Saya berkesempatan untuk mengulas kelas bisnis (business class) Garuda Indonesia rute Jakarta (CGK) ke Jayapura (DJJ). Penerbangan dari Jakarta (CGK) ke Jayapura (DJJ) sendiri merupakan penerbangan langsung terjauh di Indonesia dan merupakan penerbangan domestik terjauh dari maskapai Garuda Indonesia.
Untuk penerbangan business class kali ini, saya menukarkan 33.550 GarudaMiles + biaya sebesar Rp175.000 dari promo GATF 2021. Alternatifnya, jika dibeli dengan uang, penerbangan ini dihargai sekitar 10 ~ 15 juta Rupiah sekali jalan (one-way) di kelas bisnis.
Garuda sendiri memiliki beberapa jenis penerbangan dari Jakarta (CGK) ke Jayapura (DJJ) yang semuanya membutuhkan jumlah miles yang sama asalkan Anda tidak berpindah pesawat (award chart GarudaMiles sendiri menggunakan perhitungan jarak per segmen untuk menentukan jumlah miles yand dibutuhkan).
Terdapat beberapa opsi untuk terbang ke Jayapura (DJJ) menggunakan maskapai Garuda Indonesia yaitu:
- Langsung dari Jakarta (CGK) menggunakan GA656
- Melalui Makassar (UPG) dan Timika (TIM) menggunakan GA654
- Melalui Makassar (UPG) dan Biak (BIK) menggunakan GA650
Sebelum Berangkat
Kelas bisnis Garuda Indonesia tidak menawarkan manfaat transfer bandara gratis seperti di kelas utama. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk menaruh kendaraan di parkir inap Soewarna.
Karena posisinya yang terletak cukup jauh dari terminal bandara, maka saya perlu menaiki shuttle gratis dari parkir inap ke terminal bandara (dan sebaliknya saat akan mengambil mobil). Saya turun di terminal 3 pintu 5 karena saya terbang di rute domestik dan sudah melakukan check-in secara online. Pintu 5 lebih cocok digunakan apabila Anda terbang domestik dan juga:
- Sudah memegang pas naik (boarding pass) dan tidak memiliki bagasi terdaftar/checked baggage atau
- Anggota GarudaMiles Platinum yang terbang dengan Garuda Indonesia atau
- Terbang dengan kelas bisnis atau kelas utama (First Class) maskapai Garuda Indonesia
Garuda Indonesia sendiri memiliki baris konter lapor masuk khusus bagi penumpang kelas bisnis/utama Garuda dan anggota GarudaMiles Platinum. Karena saya hanya membawa ransel, saya hanya ke sana untuk mencetak boarding pass.
Saat saya tiba, sebagian besar penerbangan sudah berangkat untuk hari tersebut (penerbangan tengah malam biasanya hanya untuk penerbangan ke Indonesia timur), sehingga semua proses berlangsung cukup cepat.
Seperti biasa, setelah melapor masuk saya pergi ke Starbucks untuk mengambil jatah minuman gratis dari kartu kredit. Karena sudah cukup malam, saya hanya mengambil 1 minuman coklat dengan menggunakan kartu kredit DBS Travel Platinum.
Jadwal keberangkatan malam di terminal 3 sendiri didominasi oleh penerbangan ke Indonesia bagian Timur.
Setelah pemeriksaan keamanan, saya pun berkunjung ke Garuda Indonesia lounge untuk waktu yang singkat sebelum terbang ke Jayapura malam itu. Lounge ini dapat diakses oleh:
- Penumpang kelas bisnis Garuda Indonesia atau melanjutkan dari/ke penerbangan anggota SkyTeam lain kemanapun
- Anggota GarudaMiles Platinum saat terbang dengan Garuda Indonesia atau melanjutkan dari/ke penerbangan anggota SkyTeam lain kemanapun
- Anggota SkyTeam Elite Plus saat terbang dengan Garuda Indonesia atau melanjutkan dari/ke penerbangan anggota SkyTeam lain rute internasional
Karena sudah cukup malam, lounge-nya sendiri sudah cukup sepi.
