Setelah mencoba Garuda Indonesia first class dari Jakarta (CGK) dan membeli bumbu-bumbu gaya Indonesia di Amsterdam, saya melanjutkan perjalanan ke Istanbul (IST) dengan Turkish Airlines kelas bisnis (business class).
Ini adalah penerbangan kedua dari seri 26 penerbangan saya dalam rangka double round the world saya di bulan Maret dan April 2024.


Tujuan utama penerbangan ini sebetulnya bukan karena ingin terbang ke Istanbul (saya lebih ingin mencoba Air Europa Boeing 787 ke Madrid (MAD)), namun lebih untuk:
- Menguji apakah Garuda masih membelikan saya layanan VIP di Amsterdam, dan juga
- Reposition sebelum keesokannya terbang dengan Qatar Airways first class dan kelas bisnis “Qsuite” ke Mumbai (BOM).
Penerbangan ini dipesan 4 hari sebelum keberangkatan dan memerlukan 33.500 KrisFlyer miles + entahlah berapa pajak dan fuel surcharge karena merupakan hasil perubahan tiket. Apabila dipesan dengan uang tunai, tiket ini memiliki harga dasar (sebelum pajak dan biaya tambahan) mulai dari €519 (~Rp8.850.000), jadi minimal saya mendapatkan valuasi penukaran Rp264/mile, lebih dari 40% lebih tinggi dari valuasi KrisFlyer miles menurut PinterPoin.

Sebelum Penerbangan
Setelah menghabiskan waktu beberapa jam di pusat kota Amsterdam, saya pergi kembali ke bandara Amsterdam (AMS) dengan kereta listrik.

Saya tiba di stasiun bandara Amsterdam (AMS) 3 jam 30 menit sebelum jadwal keberangkatan.

Dari stasiun KRL saya berjalan menuju Schiphol VIP Center, yang akan saya ulas terpisah.

Karena Schiphol VIP Centre merupakan terminal privat, saya tidak akan mengulas pengalaman check-in di terminal standar. Ini artinya, pengalaman penerbangan “normal” dimulai dengan pas naik (boarding pass) Turkish Airlines yang diantarkan ke lounge.

Pemeriksaan keamanan dilakukan di Schiphol VIP Centre, dan tentunya saat itu tidak ada antrean sama sekali.

Karena lokasi lounge yang terpisah dari area terminal utama, saya diantar menggunakan mobil dari Schiphol VIP Centre menuju ke garbarata keberangkatan (anggap saja seperti layanan limusinnya Lufthansa First Class Lounge).

Penerbangan ini dioperasikan oleh Airbus A330-300 yang sudah berumur 10 tahun.

Begitu melihat saya memfoto pesawat yang akan saya tumpangi, staf lounge kemudian berbaik hati memfotokan saya di depan pesawat tersebut.
Setelah pas naik saya dibantu untuk di-scan di gerbang, saya diantar oleh petugas lounge sampai ke depan pintu pesawat.

Di Dalam Penerbangan
Perkenalan Kursi
Pesawat Turkish Airlines Airbus A330-300 konfigurasi regional dilengkapi dengan 40 kursi kelas bisnis dalam konfigurasi 2-2-2, yang semuanya berada di antara pintu pertama dan kedua.

Saya duduk di kursi 3A, kursi recliner jendela standar. Kursi kelas bisnis regional ini dipakai untuk rute jarak dekat hingga menengah yang memerlukan kapasitas tinggi seperti Amsterdam (AMS) maupun Frankfurt (FRA).

Ruang kaki di kursi ini termasuk sangat luas terutama untuk standar recliner, walaupun memang kolong kursinya sedikit terhalang.

Dari sandaran tangan sendiri terdapat meja minuman kecil yang bisa dikeluarkan.

Sandaran tangan tengah yang cukup besar menyimpan remote kendali hiburan.

Remote tersebut bisa diakses dengan membuka sandaran tangan.
Selain itu, apabila keseluruhan sandaran tangannya diangkat terdapat layar hiburan yang bisa diakses.

Sandaran tangan yang berada di dekat jendela (atau lorong untuk kursi lorong) menyimpan meja lipat.

Kursi ini menggunakan mekanisme recline manual.

Berbeda dari di pesawat lain, stopkontak diletakkan di bawah sandaran tepi alih-alih tengah.
Sebagai penggantinya, stopkontak headphone, USB, dan beberapa konektor gaya lama ditaruh di bawah sandaran tangan bagian tengah.
Kembali lagi ke meja. Meja lipat di kursi ini cukup luas ketika sepenuhnya dibuka.

