo EDITION Ginza adalah hotel ultra luxury jaringan Marriott Bonvoy yang terletak di pusat distrik Ginza yang sayangnya tidak akan saya kunjungi lagi di masa depan karena harga cash ataupun poinnya yang fantastis namun tidak menawarkan sesuatu yang extraordinary”
Dalam rangka kunjungan wisata ke Jepang saya beberapa saat lalu, saya berkesempatan untuk menginap di salah satu hotel terbaru dan termahal di kawasan Ginza di Tokyo yaitu The Tokyo EDITION Ginza.
Jujur saja, saya bukan fans hotel EDITION karena harganya yang fantastis dan konsepnya yang terlalu minimalis dan tidak bling-bling (jangan benci saya – tapi saya selalu mengatakan bahwa EDITION adalah hotel Fairfield yang overpriced) tetapi saya akan mencoba mengulas hotel ini secara objektif berdasarkan pengalaman menginap saya.
Pemesanan
Saya memesan The Tokyo EDITION Ginza menggunakan sertifikat malam gratis hingga 85.000 poin dari kartu kredit Marriott Bonvoy Briliant saya.
Dikarenakan hotel ini memiliki tarif 97.000 poin ketika saya menginap (termasuk agak murah, karena Haloween), mau tidak mau saya harus melakukan “top-up” sebesar 12.000 poin Marriott Bonvoy untuk bisa menginap di hotel yang memiliki cash rate sekitar Rp16.000.000-an di tanggal tersebut.
Hal ini berarti saya mendapatkan value setidaknya Rp165/poin dari penukaran ini yang mana lebih tinggi dari valuasi PinterPoin untuk poin Marriott Bonvoy sebesar Rp125/poin.
Saya juga menukarkan Nightly Upgrade Award (NUA) Marriott Bonvoy saya untuk membantu memastikan bahwa stay saya kali ini berkesan dan memiliki kans lebih besar mendapatkan kamar Suite (yang mana untungnya saya memang dapat).
Jika Anda penasaran, harga kamar Premier Suite dari Tokyo Edition Ginza ini berkisar di antara 230.000 – 300.000 Yen per malam ๐ dan kebetulan di tanggal harga saya menginap 31 Oktober 2024 lalu harga kamar Premier Suite ini adalah 260.000 Yen (ยฑRp26.520.000).
Oleh karena itu, jangan kaget jika saya akan sering mereferensikan kamar saya sebagai ‘kamar 26 juta’ di review ini.
Check-in
Saya menginap di The Tokyo EDITION ini di tengah-tengah perjalanan wisata saya di Jepang. Kebetulan kali ini saya mengunjungi Tokyo dan Sapporo sebagai destinasi wisata dan saya menginap di hotel ini tepat setelah menyelesaikan liburan saya di Sapporo.
Oleh karena itu, seusai landing dan tiba di bandara Tokyo Haneda (HND), saya langsung meluncur ke hotel ini menggunakan airport transfer dari UOB Zenith. Perjalanan dari bandara Haneda ke hotel ini memakan waktu kurang lebih 25 menit.
Kesan pertama ketika saya tiba di hotel ini – concierge mereka sangat sigap dan saya ingat bahkan terdapat lebih dari 4 orang menyambut saya dan mempersilahkan masuk di hotel ini.
But again, it’s expected jika Anda memesan hotel dengan cash rate belasan juta Rupiah ๐
Mungkin satu hal yang saya notice begitu memasuki hotel ini adalah kesan minimalist luxury yang terpancar dari hotel ini dan juga banyaknya staff dari negara asing (baca: bukan orang Jepang) di hotel ini dengan kemampuan berbahasa Inggris yang sangat baik.
Tidak lama berselang setelah saya duduk dalam rangka proses check-in, beberapa staff hotel membawakan hot towel dan juga welcome drink yang sayangnya saya lupa catat namanya.
Tidak lama berselang, proses check-in dimulai dan saya dijelaskan beberapa hal oleh staff dari hotel ini namun secara praktis berikut adalah summary singkatnya:
- Hotel jaringan ‘The EDITION’, walaupun berpartisipasi pada program Marriott Bonvoy, tidak memberikan complimentary breakfast kepada tamu yang menginap.