Walaupun di lounge tersebut terdapat prasmanan penuh, menunya sendiri cukup terbatas dan kurang menarik – setidaknya saat itu masih ada petugas yang membantu saya untuk membuat es teh.
Lounge-nya sendiri juga memiliki kamar mandi, yang walaupun relatif bersih sudah mulai tampak kurang terawat.
Saya pergi menuju ke gerbang keberangkatan kira-kira 20 menit sebelum jadwal keberangkatan, dan saat itu sudah cukup banyak yang menaiki pesawat jadi proses naik pesawat (boarding) sendiri tidak memakan waktu lama.
Di Dalam Pesawat
Saat tiba di dalam pesawat saya langsung disambut oleh Flight Service Manager (FSM) bernama Pratidna dan juga pramugari yang bertugas di kelas bisnis bernama Merin.
Untuk penerbangan ini, saya duduk di kursi 7A yang merupakan kursi jendela standar.
Setelah duduk, saya langsung dibawakan minuman selamat datang (welcome drink). Saat itu, seluruh penerbangan domestik Garuda di kelas bisnis hanya memberikan air mineral botol ukuran kecil dan pemilihan minuman hanya tersedia di kelas utama.
Selain itu, saya juga ditawarkan pilihan makanan setelah lepas landas walaupun pada akhirnya saya menolaknya karena saya ingin segera tidur. Saya memilih agar makanan tersebut dihidangkan sebelum mendarat.
Sekarang waktunya untuk mengulas kursinya. Kursi kelas bisnis Garuda memiliki ruang kaki yang cukup luas namun untuk penerbangan ini, layaknya penerbangan domestik Garuda Indonesia lainnya menggunakan maskapai Boeing 737-800, tidak ada yang perbedaan yang menonjol ataupun spesial.
Kursinya sendiri cukup lebar untuk penerbangan beberapa jam, walaupun lebarnya sedikit berkurang dengan kontrol kursi manual dan terutama remote untuk in-flight-entertainment (IFE)
Meja lipat pun disediakan dan cukup untuk makan atau bekerja. Meski begitu, terdapat pengalaman yang kurang menyenangkan yaitu terdapat sedikit bekas di meja makan lipat saya ini!
Di balik sandaran tangan bagian tengah, terdapat layar untuk menonton hiburan. Anehnya, entah bagaimana tampilan layarnya sedikit naik sampai terpotong sebagian di atas dan hitam di bawah.
Kembali lagi ke perjalanannya sendiri, setelah saya duduk dan welcome drink disajikan, mereka juga memberikan tissue antiseptik.
Selimut pun juga dibagikan, tapi di kursinya sendiri masih belum disediakan bantal mungkin karena masih dianggap era pandemi.
Beberapa menit setelah tengah malam, pintu ditutup dan kami mulai pergi meninggalkan gerbang.
Video petunjuk keselamatan pun diputar saat sedang menuju landasan. Untuk penumpang kelas bisnis, video keselamatan ini ditampilkan dari layar di depan kabin.
Tak lama kemudian, kami pun meninggalkan Jakarta untuk perjalanan menuju Jayapura. Saya mengingat bahwa Jakarta di malam hari cukup indah dengan berbagai pencahyaan yang ada.
Setelah tanda kenakan sabuk pengaman dimatikan, saya pun segera pergi ke kamar kecil sebelum memutuskan untuk beristirahat (tidur). Kondisi kamar kecil sendiri cukup bersih.
Kursi kelas bisnis Garuda di pesawat 737-800 dapat disesuaikan untuk tidur – Hanya saja secara kualitas tentu masih cukup jauh dibandingkan dengan beberapa maskapai lain di kelas bisnis dengan waktu perjalanan serupa. Berikut perbandingan kursi saya yang sudah diatur paling maksimal untuk tidur dengan kursi lain yang tidak diatur.
Saya pun sempat tidur selama kurang lebih 3 jam. Saat saya bangun, matahari sudah mulai terbit.
