Saya berkesempatan untuk mengulas penerbangan Premium Economy dari Singapore Airlines di pesawat A350-900 ULR rute New York/Newark (EWR) ke Singapura (SIN) yang juga merupakan penerbangan terjauh kedua di dunia dengan durasi total penerbangan 18 jam.
In case you don’t know, saya pergi ke Amerika pada pertengahan Maret 2025 lalu dengan Cathay Pacific kelas ekonomi untuk keberangkatan dan Singapore Airlines Premium Economy untuk kepulangan dalam rangka acara keluarga di negara bagian New Jersey.
Hanya saja, karena kebodohan dan aneka penundaan saya, mau tidak mau saya ‘disetrap’ dalam bentuk terbang di kelas ekonomi meskipun terdapat opsi untuk terbang di first class.
Berikut adalah ulasan penerbangan saya di Singapore Airlines Premium Economy rute New York (EWR) ke Singapura (SIN).
Flight Review
Nomor Penerbangan: SQ21
Jenis Pesawat: Airbus A350-900 Ultra Long Range (ULR)
Rute: New York (EWR) – Singapore (SIN)
Tanggal: 24 Maret 2025
Waktu Berangkat: 10.35
Waktu Tiba: 17.20+1
Durasi Penerbangan: 17 jam 45 menit
Kursi: 42D (aisle)
Pemesanan dan Check-in
Saya memesan tiket penerbangan Singapore Airlines Premium Economy ini ketika terdapat promo Spontaneous Escapes edisi Februari 2025 di mana salah satu rute yang ditawarkan adalah Newark (EWR) ke Singapura (SIN).
Sayangnya, rute sebaliknya yaitu Singapura (SIN) ke Newark (EWR) maupun New York (JFK) tidak ditawarkan pada promo Spontaneous Escapes tersebut jadi mau tidak mau ketika itu saya harus ‘memaksakan’ diri saya untuk terbang Cathay Pacific dari Surabaya (SUB) ke New York (JFK) di kelas ekonomi.
Dalam kondisi normal tanpa promosi, penerbangan Singapore Airlines Premium Economy rute New York/Newark (EWR) ke Singapura (SIN) ini dibanderol di harga 80.500 KrisFlyer miles yang menurut saya tidak worth it untuk ditebus karena harga kelas bisnisnya menggunakan miles hanya selisih sedikit yaitu 111.500 KrisFlyer miles.
Hanya saja, karena terdapat promo Spontaneous Escapes yang meliputi rute tersebut, maka harganya turun 30% menjadi hanya 56.350 KrisFlyer miles yang menurut saya worth it dikarenakan penerbangan tersebut jika ditebus menggunakan cash harganya berkisar di 12 juta-an Rupiah.
Saya sendiri tiba di bandara Newark (EWR) sekitar pukul 09.00 waktu setempat. Pada hari keberangkatan saya, entah kenapa bandara ini sangat sepi sehingga saya bisa cukup leluasa mengambil foto.
Penumpang kelas premium ekonomi dan member KrisFlyer Elite Silver memiliki antrian yang sama yang terpisah dari penumpang kelas bisnis maupun member KrisFlyer Elite Gold.
Meski begitu, karena tidak ada antrian sama sekali (sungguh misteri) baik di kelas premium ekonomi ataupun bisnis, saya dengan cepat melaju ke konter check-in.
Proses check-in sendiri berlangsung sangat smooth. Petugas yang berjaga sangat ramah dan bahkan mengizinkan saya untuk mengambil foto konter check-in penerbangan ini. Saya pun segera mengambil foto ketika beliau sudah berada di luar cakupan kamera handphone saya.
Seperti biasa, setelah itu saya melewati area pemeriksaan dan security di mana tidak diperbolehkan mengambil foto sama sekali (dan ini Amerika, jangan macam-macam).
