Meski agak was-was, namun saya tidak bisa menutupi rasa gembira karena akan kembali terbang. Kali ini, saya memutuskan untuk terbang di business class A330-900neo Garuda Indonesia yang saat ini rutin digunakan pada rute domestik.
Setelah 7 bulan tidak terbang, akhirnya saya dan Erika kembali menaiki pesawat terbang menuju ke Bali untuk melangsungkan pernikahan yang tertunda. Penerbangan ini merupakan yang pertama bagi saya sejak bulan Maret 2020 lalu.
Selain mengulas penerbangan, saya juga akan membagikan pengalaman perjalanan di tengah pandemi COVID-19 saat ini. Pada artikel terpisah, saya juga akan membagikan opini apakah aman untuk bepergian dengan pesawat terbang saat ini.
Airport
Perjalanan kami dimulai dari terminal 3 domestik bandara Soekarno-Hatta yang tergolong sangat ramai karena bertepatan dengan long weekend dari cuti bersama.
Sebelum melakukan prosesi check-in, saya terlebih dahulu harus mengikuti antrian untuk validasi bukti hasil rapid test atau PCR negatif. Meski antrian terlihat sangat panjang, untungnya antrian tersebut bergerak cukup cepat.
Dari perhitungan saya, antrian validasi rapid test memakan waktu sekitar 7-8 menit dan bisa diwakilkan oleh 1 penumpang saja.
Setelah divalidasi, barulah saya menuju ke konter check-in Garuda Indonesia yang juga dalam keadaan cukup ramai. Sepertinya memang banyak yang memanfaatkan liburan long weekend ini untuk berlibur.
Jika ditotal, kami kurang lebih menghabiskan waktu selama ±25 menit dari waktu tiba di bandara hingga masuk ke area keberangkatan, not bad.
Lounge Garuda Indonesia
Setelah melewati proses check-in dan security screening, saya selanjutnya memutuskan untuk berhenti sebentar di lounge Garuda Indonesia untuk sekedar melihat-lihat suasananya selama pandemi COVID-19.
Saya tidak akan mengulas ulang lounge tersebut (karena sudah pernah diulas sebelumnya), namun hanya akan meng-highlight sejumlah hal saja. Anda bisa membaca ulasan lengkapnya disini.
Untuk kapasitas lounge sendiri saya merasa tidak ada masalah. Satu-satunya hal yang mengganggu adalah penyajian makanan yang bersifat buffet dan bisa diambil sendiri oleh pengunjung.
Untungnya, sejauh mata memandang, hampir semua pengunjung lounge menggunakan masker dan mematuhi aturan physical distancing.
Di setiap sudut juga disediakan hand sanitizer untuk digunakan oleh pengunjung lounge.
Kami memutuskan untuk tidak makan di lounge karena sudah sarapan sebelumnya. Setelah kunjungan singkat, saya kemudian menuju ke gate sembari melihat-lihat pesawat.
Garuda Indonesia Business Class A330-900neo
- Nomor Penerbangan: GA402
- Jenis Pesawat: Airbus A330-900neo
- Registrasi Pesawat: PK-GHE
- Rute: Jakarta (CGK) – Denpasar Bali (DPS)
- Tanggal: Rabu, 28 Oktober 2020
- Waktu: 07.45 WIB – 10.45 WITA
- Kursi: 10D & 10G
Proses check-in berlangsung cepat dan efisien. Penumpang business class dipersilahkan untuk boarding pertama. Bersamaan dengan kami, ada sebuah rombongan keluarga beranggotakan 12 orang yang menempati kabin business class.
Kabin business class Garuda Indonesia di pesawat A330-900neo menggunakan kursi Stelia Opal dengan formasi staggered, lihat peta kursi berikut:
Selama pandemi COVID-19 ini, Garuda Indonesia memblokir kursi tengah yang berdempetan (nomor genap). Namun, apabila penumpang ingin duduk bersebelahan, dalam kasus ini saya dan Erika ingin duduk bersebelahan di “honeymoon seats”, maka penumpang harus menandatangani sebuah formulir.
