Setelah terbang dengan EVA Air dari Bangkok (BKK), saya melanjutkan penerbangan dari London (LHR) ke Frankfurt (FRA) dengan Lufthansa di kelas ekonomi (economy class) sebelum bisa mencoba Lufthansa first class ke Washington (IAD).
Ini adalah penerbangan ke-3 dari seri 14 penerbangan dalam perjalanan saya keliling dunia pada bulan Agustus 2023.
Lufthansa sendiri merupakan maskapai anggota Star Alliance, sehingga tiketnya bisa dipesan dengan miles dari beberapa program, termasuk dari Singapore Airlines KrisFlyer.
Saya memesan penerbangan ini secara manual melalui chat 2 hari sebelum saya terbang sebagai bagian dari perjalanan saya dari Bangkok (BKK) ke Washington (IAD) dan membutuhkan 167.500 KrisFlyer miles + entahlah berapa pajak dan tuslah bahan bakar (fuel surcharge; tiketnya sudah berubah terlalu banyak sampai sulit dilacak).
Apabila penerbangan ini dipesan sendiri dan mepet (dalam arti, H-2 seperti waktu saya memesan ini), ini memerlukan 14.000 KrisFlyer miles + £70,9 (~Rp1.350.000), atau mulai dari Rp4.140.000 kalau dipesan dengan uang tunai.
Jadi, minimal saya mendapatkan valuasi penukaran Rp199/mile, 8% lebih tinggi daripada valuasi KrisFlyer miles menurut PinterPoin.
Oh, dan sebelum bertanya kenapa saya tidak naik kelas bisnis padahal jumlah miles yang dibutuhkan sama untuk rute penerbangan saya, kebetulan kursi award-nya hanya tersisa di kelas ekonomi ๐
Sebelum Berangkat
Saya berangkat dari hotel dengan shuttle bus kurang lebih 3 jam sebelum jadwal keberangkatan untuk kembali ke bandara London (LHR).
Layanan bus ini sangat menyebalkan karena datang hanya 1x/jam, berhenti di beberapa hotel, dan itu pun mahal (hampir Rp200.000 pulang pergi)
Saya tiba di perhentian bus terminal 2 kurang lebih 2 1/2 jam sebelum jadwal keberangkatan.
Walaupun namanya terminal 2, ini merupakan terminal bernomor terkecil di bandara London (LHR); sudah tidak ada lagi terminal 1, tapi masih ada terminal 3, 4, dan 5.
Terminal ini banyak melayani maskapai anggota Star Alliance, dan juga maskapai non-aliansi seperti Aer Lingus (yang anehnya, segrup dengan British Airways namun sendirian di terminal ini) dan JetBlue.
Area check-in di dalam sendiri tidak begitu ramai.
Berikut pas naik (boarding pass) saya untuk kedua penerbangan hari ini.
Walaupun saya penumpang kelas ekonomi, karena saya melanjutkan penerbangan di first class saya bisa naik pesawat paling awal (grup 1; tapi entah kenapa ditulis pre-boarding).
Sebagai penumpang premium maskapai anggota Star Alliance, saya bisa melewati pemeriksaan keamanan melalui jalur prioritas “Gold Track”.
Seperti di Amerika Serikat, di Inggris sendiri tidak ada pemeriksaan imigrasi saat keluar, jadi prosesnya jauh lebih cepat.
Proses pemeriksaan sendiri hanya memakan waktu 5 menit, dan sesudah itu saya tiba di area keberangkatan. Di gedung utama sendiri terdapat Lufthansa Senator & Business Lounge, yang sudah saya ulas terpisah.
Penerbangan saya berangkat dari gerbang B, yang berada di gedung satelit. Karena jaraknya yang tidak terlalu jauh, tidak ada kereta antarterminal – silakan jalan kaki di terowongan untuk ke sana.
Di daerah gerbang B sendiri terdapat 3 lounge maskapai anggota Star Alliance (Air Canada Maple Leaf Lounge, United Club, dan Singapore Airlines SilverKris Lounge) tapi entah kenapa saya memutuskan untuk kembali ke SilverKris Lounge yang familiar.
Setelah ke lounge saya pergi ke gerbang keberangkatan, yang kali ini berada di ujung terminal.
Saat itu gerbangnya sendiri sudah cukup penuh; dari sini nampak juga lantai atas yang dipakai khusus penumpang yang baru tiba (ingat penerbangan saya sebelumnya; Penumpang yang baru datang dipisah dengan penumpang yang akan berangkat).
Penerbangan kali ini dioperasikan oleh pesawat Airbus A320neo yang berumur 6 tahun.
Proses naik pesawat sendiri diatur berdasarkan prioritas, dan dimulai sekitar 20 menit sebelum jadwal keberangkatan.
Seperti biasa, proses naik pesawat dilakukan lewat garbarata.
Tak lama kemudian saya tiba di pesawat dari pintu kiri depan.
Di Dalam Penerbangan
Perkenalan Kursi
Di depan sendiri terdapat kabin kelas bisnis dengan 3 baris kursi dalam konfigurasi 2-2 (berapa barisnya sendiri bervariasi dan bisa diatur dengan mengubah antimakassar dan menggeser tirai, hanya saja kali ini diatur 3 baris).
Vincent sempat mengulas terbang di kelas bisnis intra-Eropa di maskapai grup Lufthansa lain dengan kursi yang sama, dan sebut saja hampir “buang-buang” miles.
Di belakang kabin kelas bisnis sendiri terdapat kabin kelas ekonomi standar.
Untungnya saya kali ini duduk di kursi 12F, yang merupakan kursi kelas ekonomi jendela di baris jendela darurat.