Tidak lama berselang, saya menyempatkan diri untuk menunggu di boarding gate sembari mengambil beberapa foto untuk keperluan dokumentasi sekaligus mengambil foto untuk mengisi Instagram story saya 🙂
Tidak lama berselang (waktu sungguh terasa cepat jika Anda banyak mengambil foto), tiba waktu boarding dan setelah penumpang kelas bisnis dipanggil, giliran penumpang kelas premium ekonomi masuk.
Hal pertama yang mungkin saya sadari ketika masuk di pesawat A350-900 ULR ini adalah banyaknya kursi kelas bisnis.
Memang, berdasarkan informasi dari website Singapore Airlines, penerbangan dengan pesawat A350-900 ULR ini memiliki 67 kursi di kelas bisnis dan 97 kursi di kelas premium ekonomi.
Berikut ilustrasi pesawatnya berdasarkan informasi dari Seatguru, Anda bisa melihat bahwa setidaknya 2/3 badan pesawat digunakan untuk mengakomodir kelas bisnis.
FYI saja, sebelum memilih seat saya juga melakukan sedikit riset. Saya sengaja menghindari kursi yang berwarna merah yang memang tidak direkomendasikan entah karena suatu alasan (tidak bisa recline, dekat dengan toilet, dan sebagainya) sehingga saya memutuskan bahwa kursi 42D adalah kursi yang ‘aman’.
Mau tahu satu hacks lagi? Kursi di baris 42 dan 43 cenderung sering kosong meskipun penerbangannya penuh atau hampir penuh karena kursi ini sering di blok untuk keperluan khusus entah kenapa. Hal tersebut terjadi pertimbangan terutama ketika saya mengetahui bahwa kursi 42E, 42F, 43E, 43F tidak bisa di-booking.
Anyways, kembali ke review penerbangannya sendiri.
Ketika saya masuk di pesawat, saya dipenuhi dengan rasa dengki dan tidak puas karena tidak naik business class. Tetapi di saat yang sama, saya menyadari bahwa kesalahan saya membuat saya berada di posisi ini.

Saya jalan hingga menemukan kabin premium ekonomi yang terkesan sedikit sesak (baca: longgar jika dibandingkan dengan penerbangan Cathay Pacific kelas ekonomi saya sebelumnya).
Konfigurasi seat di kabin kelas premium ekonomi sendiri adalah 2-4-2 kecuali untuk baris 40,41, dan 42 di mana konfigurasinya adalah 1-4-1 sehingga terasa sedikit lebih lega.
Kursi ‘single’ di baris 40,41, dan 42 sendiri bisa Anda pesan dengan menambah bayar USD140 (±Rp2.352.000) jika tersedia. Kebetulan, di penerbangan ini kursi tersebut tidak available dan meski available sekalipun, saya cukup pelit untuk menambah bayar USD140 tersebut karena saya sudah habis uang cukup banyak di Amerika Serikat.
Percayalah, Amerika Serikat adalah negara mahal terlebih dengan biaya-biaya siluman seperti mandatory tips, resort fee, dan biaya parkir mobil yang cukup untuk fine dining di Indonesia.
Untuk keperluan dokumentasi, berikut adalah referensi kursi premium ekonomi standar di baris 2-4-2.
Dan berikut adalah referensi kursi premium ekonomi spesial ‘solo seat‘ di baris 1-4-1.
Berikut adalah penampakan kursi 42D saya:


Nyaman? Lumayan 😀
Sesuai dengan prediksi saya, kursi 42E dan 42F ternyata kosong sehingga sepanjang perjalanan 18 jam, saya tidak memiliki tetangga dan saya benar-benar menikmatinya.
Sebenarnya, kursi 43E dan 43F juga kosong namun saya menghindarinya (dan Anda sebaiknya juga) karena lokasi kursi tersebut terletak dekat dengan lavatory pesawat yang entah kenapa posisinya cukup aneh.
Saya sempat berkenalan dengan sosok yang duduk di kursi 43G (bapak dengan kacamata) karena beliau ternyata sesama orang Indonesia dan beliau mengatakan bahwa dia ‘tidak bisa tidur’ dan ‘merasa terganggu’ dengan lokasi lavatory yang terletak persis di sebelah kursinya.