Jika Anda bepergian sendiri, maka saya sarankan untuk memilih kursi ganjil yang lebih dekat ke jendela untuk privasi lebih. Berikut penampakan kabin business class A330-900neo Garuda Indonesia:
Kursi ini dilengkapi dengan sabuk pengaman 3 arah layaknya di mobil.
Kursi Stelia Opal ini mirip dengan kursi Stelia Symphony milik Singapore Airlines yang bisa ditemukan di pesawat 787-10 Dreamliner dan A350 regional (baca ulasannya disini). Saya melihat kursi ini sebagai “versi budget” dari kursi milik Singapore Airlines karena kurangnya fitur privasi.
Penumpang bisa dengan mudah melihat penumpang di kursi sebelah karena tidak adanya privacy shield. Kemudian, rangka dari kursi juga cukup rendah sehingga penumpang bisa dengan mudah melihat ke seluruh arah kabin.
Layar in-flight entertainment (IFE) menggunakan teknologi touch screen yang sangat responsif dan jernih. Sayangnya layar tersebut diposisikan cukup rendah sehingga saya harus mengubah posisi kursi menjadi agak merebah agar bisa sesuai dengan eye level.
Karena singkatnya durasi penerbangan, saya tidak sempat merebahkan kursi hingga posisi lie-flat.
Sayangnya, isi konten dari IFE Garuda Indonesia cukup terbatas dan kurang variatif, pastinya akan dikomplen pada penerbangan jarak jauh.
Selain itu, durasi iklan & himbauan sebelum film dimulai juga sangat panjang. Parahnya lagi, himbauan untuk menggunakan masker sudah tidak akurat dan harus di update oleh Garuda Indonesia.
Makanan
Tidak lama setelah lepas landas, awak kabin kemudian menghampiri setiap penumpang untuk menanyakan menu makanan yang ingin dipilih.
Terdapat 2 pilihan sarapan pada penerbangan pagi hari kali ini, yaitu nasi liwet opor ayam dan omelette. Sayangnya, ketika sampai di kursi saya, pramugari mengatakan bahwa opsi nasi liwet sudah habis, namun dengan nada yang agak meragukan. Saya kemudian memilih opsi hidangan telur.
Kebetulan, pada saat pemilihan makanan, Erika sedang tertidur dan kemudian saya meminta pramugari untuk kembali beberapa saat lagi.
Menariknya, ketika pramugari kembali, didasari rasa penasaran saya, kami menanyakan apakah bisa dihidangkan nasi liwet yang sudah habis tersebut. Tidak langsung di-iyakan, pramugari tersebut kembali ke galley, saya asumsikan bertanya kepada kru lain.
Kemudian, guess what, pramugari tersebut kembali dan mengatakan bisa! Mungkin saja nasi liwet tersebut disimpan untuk makanan pilot atau kru?! Belum selesai sampai disitu..
Setelah saya selesai makan, saya kemudian memejamkan mata sejenak dan Erika juga tertidur. Anehnya, nasi liwet yang dijanjikan kepada Erika tidak dihidangkan hingga menjelang mendarat. Tidak ada penjelasan juga dari awak kabin yang saya anggap sangat aneh dan tidak biasa pada penerbangan Garuda Indonesia. Alhasil, Erika tidak mendapatkan sarapan pada penerbangan ini. Well..
Penutup
Setelah 7 bulan tidak terbang, akhirnya saya kembali terbang, kali ini di business class A330-900neo Garuda Indonesia.
Saya sangat menikmati penerbangan kali ini meskipun ada permasalahan pada penyajian makanan. Meskipun penerbangan ini berangkat on time dan tiba lebih awal, saya sedikit berharap agar durasi penerbangan bisa diperpanjang ๐
Meski berstatus baru, kabin business class di pesawat A330-900neo ini saya anggap bukan yang terbaik yang dimiliki oleh Garuda Indonesia dan akan saya hindari untuk rute jarak jauh. Kursi Super Diamond pada A330-300 jauh lebih superior ketimbang kabin ini.
Meski demikian, kabin ini tentunya lebih dari cukup untuk sekedar penerbangan domestik jarak pendek.