Bacaan di penerbangan ini terdiri dari kartu petunjuk keselamatan dan kantong mabuk udara.
Selain itu, headphone sederhana juga disediakan di tiap kursi, yang sayangnya berkualitas cukup buruk.

Seperti biasa, berikut foto saya di kursi tersebut. Kursi di penerbangan ini untungnya cukup lebar, dan bahkan terasa lebih lebar daripada kursi angled flat bed Garuda Indonesia karena tidak ada partisi.
Penerbangan
Saat saya tiba sudah ada bantal tipis yang menunggu.

Menu di penerbangan ini dibagikan di awal, namun tidak ada proses pemesanan di awal.

Di sebelah pesawat ini terparkir pesawat AnadoluJet yang akan terbang ke Istanbul (SAW).

Saya disajikan minuman selamat datang (welcome drink) yang sialnya lupa saya foto, dan disajikan dengan hazelnut panggang.

Video petunjuk keselamatan seperti biasa diputar. Mengingat layar hiburan tidak bisa diakses sampai setelah lepas landas, video pun diputar di layar depan kabin.

Pesawat Garuda yang saya naiki sebelumnya dari Jakarta (CGK) masih terparkir di bandara Amsterdam (AMS) untuk perjalanan keesokannya.

Lampu kabin diredupkan untuk persiapan lepas landas.

Kami perlahan meninggalkan Amsterdam ke arah utara sebelum akhirnya berbelok menuju arah tenggara ke Istanbul (IST).

Sambil menunggu makan malam saya mengunjungi kamar kecil terlebih dahulu. Kamar kecilnya berukuran relatif standar.

Amenity di kamar kecil ini menggunakan amenity dari Eyup Sabri Tuncer dan Molton Brown.

Kembali ke hidangan di penerbangan ini. Makan malam di penerbangan ini disajikan semuanya sekaligus, kecuali untuk hidangan utama yang disajikan terpisah, dan saya seperti biasa memilih sparkling water sebagai minuman standar.

Wadah garam dan lada di penerbangan Turkish Airlines menggunakan bentuk yang menyerupai kubah atap.

Saat hidangan utama disajikan, saya memilih dumpling ala Turki sebagai hidangan utama atas rekomendasi awak kabin, yang disajikan bersamaan dengan daging sapi (anggap saja seperti beli 1 porsi pangsit minyak cabe).

Makan malam kali ini selesai 1 jam 10 menit setelah lepas landas.
Berikut menu makan malam untuk penerbangan kali ini:
- Pembuka: Piring variasi pembuka gaya Turki,
- Pembuka: Terong isi dalam minyak zaitun,
- Hidangan utama: Pilih satu dari:
- Manti (dumpling ala Turki) daging sapi semur dengan saus tomat panggang, yoghurt, dan minyak paprika merah (dipilih),
- Piring variasi makanan laut (kakap putih, salmon, dan udang) panggang dengan daun bayam, kentang masak mentega, dan saus mentega dengan lemon dan kaper, atau
- Sayuran panggang dalam saus kare santan dengan nasi putih,
- Keju: Piring variasi keju,
- Penutup: Flan dulce de leche (gula-gula susu dikaramelisasi),
- Minuman: Bervariasi, alkohol maupun non-alkohol.
Salah satu aspek yang paling terkenal dari Turkish Airlines adalah makanannya, dan itu berlaku juga bahkan di penerbangan ini. Secara keseluruhan makanannya termasuk cukup enak walaupun sedikit berat (dalam arti, hidangan 4 course untuk penerbangan regional sudah lebih bervariasi dari Singapore Airlines first class jarak dekat). Selain itu, hidangannya yang cukup bernuansa Turki juga setidaknya memberikan kesempatan untuk menikmati hidangan setempat meskipun saya hanya mampir di sana untuk menumpang tidur 😀 .
Masalah utama di layanan makan malam kali adalah pada pelayanan awak kabinnya, yang walaupun efisien, terasa terburu-buru. Elif sebagai awak kabin di penerbangan ini, hanya menanyakan apakah mau makan, dan begitu saya menjawab ya baki pun langsung tiba tanpa diberitahu apa isinya. Bukan hanya itu, saat waktunya memilih hidangan utama ketika saya meminta rekomendasi makanan ia hanya menunjuk di menunya. Kalau bukan karena pelayanan tersebut, secara keseluruhan makan malamnya sudah sangat memadai untuk penerbangan sedekat ini.
Kembali lagi ke penerbangannya. Berikut kursinya ketika direbahkan, yang bisa dibilang cukup dalam (memang tidak sedalam ANA BUSINESS CRADLE, tapi masih sangat nyaman untuk penerbangan ~3 jam ini karena empuk).