Jadi, catat hal ini in case Anda suatu hari terbang menggunakan pesawat A350-900 ULR ini.
Anyways, saya juga menyempatkan diri untuk mengambil video di kabin kelas premium economy ini supaya Anda mendapat gambaran lebih baik seperti apa wujud penerbangannya.
Sebelum lepas landas, perut saya meminta makan (dan alkohol untuk membantu tidur). Jadi, saya meminta cemilan ringan kepada cabin crew dan mendapati sandwich dingin yang cukup lezat dan mengisi perut.
Baru setelah itu saya lanjut mengambil foto dan me-review kursi maupun hard product dari penerbangan ini.
Penampakan kursi 42D sudah saya ambil dari depan dan dari samping, oleh karena itu berikut adalah viewpoint saya dari penumpang kursi ini.
Uniknya kelas premium economy ini, terdapat kompartemen kecil antar kursi di mana Anda bisa menaruh barang berharga ataupun barang-barang kecil lainnya. Saya menaruh paspor dan charger di sini.
Persis di bagian bawah pemisah antar kursi, terdapat colokan universal yang bisa Anda gunakan untuk mengisi daya baterai perangkat elektronik Anda sekaligus terdapat juga tempat emergency vest.
Jika Anda tidak membutuhkan colokan universal, di samping kursi terdapat USB Charger sekaligus tempat mencolok headset Anda untuk mendengarkan musik ataupun mendengarkan suara melalui In-Flight-Entertainment (IFE).
Berbicara mengenai headset, Singapore Airlines Premium Economy menyediakan headset berkualitas tinggi yang sangat solid dan tidak kalah bagus dengan apa yang mereka sediakan di kelas bisnis meskipun headset ini adalah headeset generik dari Singapore Airlines (baca: tanpa merk).
Saya juga mengambil foto remote yang bisa Anda gunakan untuk mengoperasikan IFE sekaligus menyalakan lampu ataupun memanggil cabin crew.
Kualitas IFE dari penerbangan ini sendiri sangat jernih dan nyaman di mata meskipun jika orang depan Anda merebahkan kursi mereka sepenuhnya.
Sepanjang penerbangan ini, saya menyempatkan diri untuk menonton 3 (tiga) film yang mana adalah sebagai berikut:
- Gladiator 2 (not recommended)
- The Substance (recommended)
- Civil War (not bad meskipun agak tidak masuk akal)
Soft Product
Kru Singapore Airlines di penerbangan ini sangat baik dan hospitable. Dalam skala 1-10 saya akan memberikan skor 9 untuk cabin crew di penerbangan ini.
Berbeda dengan cabin crew di penerbangan Cathay Pacific saya sebelumnya yang ketus dan kurang membantu; Cabin crew Singapore Airlines di penerbangan ini sangat atentif dan hospitable.
Yang saya bisa rasakan adalah mereka memanusiakan manusia.
Saya merasa bahwa setiap dari cabin crew di penerbangan ini selalu berusaha untuk mengerti apa yang masing-masing penumpang butuhkan untuk penerbangan ultra panjang ini 🙂
Sebagai contoh, saya banyak minum (air dan alkohol) dan oleh karena itu setiap kali saya meminta air kemasan, cabin crew selalu membawa 2 botol sekaligus.
Saya banyak ambil foto? “Sir, you might want to take a photo of the champagne bottle as well”
Saya menyukai coklat? “Sir, do you want another one of the chocolate, i will check on the back”
Mantap jiwa. Inilah kenapa Singapore Airlines dinobatkan berkali-kali sebagai airline terbaik di dunia dan juga alasan kenapa Anda akan mau mempelajari program Singapore Airlines KrisFlyer dengan serius.
Anyways, untuk makanan dan minuman sepanjang penerbangan, berikut adalah menu-nya:






Untuk makan siang , saya memilih braised beef with red wine.
Berikut penampakannya:


Meskipun penampilannya kurang meyakinkan, saya bisa memastikan bahwa hidangan di atas cukup lezat dan mengenyangkan.