Sayangnya, saya tidak mengunjungi lavatory atau kamar kecil sepanjang penerbangan karena alasan meminimalisir resiko tertular COVID-19.
Saya secara spesifik juga ingin mengapresiasi awak kabin Garuda Indonesia yang sangat tegas dalam menerapkan protokol physical distancing selama di pesawat.
Setibanya di bandara Ngurah Rai, kami kemudian mengikuti antrian validasi eHAC (Indonesia Health Alert Card) yang sudah kami isi sebelum ketibaan.
Kemudian, kami menunggu bagasi menggunakan layanan Premium Arrival Service yang dikhususkan bagi penumpang business/first class dan anggota GarudaMiles Platinum atau SkyTeam Elite Plus.
Tidak lama berselang, petugas Garuda Indonesia datang membawakan seluruh bagasi kami.
Total, untuk penerbangan ini, saya membayar Rp5.087.604,- sekali jalan untuk 2 penumpang. Harga tersebut saya anggap sangat good deal untuk periode long weekend ini.
.
Thank you for this review. I miss traveling to Bali and hope that I can fly business class on Garuda in the future.
Fingers crossed! ๐
Senang bisa melihat review penerbangan lagi, terutama dari GA.
Di masa pandemi sekarang ini, sebaiknya memang kita tidak berlama-lama di dalam kabin tertutup seperti di pesawat. Kalau saya pribadi, saya lebih suka agar penerbangannya bisa tiba lebih cepat daripada jadwal ๐
BTW, happy wedding buat Bro Vincent dan Erika, semoga langgeng sampai maut memisahkan…
Terima kasih untuk ucapannya ๐
Kita tidak bisa membandingkan review di masa normal vs masa pandemi, dimana maskapai sudah masuk ke kategori “merah”. Tidak bangkrut aja sudah bagus. Makanan yang semrawut mungkin juga karena masa pandemi. Biasanya di masa normal, untuk business class kan pilihan harus ada, penumpang bisa pilih. Lain dengan ekonomi, kalau habis ya apa boleh buat.
SIA 787-10 bukannya pakai Stelia Symphony ya? (Stelia Opal lebih lebar 1-in krn originally utk A350-900).
Terima kasih untuk koreksinya, Singapore Airlines memang menggunakan kursi Stelia Symphony (berbasis Stelia Solstys III). Sudah saya koreksi di artikel ๐
Ko vincent kok ngk redeem garuda miles aja?
Tiket ini aslinya untuk keberangkatan bulan Mei 2020, pada waktu itu penukaran GarudaMiles dikenakan harga “peak season”, 160% lebih mahal pada hari biasanya.
https://pinterpoin.com/surcharge-penukaran-garudamiles-hingga-160-pada-hari-libur/
Oh wow, pas liat fotonya ga nyangka kalau ini product paling barunya GA di A339 neo… Setuju sih kayaknya malah mendingan yang di A333. Not surprising to hear crew GA masih mengecewakan sesuai dengan pengalaman terakhir saya dengan GA, untung udah bertahun tahun bisa menghindari naik GA.
Minggu depan bakal terbang lagi dari CGK. Terakhir terbang dari bagian international saat tengah malam, hanya line security SkyPriority yang dibuka jadi ga bisa terlalu distance dengan orang lain, begitu juga di antrian imigrasi yang lebih lama karena dokumen luar negeri juga diminta untuk dicek.
Serem juga liat lounge GA masih ada buffet yang diambil sendiri. Dari QR dapat plaza premium, kemarin hampir tidak ada orang lain dan staffnya sangat attentive. Really looking forward to flying again next week, terutama karena dapat upgrade business class gratis juga untuk pertama kalinya. ๐
Memang menurut saya sangat disayangkan Garuda Indonesia memilih kursi yang lebih inferior pada pesawat terbarunya.
kursinya jelek, gak ergonomis, pernah terbang pake ini ke SIN, abis itu kapok.
Numpang nanya, kalau untuk eHac keluarga apakah perlu diisi individually atau cukup 1 per keluarga? Thank you
James,
Harus diisi untuk setiap penumpang