- Hotel ini merupakan sister property dari hotel The EDITION lain yang sama-sama terletak di Tokyo yaitu The EDITION Toranomon dan berada di bawah manajemen yang sama (General Manager-nya juga sama btw)
- Hotel ini baru beroperasi pada Januari 2024 lalu, jadi belum genap satu tahun sejak hotel ini beroperasi ๐
- Saya bisa check-out pukul 3 sore keesokan harinya meski untuk ini saya harus sedikit tarik ulur dan mengeluarkan skill negosiasi saya
- Karena saya menginap pada 31 Oktober 2024, terdapat pesta Haloween di lantai 2 hotel ini yang sayangnya saya lewati karena saya berfokus untuk menikmati kamar 26 juta Rupiah saya ๐
Kamar Premier Suite
Saya menempati kamar 708 yang merupakan kamar Premier Suite di lantai 7 dari hotel ini. Dikarenakan hotel ini berada di bangunan yang tidak terlalu besar, maka hanya terdapat 7 atau 8 kamar di satu lantai di hotel ini.
Seperti kamar suite pada umumnya, terdapat 3 bagian utama dari Premier Suite di Tokyo EDITION Ginza yang mana adalah:
- Ruang tamu (living room)
- Kamar tidur (bedroom)
- Kamar mandi (bathroom)
Saya akan mengulasnya satu per satu di mulai dari living room kamar ini tapi biarlah foto yang menjelaskan lebih banyak mengenai penampakan dari kamar ini dan biar Anda yang menilai sendiri apakah kamar ini worth 26 juta Rupiah ๐
Saya bukan orang yang detail oriented seperti Paulo yang bisa dengan mudah mendeskripsikan warna, suasana, dan kondisi kamar seperti pada ulasannya di The EDITION Singapore.
Namun bisa saya bilang bahwa living room dari kamar ini biasa saja, nothing special. Mungkin antara saya tidak memahami konsep quiet luxury tapi dengan banyaknya kamar hotel yang pernah saya inapi yang lebih bagus dari ini, maka saya menggolongkan living room dari The Tokyo EDITION Ginza ini standar.
Oh, dan saya bisa bilang bahwa sofa di bawah ini jelek. Kenapa ada sofa punya kain yang bergelambir yang menyentuh karpet lantai?? Bukannya itu kotor ya.
Saya tidak menghabiskan banyak waktu di living room kamar ini, terutama karena teman saya tidak jadi berkunjung ke kamar saya. Sebaliknya, saya menghabiskan cukup banyak waktu di bedroom dari kamar ini.
Seperti pada gambar di atas, bedroom dari kamar Premier Suite ini cukup besar (setidaknya untuk standar Tokyo) dan didominasi oleh warna kayu coklat tua. Kamar ini dilengkapi dengan meja kerja, air purifier merek Dyson, kursi malas, dan TV yang penempatannya cukup aneh yaitu di samping ranjang.
Jika ada satu hal yang saya kurang senang dari kamar ini, atau lebih spesifiknya ranjang dan bantal kamar ini adalah kasur dan bantalnya yang terlalu soft.
Entah kenapa kualitas tidur saya di kamar Premier Suite ini kurang baik, tapi saya bisa menebak bahwa hal tersebut berasal dari bantal khas The EDITION yang terlalu empuk sampai-sampai saya harus menumpuk 4 (empat) bantal dan itupun terasa kurang.
Sedangkan hal yang saya suka dari kamar ini adalah view dari kamar ini yang meskipun terhalang oleh bangunan tinggi lain, masih bisa melihat ramainya distrik Ginza.
Di antara bedroom dengan bathroom dari kamar ini sendiri, terdapat sebuah tempat di mana Anda merias diri Anda.
Di situ, terdapat juga sebuah lemari yang bisa Anda gunakan untuk menaruh barang-barang Anda.
Lanjut ke bathroom area dari kamar ini, The Tokyo EDITION Ginza Premier Suite memiliki kamar mandi yang cukup estetik namun sayangnya kurang praktis.
