Seorang pria tinggal dan bertani di tengah bandara Tokyo Narita

Cerita Seorang Pria yang Tinggal & Bertani di Tengah Bandara Tokyo Narita

Tidak seperti bandara Haneda yang terletak di tengah kota Tokyo, bandara Narita berlokasi cukup jauh dari pusat kota. Bandara Tokyo Narita kini seringkali menjadi pilihan kedua bagi traveler yang tiba/berangkat dari Tokyo karena faktor tersebut.

Konstruksi bandara Tokyo Narita dibangun diatas lahan pertanian mulai dari akhir tahun 1960an dan rampung pada tahun 1978. Pembangunan bandara tersebut aslinya membutuhkan perjuangan tersendiri karena pemerintahan Jepang harus menghadapi sejumlah protes dan insiden.

Nyatanya, tragedi yang dikenal sebagai Sanrizuka Struggle tersebut cukup menyita perhatian dunia pada kalanya karena memakan korban jiwa dan terjadi penangkapan masal. Namun pada akhirnya, pemerintah Jepang berhasil memindahkan hampir seluruh penduduk ke area lain dengan memberikan insentif berupa uang tunai.

Pria tinggal di bandara Narita Tokyo
Takao Shito tinggal di tengah kompleks bandara Tokyo Narita. Kredit: BBC.

Kebetulan, hari ini saya menemukan sebuah video menarik (via View From the Wing) yang menunjukkan kehidupan seorang petani bernama Takao Shito yang telah tinggal di tengah kompleks bandara Tokyo Narita selama lebih dari 100 tahun.

Takao Shito merupakan satu-satunya penduduk asli dari desanya yang masih bertahan di bandara Narita. Dulunya, terdapat 28 keluarga di desa Takao Shito, namun kini semuanya sudah berpindah ke tempat lain. Terdapat juga 5 keluarga yang masih tinggal di area Narita, namun berada di desa yang berbeda dengan Takao.

outdoor, langit, jalan, properti, tanaman, Permukaan jalan, Lingkungan perumahan, jalanan, jendela, pohon, tanda, rumah
Akses masuk ke rumah Takao Shito.
outdoor, langit, pesawat terbang, awan, pesawat, pohon, penerbangan, bangunan, Perjalanan udara, tanah, jet
Lalu lintas pesawat mendarat dan lepas landas sudah menjadi makanan sehari-hari.

Baca juga: Pasangan Suami Istri Ini Dikubur di Landasan Pacu Bandara!


Solusi

Pemerintahan Jepang telah menawarkan kompensasi sebesar 180 juta yen atau US$1,687,320 kepada Takao, dengan syarat Takao harus meninggalkan rumahnya.

Namun beliau masih bersikeras menolak kompensasi tersebut dan tetap bertahan. Menurut beliau, uang bukanlah prioritas dalam hidupnya. Beliau mendapatkan kebahagiaan dengan bercocok tanam dan menghasilkan produk kepada pelanggan setia.

Bahkan, menurut Takao, pandemi COVID-19 sama sekali tidak berpengaruh buruk. Berkurangnya lalu lintas pesawat membuat udara menjadi lebih bersih dan suasana lebih tenang.

Saya sarankan untuk menonton videonya berikut:

Saya cukup kagum dengan determinasi dari Takao yang bersikeras untuk tetap bertahan meski ditawarkan kompensasi yang besar. Saya rasa rumah milik Takao bisa menjadi impian bagi para avgeek garis keras 😉 .

.

Apa pendapat Anda tentang situasi unik yang dihadapi oleh petani Jepang ini?

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.