Oh, dan sebelum Anda penasaran, berikut muka saya setelah tidur 3 jam di kursi tersebut. Bahkan di kelas bisnis sekalipun, penerbangannya cukup membuat saya capek sehingga saya langsung kembali tidur setelah check-in di hotel ๐
Setelah saya bangun, sarapan disajikan tepat sekitar satu jam sebelum mendarat. Seperti biasa, pada penerbangan kelas bisnis domestik Garuda Indonesia dengan jarak menengah, makanan disajikan dalam 1 tray dengan penataan meja kelas bisnis domestik.
Berikut adalah sarapan yang saya dapatkan setelah cover-nya dibuka.
Makanan (sarapan atau makan malam, tergantung penumpang) untuk penerbangan kali ini di kelas bisnis terdiri dari:
- Pembuka – Salad makaroni
- Hidangan utama – Pilih satu dari:
- Nasi ikan pesmol
- Nasi dengan ayam bakar
- Tambahan: Krupuk
- Penutup: Kue pisang
Saya sendiri memilih hidangan nasi ikan pesmol. Rasanya sendiri relatif standar dan menurut saya pribadi, hal ini bukan berarti makanannya tidak enak namun tapi lebih terkesan, “asal ada dan kenyang”. Sebagai contoh, kue pisang yang diberikan sangat kering dan juga makanan utamanya yaitu nasi ikan pesmol terasa sedikit kurang segar.
Setelah sarapan, saya pun menonton peta penerbangan – Jakarta (CGK) ke Jayapura (DJJ) yang merupakan penerbangan yang boleh dikata cukup jauh. Penerbangan ini bahkan lebih jauh daripada rute Jakarta (CGK) ke Colombo (CMB), Hong Kong (HKG), atau Manila (MNL).
Saat pesawat sedang turun, saya dapat melihat pemandangan Papua yang cukup indah namun sayangnya sedikit tertutup awan.
Setelah kurang lebih 5 jam perjalanan, saya pun tiba di Bandara Sentani. Walaupun Bandara Sentani merupakan bandara terbesar di pulau Papua, bandaranya sendiri tidak terlalu besar.
Saya pun turun dari pesawat setelah tiba di gerbang, tanpa menyadari bahwa saya akan bertemu awak kabin yang sama untuk penerbangan pulang saya ke Jakarta keesokan harinya.
Kedatangan
Setelah melalui garbarata, koridor menuju gedung terminal dan lorong menuju lantai kedatangan tidak menggunakan pendingin (air conditioning) di pagi hari. Sebagai gantinya, sebagian jendela di bandara ini dibuka yang memberikan ventilasi udara yang cukup baik.
Di lantai kedatangan, terdapat area pemeriksaan kartu kewaspadaan kesehatan elektronik (eHAC) yanag mana setelah itu terdapat area pengambilan bagasi.
Setelah saya keluar dari area kedatangan saya pun tiba di area antar-jemput. Di sini, Anda juga akan menemukan konter untuk membeli kartu prabayar Telkomsel – karena tidak semua operator memiliki jaringan yang bagus bahkan di kota Jayapura sekalipun.
Apabila Anda menggunakan operator selain Telkomsel, saya menyarankan Anda untuk membeli kartu Telkomsel agar tidak mengalami susah sinyal selama berada di Jayapura ataupun di kota/daerah Papua manapun.
Anda dapat pergi dari bandara Sentani ke pusat kota Jayapura dengan taksi ataupun ojek online; Tetapi keduanya tidak ada yang murah. Anda perlu mengeluarkan biaya kurang lebih Rp250.000 – Rp300.000 sekali jalan untuk taksi online atau kurang lebih Rp100.000 – Rp130.000 sekali jalan untuk ojek online.
Karena saya memilih untuk menggunakan ojek online, saya perlu keluar dari bandara sebelum menaiki ojek tersebut. Ojek online biasanya jauh lebih murah dibandingkan dengan taksi apabila Anda pergi sendiri.