Ambil contoh keran (sink) yang terdapat di kamar ini. Jika biasanya hotel-hotel mevvah biasanya memiliki double sink di kamar Suite mereka, The Tokyo EDITION Ginza sayangnya tidak memilikinya.
Hanya saja, Anda bisa melihat bahwa meja yang digunakan untuk tempat sink tersebut sangat panjang sehingga saya tidak habis pikir kenapa mereka tidak memiliki double sink tetapi sekali lagi ini mungkin adalah sebuah definisi dari quiet luxury atau minimalist luxury atau apapun itu.
Sedangkan tempat shower dan bath tub dari kamar ini berada di dalam ruangan yang dipisahkan oleh sekat. Berikut penampakannya:
Saya cukup menikmati mandi di hotel ini dikarenakan tekanan air dari shower yang cukup kuat serta adanya bath tub berukuran besar membuat saya betah bersantai di area ini.
Untuk bath amenity, layaknya hotel The EDITION lainnya, mereka menggunakan Le Labo.
Bathroom area juga memiliki area toilet yang terkesan cukup standar dengan satu sink dan satu toilet lengkap dengan bidet otomatis.
Tidak ada yang spesial dari area toilet ini dan bidet otomatis yang digunakan juga cukup standar.
Di antara area toilet dengan living room, terdapat beberapa lemari serbaguna yang bisa Anda gunakan untuk menaruh barang terutama baju yang saya rasa sedikit redundant karena ada juga di area antara kamar mandi dengan kamar tidur.
Di sebelah lemari tersebut dan tepat sebelum area living room, terdapat juga area minibar yang mana selain air dan teh, semuanya berbayar ๐
Overall, untuk kamar seharga 26 juta Rupiah, saya akan bilang bahwa kamar Premier Suite dari The Tokyo EDITION Ginza ini biasa saja. Antara saya yang tidak memahami konsep quiet luxury atau memang kamar ini memang biasa saja.
Atau bisa juga karena preferensi saya untuk kamar yang lebih menonjolkan kemewahannya dan bling-bling, maka kamar ini terkesan biasa saja untuk saya.
The Tokyo EDITION Ginza – Fasilitas Umum
The Tokyo EDITION Ginza memiliki sebuah restoran all day dining yang juga berfungsi sebagai tempat breakfast bernama Sophie.
Dikarenakan The EDITION tidak memberikan breakfast bahkan untuk member dengan status elit sekalipun, maka saya memutuskan untuk breakfast di luar.
Saya memilih Tendon Tenya yang merupakan fast food favorit saya di Jepang yang lokasinya juga berada sangat dekat dengan hotel The Tokyo EDITION Ginza ini. Saya bisa bilang kurang dari 100 langkah.
The Tokyo Edition Ginza juga memfungsikan atap dari hotel ini menjadi tempat untuk bersantai sekaligus untuk menikmati kudapan ringan berbayar dari tempat yang mereka namakan ‘The Roof’ ini.
Di lantai 2, tepat satu lantai di atas lobi hotel , terdapat sebuah lounge yang juga menjadi bar di malam hari bernama Punch Room. Ketika saya menginap (31 Oktober), terdapat perayaan Haloween di Punch Room ini yang sayangnya saya lewatkan karena saya ingin berfokus menikmati kamar ๐
Masuk ke bagian paling menyebalkan dari hotel ini…. ruang Gym-nya!!
Sebelum saya mulai ngomel mengenai gym dari hotel ini, silahkan baca dulu kalimat terakhir dari deskripsi hotel ini di website The Tokyo EDITION Ginza.
The hotel offers 4 dining venues including Lobby Bar, Japanโs first punch-focused cocktail bar, a Modern brasserie and a roof-top bar, and also features state-of-the-art gym.
State
of
the
art
gym
Apakah gym di hotel ini mewakiliki deskripsi ‘state -of-the-art-gym‘? Saya akan mengembalikannya kepada Anda.
Satu lagi, berbeda dengan The Tokyo EDITION Toranomon yang memiliki fasilitas kolam renang dan Jacuzzi, hotel ini tidak memiliki fasilitas tersebut.