Sambil saya makan malam, saya menyempatkan diri untuk mencoba Wi-Fi di penerbangan ini. Sebagai penumpang kelas bisnis, saya mendapatkan Wi-Fi gratis sebanyak 1 GB, yang tentunya jauh lebih dari cukup untuk penerbangan jarak dekat ini (beda cerita untuk penerbangan jarak jauh).
Wi-Fi di penerbangan ini memang tidak terlalu cepat, tapi sudah cukup untuk mengakses WhatsApp.
Saya tentu tidak lupa melihat koleksi musik klasik di sistem hiburan, yang untungnya cukup lengkap walaupun sistemnya sedikit pelan.






Begitu menunaikan tugas mengulas penerbangan, saya tidur selama kurang lebih 1 jam sebelum akhirnya mulai bersiap-siap untuk mendarat saat kami melewati sekitar Istanbul.

Lampu kabin diredupkan untuk persiapan mendarat setelah awak kabin memeriksa kabin kelas bisnis.

Proses pendaratan sendiri berlangsung tanpa masalah, dan setelah itu kami mulai berjalan menuju ke gedung terminal.

15 menit kemudian kami tiba di salah satu gerbang yang agak jauh di Istanbul (IST) dan parkir di sebelah pesawat milik Ariana Afghan Airlines.

Proses turun pesawat dilakukan melalui garbarata depan.

Kedatangan
Begitu tiba, saya perlu berjalan agak jauh untuk mencapai area pemeriksaan imigrasi pusat.

Sebagai penumpang kelas bisnis Turkish Airlines saya bisa memanfaatkan area pemeriksaan prioritas, sehingga prosesnya selesai dalam waktu kurang dari 2 menit.

Toko bebas bea di area kedatangan memisahkan area pemeriksaan imigrasi dengan area pengambilan bagasi.

Koper check-in polikarbonat dan carry-on aluminum saya dari Baller tiba dengan selamat, walaupun sudah mulai muncul sedikit noda bahkan ketika ini baru penerbangan ke-2.
Setelah mengambil bagasi saya keluar meninggalkan area kedatangan.

Saat itu kereta listrik ke kota sudah tutup dan saya tidak ingin nanti siangnya terbang lagi dalam keadaan teler (bahkan setelah titip absen PinterPoin Masterclass edisi Maret 2024), jadi saya memilih pergi ke Ibis Istanbul Sisli menggunakan taksi.

Kesimpulan
Turkish Airlines menawarkan kelas bisnis yang nyaman untuk penerbangan ini. Berbeda dengan kelas bisnis intra-Eropa pada umumnya, Turkish Airlines setidaknya masih menyediakan recliner (atau di rute tertentu, bahkan sampai kursi flat bed) yang cukup luas. Selain itu, hidangan Turkish Airlines yang terkenal enak pun juga tidak mengecewakan dan, walaupun saya belum bisa berkata tentang proses keberangkatan di Amsterdam (AMS), setidaknya proses kedatangan di Istanbul (IST) cukup lancar.
Di sisi lain, kelemahan penerbangan ini ada pada pelayanannya yang terkesan sangat ala kadarnya (memenuhi standar, dan tidak lebih) dan Wi-Fi yang tidak terlalu cepatmungkin menghalangi sebagian orang yang ingin bekerja di pesawat.
Apapun itu, saya masih sangat menyarankan Turkish Airlines apabila Anda ingin terbang dari daratan Eropa, baik hanya untuk berkunjung ke Istanbul maupun reposition sebelum menikmati sweet spot KrisFlyer untuk terbang ke Indonesia di kelas bisnis hanya dengan 56.500 KrisFlyer miles.
saya juga sama ni mau coba layover di istanbul. apa ada rekomendasi hotel di istanbul ric?
Halo Yohanes,
Saya waktu itu menginap di Ibis Istanbul Sisli – OK kalau bisa ke sana dengan KRL, tapi jangan kalau baru sampai Istanbul tengah malam (taksinya mahal).
Sorry bantu jawab, Şişli IMO jauh kalau mau ke kota lama (topkapi, sultan Ahmet, dll), better di Sirkeci (ada Mercure disana), atau Pera (ada Rixos Pera), istiklal caddesi (misal Ravouna, tp ini bukan point hotels), atau kalau mau splurge bisa Kempinski çıragan sarayı
jadi jauh2 kesana cuma sehari doank…ngapain aja pak…capek2 in badan haduuuuuh….dont rich people difficult deeeeh….
Halo Ariel,
Seperti yang saya sebut di awal, reposition untuk mencoba pesawat + lounge (bagian dari double round the world saya) 😀