Saya juga cukup menyukai milk chocolate yang selalu hadir di setiap hidangan yang disajikan. Rasanya manis dan cukup enak sehingga saya memintanya lagi.
Di malam hari, makanan kembali dihidangkan dan saya meminta stir fried chicken in oyster sauce with egg noodles. Berikut penampakannya:
Hidangan di penerbangan Singapore Airlines sendiri cenderung enak dan disesuaikan dengan lidah oriental bahkan untuk hidangan western food-nya sekalipun dan itulah alasan mengapa saya menyukainya 🙂
Yang cukup unik, penerbangan di premium ekonomi ini juga menyediakan in-flight amenity dengan brand out of the woods lengkap dengan eyeshade dan slippers sebagai berikut:
Daaan yang paling spesial?
.
.
.
Ada champagne untuk penerbangan di kelas premium ekonomi! Champagne ini menjadi obat tidur saya dalam menempuh perjalanan 18 jam ini.
Percayalah, penerbangan 18 jam akan terasa cepat jika Anda banyak tidur… dan bagi orang seperti saya, Champagne membuat saya cepat mengantuk sehingga penerbangan 18 jam ini terasa cukup singkat 😉
Lucunya, champagne tersebut tidak disajikan dalam gelas champagne pada umumnya melainkan hanya disajikan di gelas plastik. Tapi saya tidak peduli, yang penting adalah esensi free flow champagne.
Baca juga: Flight Review – Singapore Airlines Business Class A350-900 Surabaya (SUB) – Singapura (SIN)
Baca juga: Flight Review – Singapore Airlines Suites Airbus A380-800 Singapura – Delhi
Penutup
Dibandingkan dengan penerbangan saya sebelumnya yaitu Cathay Pacific kelas ekonomi rute Hong Kong (HKG) – New York (JFK), penerbangan Singapore Airlines kelas premium ekonomi ini terasa sangat sorgawi.
Jujur, jika disuruh membayar 80.500 KrisFlyer Miles untuk penerbangan ini, saya mungkin tidak akan mempertimbangkannya.
Hanya saja, karena harganya diskon 30% akibat Spontaneous Escapes menjadi 56.350 KrisFlyer Miles, maka saya tanpa berkedip langsung menebus penerbangan ini 🙂 karena memang memerlukannya dan sudah terkapok-kapok terbang Cathay Pacific kelas ekonomi.

Sebenarnya, penerbangan ini bukan kali pertama saya terbang Singapore Airlines premium economy di rute Ultra Long-Haul. In fact, saya sebenarnya sudah 3x terbang di penerbangan ini (EWR -SIN atau SIN – EWR) namun baru kali ini menemukan motivasi untuk melakukan review penerbangannya.
Di antara 3 penerbangan tersebut, tidak pernah sekalipun saya tidak puas dengan penerbangan ini.
Setiap kali saya terbang dengan Singapore Airlines, bahkan di premium ekonomi sekalipun saya menjadi seseorang yang bisa menikmati penerbangannya alih-alih membencinya dan ingin segera turun.
Bisa dibilang, kelas premium ekonomi dari Singapore Airlines merupakan standar paling minimal saya untuk traveling ke destinasi yang luar biasa jauh seperti Amerika ataupun Eropa dan penerbangan kali ini membuat saya menyadarinya 🙂
Edwin,
Flight nya kosong ya? Trus kalau recline max bisa berapa derajat?
D,
Flight-nya penuh. Hanya saja entah kenapa ada beberapa seat kosong di kelas Premium Ekonomi.
Recline bisa 125 derajat
Kami sdh merasakan nikmatnya terbang dg SQ di Oremium Economy Singapore LA VV dan yg kedua Singapore SF kami mempergunakan economy class dan memang oelayanan di dua class tsb ada perbedaannya tapi tetap nyaman krn hispitality dr FA SQ sdh mendunia .salam
Wijaya,
Saya setuju kalau hospitality-nya SQ beda level. Bahkan di Premium Economy ini sekalipun saya bisa merasakannya.