Baca juga: Hotel Review – The Singapore EDITION
Baca juga: Hotel Review – The New York EDITION
Penutup
Pengalaman menginap saya di The Tokyo EDITION Ginza cukup mixed namun lebih ke arah negatif dari segi hard product sehingga kemungkinan besar saya tidak akan kembali menginap di hotel ini di masa depan.
Don’t get me wrong, saya bisa bilang bahwa tidak ada yang salah dengan service quality dari hotel ini.
Semua staff The Tokyo EDITION Ginza dari ketika saya check-in hingga ketika saya check-out melaksanakan tugasnya dengan spektakuler dan saya merasa bahwa dari segi servis, tidak ada yang salah dari hotel ini. Meskipun didominasi oleh pekerja asing, saya benar-benar bisa merasakan Japanese hospitality selama periode menginap saya.
Hanya saja, saya tidak bisa menjustifikasi label harga belasan juta Rupiah atau 90.000 ~ 100.000 poin Marriott Bonvoy untuk kamar paling standar mereka terlebih Premier Suite yang dilabel 26 juta Rupiah ketika saya menginap.
Dengan nominal tersebut, saya mungkin akan lebih memilih Conrad Tokyo yang menawarkan breakfast bagi member Diamond Hilton Honors dan fasilitas yang lebih lengkap (terutama gym) meskipun mungkin secara lokasi tidak sebagus The Tokyo EDITION Ginza ini.
But again, bisa jadi saya saja yang tidak memahami konsep yang ditawarkan oleh hotel ini yaitu minimalist luxury sehingga persepsi saya terhadap hotel ini cukup negatif sehingga saya tidak objektif.
Tapi saya penasaran, apakah Anda berpendapat serupa? Apakah hotel ini terlalu mahal dan hanya sekedar menjual brand layaknya barang-barang di Ginza ataukah memang hotel ini worth it karena memiliki konsep quiet luxury yang sayangnya manusia seperti saya gagal paham ๐ Berikan saya opini Anda.
Singkat kata, menurut saya pribadi hotel ini cukup oke…. tapi tidak worth the price tag. Saya akan menekankan kamar yang standar dan gym yang tipu tipu (“State of the art“) sebagai poin negatif dari hotel ini.
Poin positif dari hotel ini apa? Service quality dan lokasi hotel yang strategis. But again, dua poin tersebut bisa Anda dapatkan dengan mudah di hotel bintang 5 lainnya di Jepang.
Review yang sangat objective dan informative. Awalnya saya akan menginap di sini bulan depan, tapi saya sudah canceled and punya tiga reservasi – Edition Toranomon (keliatannya bakal dicancel juga, tapi masih nunggu NUA clear atau tidak), Hyatt Toranomon Hotel (sudah dapet confirmed suite) dan Mesm (nunggu NUA clear).
Hugo,
Terimakasih. Sebenarnya kalau Anda memahami konsep ‘quiet luxury’ mungkin Anda bisa menikmati hotel dengan brand EDITION.
Sayangnya, saya tidak…. saya lebih suka sesuatu yang bling-bling. Satu hal yang pasti, Anda akan menikmati menginap di MESM Tokyo jika NUA Anda clear. Jangan lupa untuk sake testing di restoran rooftop-nya.
Sy 20 Nov akan ke Tokyo, and harga kamar cukup fantastis. Bonvoy ada berapa kmr std harga 20 sampai 30jutaan per malam. Yang murah seperti moxy aja 4 sampai 5 jutaan. tgl 23 Nov labor daynya Jepang, banyak sekali hotel Full… FYI aja. Don’t be like me yg suka book last minute. Mahal banget.
Mau tanya, kalau pakai UOB Zenith untuk airport transfer, mobilnya pakai apa ya untuk di Indonesia dan di Jepang?
Winston,
Saya 3x pakai dapat semacam Toyota Alphard.
Setuju sama Ko Edwin,
masih ndak paham dengan konsep minimalism/green yang dimana biasanya ada saja fasilitas yang dihilangkan dengan embel2 woke tersebut.
Yang dimana ujung2nya jadi merepotkan karena belum terbiasa dgn fasilitas yang “dikurangi”.
Harun,
Memang hotel jaman kekinian itu susah dipahami ya.