Ruang kakinya sendiri termasuk sangat longgar, bahkan lebih longgar dari kursi kelas bisnis. Sesuai tradisi armada jarak dekat/menengah Lufthansa (), di sini tidak ada stopkontak.
Seperti di kursi standar terdapat meja yang bisa dilipat; untungnya meja yang dipilih bukan meja dari sandaran tangan, jadi tidak mengurangi lebar kursi.
Seperti tren di beberapa kursi kelas ekonomi jarak dekat baru, kantong di bawah kursi dibiarkan kosong; sebagai penggantinya, bacaan disimpan di atas.
Bacaan di kanting sendiri terdiri dari kartu petunjuk keselamatan dan katalog belanja.
Berikut saya di kursi tersebut dalam keadaan sedikit mengantuk; kursinya sendiri bisa sedikit direbahkan dan kursi di sebelah saya kosong (baca: kondusif untuk tidur), namun tugas review tentunya tidak boleh berhenti.
Penerbangan
Kita sebut saja cuacanya sangat stereotipikal “Inggris” di pagi itu.
Pesawat ini tidak memiliki layar, jadi demonstrasi petunjuk keselamatan dilakukan secara manual sambil kami pergi menuju lepas landas.
Kalau bukan karena ketersediaan Lufthansa first class dari Frankfurt (FRA), saya mungkin sudah berakhir transit di bandara London (LHR) terminal 5 seperti nampak di belakang untuk terbang di British Airways first class; rencana tersebut akhirnya diundur untuk perjalanan round the world berikutnya.
Setelah tanda kenakan sabuk pengaman dipadamkan, awak kabin berkeliling memberikan air gratis serta menjual makanan serta minuman lain 30 menit setelah lepas landas.
Semua penumpang, termasuk saya, mendapatkan 1 botol air mineral gratis.
Berikut sarapan yang disediakan gratis di penerbangan ini:
- Minuman: Air mineral
Lufthansa sendiri boleh dibilang maskapai layanan penuh (berbeda dari, misal, Ryanair atau EasyJet), tapi pelayanannya di kelas ekonomi intra-Eropa sendiri bisa dibilang sangat minim.
Sebegitu minimnya, saya sampai membeli muesli dengan susu (€3,5); memang cukup mahal dibandingkan dengan porsinya, tapi cukup untuk sarapan ringan.
Di penerbangan ini, selain membeli makanan dan membaca katalog buy on board, hiburan gratis yang disediakan tinggal pemandangan dari jendela; tidak ada Wi-Fi di penerbangan kali ini.
Penerbangan ini sendiri terlalu pendek untuk merebahkan kursi saat terbang, jadi berikut perbandingannya diambil saat sedang proses naik pesawat.
Sebelum mendarat setiap penumpang juga diberikan coklat kecil.
Lampu tanda kenakan sabuk pengaman kembali dinyalakan 10 menit sebelum mendarat. Saya sendiri lebih ingin beristirahat saat itu sampai sayangnya belum sempat melihat kamar kecil.
Kami perlahan turun melewati daerah pedesaan Jerman, sebelum akhirnya tiba di bandara Frankfurt (FRA).
Pesawat kami mendarat di bandara Frankfurt (FRA) 15 menit sebelum jadwal kedatangan.
Waktu 15 menit tersebut dipakai untuk berputar-putar sambil menunggu gerbang tersedia.
Pagi hari sendiri merupakan waktu peak di bandara Frankfurt (FRA), dan dengan Lufthansa sendiri menjadi maskapai jaringan tentu memiliki banyak penumpang transit di waktu tersebut.
Karena itu juga, banyak yang saat itu bergegas turun; untungnya transit saya yang selama 3 jam masih lebih dari cukup untuk sedikit bersantai.
Kedatangan
Bandara Frankfurt (FRA) tidak memisahkan antara penumpang yang baru datang dengan akan berangkat di concourse B, jadi proses transit di sini sendiri cukup praktis.
Saya melewati bandara Frankfurt (FRA) terminal B yang cukup sibuk menuju Lufthansa First Class Lounge, dimana pengalaman berikutnya akan berubah sangat jauh dari penerbangan ini.
Kesimpulan
Dengan jarak penerbangan yang mirip, penerbangan Lufthansa di economy class dari London ke Frankfurt ini tentu sangat jauh dibandingkan dengan, misal, terbang di Singapore Airlines economy class dari Singapura ke Jakarta.
Dengan catering yang terbatas dan kursi yang sederhana, terbang kali ini hampir tidak terasa beda dengan, misal, terbang dengan maskapai berbiaya rendah (saya sendiri naik ini hanya karena saya perlu mengambil penerbangan lanjutan).
Betul Lufthansa menggunakan pesawat ini hanya untuk penerbangan jarak dekat/menengah; masalahnya, definisi jarak dekat/menengah sendiri termasuk terbang red-eye dari Casablanca (CMN)/Amman (AMM) yang bisa sampai 5 jam.
Apabila Anda berencana terbang di kelas ekonomi di Eropa dan sekitarnya, jangan lupa untuk menurunkan dulu ekspektasi Anda (bahkan lebih rendah dari United kelas ekonomi domestik) sebelum terbang.
ini maskapai still give me PTSD hahahhaha.
jaman gua kuliah pernah di bentakin sm pramugara german nya.
gua sm temen gua emang brisik and a bit drunk but…..kita yg bayarrrrr
never theless good read! thank you for the review
intra europe emang ryan air solusi nya.. se engga nya ga makan ati haha krn emang udah milih pesawat LCC
Hi Zul,
Mungkin tidak sampai separah Ryanair ya (lebih ke EasyJet), tapi betul, terbang di Eropa sendiri tidak bisa dibilang spesial.