Kesimpulan
Menggunakan GarudaMiles untuk menebus penerbangan gratis (award ticket) Garuda Indonesia dari Jakarta (CGK) ke Jayapura (DJJ) adalah good deal karena harga tiket cash fare-nya cukup mahal bahkan di kelas ekonomi sekalipun. Meski begitu, penerbangan ini tergolong standar dan masih kalah jauh dibandingkan dengan penerbangan kelas bisnis internasional jarak menengah.
Bahkan di kelas bisnis sekalipun, fasilitas yang diberikan oleh Garuda Indonesia bisa dibilang cukup sederhana untuk rute sejauh ke Jayapura. Tidak ada perbedaan yang mencolok antara penerbangan ini dengan penerbangan domestik Garuda Indonesia lainnya meskipun secara waktu tempuh mungkin boleh dikata bahwa rute ini adalah rute domestik terjauh dan terlama.
Walaupun begitu, saya sendiri tetap menyarankan Anda untuk terbang di kelas bisnis Garuda Indonesia untuk rute ini (lebih karena tidak ada pilihan lain yang lebih baik, apalagi yang bisa diakses dengan miles). Hanya saja, Anda sebaiknya mengatur ekspektasi Anda untuk penerbangan ini ๐
Hi Ko, kalau mau ke raja ampat, baiknya turun di Jayapura atau Sorong ya?
Halo Felix,
Untuk pergi ke Raja Ampat bisa terbang ke Sorong.
Juni kemarin saya terbang ke jayapura start dr makassar UPG-BIK-DJJ, kembalinya DJJ-TIM-UPG-CGK. Beli cash 6jt (vv) + bid upgrade 2,4jt (vv), jd saya spend 8,4jt untuk kesemua flight itu. Kaget biaya bid nya cukup murah dan approved! Bahkan seingat saya masih earning miles sekitar 10rb krn subclass nya menjadi J. Mantap!
Untuk service setuju untuk ulasannya, bahkan pilihan makanannya sama persis. Bedanya saya dpt snack mixed nuts dan sempet nyobain kopi. Rasanya jujur saja tidak enak. Mgkn krn faktor sudah kelamaan disimpan.
Ekspektasi saya awalnya tinggi krn sy kira ini penerbangan panjang. Bahkan lebih enak makanan saya ketika terbang bisnis CGK-LOP dimasa motogp yg lalu.
Saya gtw butuh brp lama lagi servisnya bs pulih seperti semula. Semoga yg terbaik buat GIA.
Kalau untuk penerbangan domestik dan kabin yg lebih oke , untuk kelas bisnis better pilih yg tipe pesawat apa ya?
Untuk airport perks starbucks , kalau dngn hanya 1 nama di boarding pass , bisa ambil 2 minum sekaligus (lets say saya pny bca sq infi dan dbs travel platinum)
Halo Hendra,
Untuk kabin yang lebih bagus bisa coba cari penerbangan yang dioperasikan oleh Airbus A330-200/A330-300/A330-900neo atau Boeing 777-300ER (kalau cari di situs Garuda tulisannya 777-200/300 untuk yang ada kabin kelas utama atau 777-300 untuk yang tidak ada kabin kelas utama).
Benefit Starbucks bandara bisa dengan kartu dari beberapa bank sekaligus dengan 1 pas naik, misal dari BCA/CIMB/DBS.
Saran, ojol bandara emang biasanya mahal, dan drivernya cuman dapet 60% dari rate yang kita booking.
makanya saya belakangan sering ngeladenin driver2 lepasan yang suka nawarin jasa jemputannya (dan terkesan mengganggu). sy selalu berhasil nawar sekitar 30% dari harga ojol. Misal, harga ojol mobil 200rb, maka sy nego di 150rb lgsg di iyain biasanya ๐
Halo Sierra,
Betul, hanya saja Grab di bandara Sentani tidak memiliki kerjasama khusus dengan pihak bandara jadi harganya mengikuti harga normal (dalam arti, memang Grab di sana sedikit mahal, dan harganya sama juga waktu saya pergi dari kota ke bandara).